Ada bantal dan guling melayang ke arah Raline sebagai akibat jawabannya yang asal. Untung Raline langsung menangkis dan terjatuh tergeletak begitu saja bantal dan guling itu. Disertai nyengir kuda Raline karena ditatap tajam oleh pemilik kamar.
"Kamu siapkan di kamar mandi, aku mau mandi!" perintahnya kesal.Dengan gontai Raline berjalan menuju kamar mandi. Belum tahu yang harus dikerjakan untuk mempersiapkan kamar mandi seperti yang diinginkan. Eddriz Hanya mengingat posisi dan cara para pelayan kemarin saat mau mandi.Raline mengikuti semua cara pelayan mempersiapkan kamar mandi. Dari handuk yang diambil dari lemari yang ada di ujung kamar mandi. Mempersiapkan bath-up dengan sabun aroma terapi. Sampai sampo, sikat gigi, dan odol yang dipersiapkan dengan teliti, baik tempat atau arah letaknya."Semoga ini tidak mengecewakan, Ra belum pernah menyiapkan mandi mewah seperti ini," monolog Raline sendiri dan ke luar kamar mandi.Baru melangkah sampai pintu kamar mandi, Raline terdorong masuk lagi dengan keras, "Aduh!""Lama banget, sih. Lihat dulu becus atau tidak bekerja!" Eddriz menarik tangan Raline dengan kasar setelah terdorong masuk kamar mandi lagi.Eddriz memutari kamar mandi, memeriksa satu persatu mulai dari buth-up. Berpindah letak sampo dan sikat gigi yang diletakkan di sisi buth-up, "not bad." katanya masih menggenggam tangan Raline."Handuknya ganti yang besar, itu kecil buat kamu, mengerti?""Siap, tetapi tangan lepas dulu ini!""Oya, sudah."Handuk yang tadi digantung diambil dan dilipat kembali. Dimasukkan ke lemari handuk seperti semula. Mengambil handuk yang ukurannya lebih besar dan digantung kembali ditempat semula."Ada lagi yang Anda perlukan?""Anda anda, panggil yang betul!"'Dipanggil pak tua marah, dipamggil Anda marah juga, mau Ra panggil aki-aki?' Untungnya Raline hanya bergumam dalam hati."Jangan bilang kamu mau panggil aki-aki, walau aku cukup umur aku masih gagah dan kuat, mau bukti?""Eee, no!" teriak Raline sambil memundurkan badan beberapa langkah dan bergumam sendiri karena laki-laki jutek itu bisa membaca yang dipikirkan.Eddriz tergelak sambil menggelengkan kepala. Masih menganggap Raline anak kecil yang tidak tahu apapun. Tidak menganggap Raline sebagai wanita dewasa yang bisa diajak bersenang-senang."Kamu harus panggil Tuan jika tidak ada orang, tetapi jika di depan umum kamu harus memanggil Abang, mengerti?"Raline mengangguk sambil menahan tawa, hanya bergumam sendiri dalam hati dengan sebutan abang, 'Sudah tua maunya dipanggil abang,' gerutunya dalam hati.Eddriz seolah bisa membaca pikiran Raline, dia mendekat dan terus mendekati sampai Raline mendekati dinding tembok di bawah shower, "Anda mau ngapain, Tuan?"Tangan kanan Eddriz menahan dinding tembok. Tangan kiri membuka baju sambil tersenyum devil. Membuat Raline pucat dan berkeringat dingin."Dasar Bodoh," kata Eddriz memukul dinding tembok dan berbalik badan dan melempar baju ke wajah Raline, "Ke luar sana, kamu bukan seleraku!"Raline langsung menarik baju yang ada di wajahnya. Berlari dengan cepat ke luar kamar mandi sambil melempar baju ke keranjang baju kotor, "Dasar pak tua gila, hampir saja jantung Ra copot," gerutunya sendiri.Kerena tidak tahu jadwal akan ke mana Eddriz hari ini. Raline mempersiapkan baju dengan tiga versi. Teringat kemarin melihat ada baju dengan stelan jas yang disiapkan oleh bibi di atas tempat tidur. Kali ini Raline mempersiapkan baju kerja stelan jas. baju santai dan baju casual untuk acara setengah resmi.Tiga stel baju diletakkan di atas tempat tidur dengan rapi berjajar. Raline kembali duduk di sofa melihat acara televisi. Memilih diam dan tidak melakukan apapun, karena hari ini baru hari kedua dia