Share

Bab 7. Jutek dan Garang

Ada bantal dan guling melayang ke arah Raline sebagai akibat jawabannya yang asal. Untung Raline langsung menangkis dan terjatuh tergeletak begitu saja bantal dan guling itu. Disertai nyengir kuda Raline karena ditatap tajam oleh pemilik kamar.

"Kamu siapkan di kamar mandi, aku mau mandi!" perintahnya kesal.

Dengan gontai Raline berjalan menuju kamar mandi. Belum tahu yang harus dikerjakan untuk mempersiapkan kamar mandi seperti yang diinginkan. Eddriz Hanya mengingat posisi dan cara para pelayan kemarin saat mau mandi.

Raline mengikuti semua cara pelayan mempersiapkan kamar mandi. Dari handuk yang diambil dari lemari yang ada di ujung kamar mandi. Mempersiapkan bath-up dengan sabun aroma terapi. Sampai sampo, sikat gigi, dan odol yang dipersiapkan dengan teliti, baik tempat atau arah letaknya.

"Semoga ini tidak mengecewakan, Ra belum pernah menyiapkan mandi mewah seperti ini," monolog Raline sendiri dan ke luar kamar mandi.

Baru melangkah sampai pintu kamar mandi, Raline terdorong masuk lagi dengan keras, "Aduh!"

"Lama banget, sih. Lihat dulu becus atau tidak bekerja!" Eddriz menarik tangan Raline dengan kasar setelah terdorong masuk kamar mandi lagi.

Eddriz memutari kamar mandi, memeriksa satu persatu mulai dari buth-up. Berpindah letak sampo dan