tinggal di villa.Raline hanya bisa melamun sambil mengotak-atik chenel televisi. Bingung dengan nasib yang sekarang ini dialami. Ingin kabur dari villa ini tidak mungkin karena penjagaan yang sangat ketat.Tidak ke luar dari kamar dari tadi malam setelah makan malam bersama. Mengetahui ada beberapa kamera CCTV yang ada di setiap sudut villa. Yang tidak ada hanya di kamar yang ditempati saat ini, maka itu lebih nyaman di kamar saja walau perut terasa keroncongan.Hampir satu jam melamun, kamar mandi baru terbuka. Eddriz datang dengan hanya melilitkan handuk di pinggang dengan rambut basah yang masih menetes, "Hai bocah, di mana baju ...?" Laki-laki itu tidak jadi melanjutkan ucapannya setelah melihat baju yang berjajar rapi di atas tempat tidur.Raline hanya mengintip dari balik sofa saat Eddriz berteriak, tetapi tidak dilanjutkan pertanyaannya. Kembali bersembunyi dibalik sofa saat Eddriz tanpa malu memakai baju dan melempar handuk tanpa berbalik badan. Bahkan handuk di lempar tepat ke arah kepala Raline."Aduh!" Raline menarik handuk dari wajahnya. Menunggu Eddriz memakai baju kerja lengkap dengan jas dan dasi."Cepat ke sini!" teriak Eddriz."Pasangkan dasi sekarang!""Maaf, Tuan. Ra tidak tahu cara memakai dasi," jawab Raline masih duduk di sofa."Kalau diperintah itu datang, bukan diam saja di tempat, cepat ke mari!" Eddriz semakin emosi.Mulut Raline di monyongkan lima centi sambil komat kamit. Selalu saja memaksa dan memerintah seenaknya saja. Datang dengan gontai dan perasaan kesal serta cemberut."Jangan tunjukkan wajah masammu itu, sudah jelek tambah semakin jelek," kata Eddriz melempar dasi tepat nengkring di pundaknya."Ra belum bisa pasang dasi.""Cepat ke sini, aku ajari!""Baik."Badan Eddriz yang kekar, tinggi dan berotot. Saat Raline berdiri dihadapannya hanya sepundaknya saja. Dengan terpaksa Eddriz harus sedikit menunduk agar bisa sejajar dengan Raline."Lingkatkan di leher!""Hhmm." Raline melakkan apa yang diperintahkan."Putar dua kali dari pangkal dasi!"Raline melakukan perintah sambil mengikuti ucapan Eddriz, "Putar dua kali, satu dua.""Masukkan melewati bagian depan dan tarik!"Raline memasukkan perlahan seperti yang diperintahkan, tetapi diterik dengan cepat sehingga dasi itu tepat di leher Eddriz, "Bodoh, kamu mau mencekik leherku?""Maaf, tidak sengaja.""Ulangi sekarang!""Baik, Ra ulang."Raline membuka kembali dasi yang hampir mencekik leher Eddriz. Mengulangi mulai dari melingkarkan di leher dan memutarnya dua kali. Hanya sayangnya Raline terbalik arah saat memutar dua kali, sehingga dasi menghadap ke belakang."Kamu ini becus tidak sih bekerja?""Maaf, akan ulang sekali lagi." "Cepat leherku sudah kaku!"Raline mengulangi seperti dari awal sambil menatap tajam ke wajah Eddriz yang jutek dan garang. Hanya bisa mengeratkan gigi untuk mengurangi kekesalan di hati. Hanya berani mengumpat dalam hati sambil mengerjakan perintah memasang dasi dengan rapi.Seolah Eddriz bisa membaca jalan pikiran Raline, sambil menoyor dahi Raline, Eddriz berkata, "Otak ini lebih baik di cuci dulu biar jangan berpikir macam-macam!"Setelah drama memasang dasi pagi itu selesai, tiba-tiba Eddriz menghilang selama tiga hari. Tidak menapakkan batang hidungnya sekalipun. Hari-hari dilalui Raline hanya bersantai dan belajar menjadi seperti pelayang yang khusus melayani suami tuanya.Semakin akrab dengan dua pembantu yang ada di villa. Sering bercanda, makan bersama dan menikmati hari dengan suka cita. Hanya satu yang tidak bisa dilakukan adalah keluar dari villa karena bodyguard tetap menjaga villa dengan ketat dan dilarang ke luar.Kebahagiaan Raline seolah hanya sekejap mata saat malam hari ini Eddriz datang di waktu tengah malam dalam keadaan mabuk berat. Merancu dan selalu memanggil mantan istri yang tidak bisa dilupakannya."Mengapa kamu masih tidur di sini, Arum. Sana minggat!" teriaknya sambil menarik selimut yang Raline kenakan.Penampilan Eddriz terlihat acak-acakan. Dasi hanya melingkar di leher dan hampir terlepas. Kancing baju sudah terbuka sebagian. Jas hanya terpakai pada lengan sebelah kanan saja.Rambu
Raline segera turun dari tempat tidur melewati sisi lain Eddriz datang. Melihat laki-laki dewasa itu berpenampilan acak-acakan dan merancu tidak karuan. Selalu tentang mantan istri yang keluar dari mulutnya yang berbau alkohol."Aku sangat membencimu apalagi ketika melihat kamu menyajikan coklat panas pada selingkuhanmu itu, dasar brengsek!" teriak Eddriz sambil menunjuk Raline."Ooo, karena itu pak tua ini marah tadi pagi," monolog Raline mendengarkan rancuan Eddriz.Eddriz tanpa sadar melempar bantal dan guling ke arah Raline yang berdiri di sisi tempat tidur, "Wanita gila, mengapa hanya diam dan memandang seperti itu, mau aku colok matamu!"Raline hanya bisa melindungi diri dengan menangkis setiap bantal dan guling yang melayang ke arahnya. Setiap Eddriz mabuk pasti tidak akan sadar apa yang dilakukan. Mulai dari merancu, mencoba menyakiti dan berkata kasar. Sampai ingin selalu menumpahkan kegundahan hati dengan cara mengamuk dan memecahkan barang yang ada di kamar.Hampir satu bul
Eddris menyentuh punggung Raline saat membangunkan gadis yang tertidur di sebelahnya. Raline langsung mendesis karena tepat menyentuh luka. Mata Raline langsung berkaca-kaca menahan rasa sakit. "Apa yang terjadi?" Eddriz mengulang pertanyaannya. "Lupakan saja, tunggu akan Ra panggilkan dokter!"Raline berbalik badan sambil mengusap air mata. Rasa nyeri saat lukanya di sentuh hanya ditahan dengan diam. Tidak ingin membagi rasa sakit yang dirasakan pada laki-laki yang telah menyakiti tadi malam.Tidak hanya Dokter Daniel yang datang. Asisten Wibi dan pimpinan bodyguard Bang Jack Barron juga ikut masuk. Sedangkan Raline memilih duduk di meja makan sambil termenung.Rasa sakit dan penderitaan yang dirasakan Raline memang tidak seberat saat bersama dengan ayah tiri. Namun, dulu setidaknya ada dua sahabat yang selalu memberikan semangat. Sekarang ini benar-benar merasa sendiri sebatang kara.Ponsel milik Raline sampai sekarang dibiarkan mati. Sengaja tidak ingin lagi mengenal dunia luar s
Raline mendengar semua percakapan Eddriz, Asisten Wibi dan Dokter Daniel dari awal sampai akhir dibalik pintu. Awalnya tidak berniat menguping pembicaraan mereka. Hanya sekedar ingin mengetahui keadaan suami yang sedang dijahit telapak kakinya.Raline langsung teringat pada ayah tiri durjana. Jika benar akan diadakan pesta pernikahan yang sangat mewah. Pasti ayah tiri akan mendapatkan pukulan telak.Pasti menganggap sekarang bahagia dan bukan seperti hidup di neraka seperti yang diinginkan. Akan mempersiapkan hati untuk bersandiwara dengan baik. Ini seperti pernikahan mutualisme nantinya karena memiliki tujuan masing-masing.Setelah mulai jelas dan mengetahui mengapa laki-laki yang menjadi suaminya sering mabuk. Raline kembali duduk di tempat semula yaitu ruang makan. Bibi Asih langsung berlari mendekat, "Mengapa Anda kembali lagi ke sini, Nyonya?""Tolong buatkan sesuatu yang membuat pusing kepala ini hilang, Bibi. Kepala Ra rasanya mau pecah!""Waduh, apa ya obatnya, Bibi tidak tahu
Raline terdiam seketika saat mendengar Eddriz mulai emosi. Padahal dari tadi sudah bisa bicara manis dan terdengar ramah. Wajahnya kembali terlihat garang dan memerah karena mulai emosi."Ayo, sini dekat!" Eddriz kembali menurunkan suara setelah melihat wajah Raline yang terlihat takut."Hhmm.""Mulai sekarang Ra hanya boleh memanggil Abang saja, mengerti?""Iya.""Abang akan berterus terang, sebentar lagi Abang akan mengadakan resepsi pernikahan kita. Ingat pernikahan ini Abang anggap saling menguntungkan.""Apa maksud, Anda?" tanya Raline pura-pura tidak tahu rencana yang dibicarakan tadi dengan dokter dan asisten pribadi.Eddriz bercerita sekilas tentang rencana seperti tadi. Berjanji akan mengatakan tentang rahasia yang disembunyikan tentang ayah tiri. Akan dikatakan setelah acara resepsi dilaksanakan dengan sukses."Kapan resepsi itu akan diselenggarakan, Tuan. Eee, salah. Abang?"Eddriz tergelak dan mengusap rambut Raline, "Belum dipastikan, yang jelas setelah Abang bisa berjala
Setelah Raline selesai membantu Eddriz buang air kecil, Eddriz kembali berbaring dan beristirahat. Raline hanya duduk diam tanpa melakukan apa-apa. Tangannya diketukkan di lutut berkali-kali iseng agar tidak borring.Eddriz melihat Raline dengan heran, biasanya gadis seumuran dia jarang terlepas dari ponsel, "Ponsel Ra di mana?""Ra tidak punya ponsel, sudah mati dari kemarin."Eddriz meraih ponselnya yang berada disamping bantal. Mengirim pesan WA kepada asisten pribadi untuk membelikan ponsel buat Raline. Ponsel terbaru dengan fitur tercanggih yang baru dikeluarkan oleh merk ponsel terkenal.Keesokan harinya, Asisten Wibi datang dengan membawa ponsel untuk Raline yang paling canggih dan terbaru. Atas rekomendasi dari tuannya yangmembuat asisten pribadi itu lebih semangat melakukan perintah. Mungkin awal yang baik yang dilakukan tuannya untuk istri muda yang rela merawat dengan tulus."Ini ponsel untuk Anda, Nyonya." Asisten Wibi memberikan ponsel setelah mereka makan siang di villa.
Raline memandang Bagas Pratama dengan kesal. Langsung mendekati Eddriz dan sengaja meraih lengan suami yang berdiri di sampingnya. Sengaja tangan menggelayut manja menunjukkan kekuasaan yang kini di miliki.Hanya dengan kekuasaan bisa melawan polisi gadungan yang selama dua tahun ini sering membohongi sahabat satu sekolah yaitu Shafea. Untung teman satu kelas itu bisa menjaga diri sampai lulus kemarin. Sekarang ini tidak tahu bagaimana nasibnya Shafea dan Hana."Jadi selama ini Aa membohongi Fea? dengan seragam security dirubah menjadi seragam polisi. Aa tidak takut di tangkap pihak yang berwajib menggunakan seragam palsu?"Bagas Pratama menunduk tidak berani menjawab pertanyaan sahabat kekasih gelap. Melihat Raline pun sama sekali tidak berani. Bukan takut kepada Raline, tetapi takut kepada Eddriz majikan tempatnya mencari nafkah selama ini.Tidak hanya Eddriz yang kaget mendengar pertanyaan Raline. Pak Basri dan pegawai yang lain juga tidak menyangka security itu bermain api dengan g
Pintu terbuka dengan lebar tanpa diketuk terlebih dahulu. Bukan hanya Asisten Wibi dan Dokter Daniel yang ikut masuk kamar yang lebarnya lebih dari lapangan sepak bola itu. Bibi Asih, Bibi Lia, Jenny dan Pak Basri juga ikut masuk karena menghawatirkan Raline."Tuan!" teriak Asisten Wibi."Nyonya Ra!" teriak Jenny.Eddriz berdiri bertolak pinggang membelakangi Raline. Wajahnya terlihat memerah menahan emosi. Pandangan matanya tajam menatap jam dinding yang berada diatas pigura hiasan dinding. Raline duduk jongkok di sofa panjang yang ada di dekat televisi. Hanya berani melihat suami yang sedang marah dan emosi karena mantan istri. Sambil memikirkan dari mana mantan itu tahu jika hari ini kembali ke rumah."Silakan duduk, Tuan. Saya akan memeriksa tekanan darah Anda terlebih dahulu!"Eddriz mengangguk dan berbalik badan mencari keberadaan Raline. Melihat Raline yang sedang berjongkok dan dikerumuni oleh pembantu dengan pandangan yang tidak bisa diartikan. duduk pun mata tidak lepas sel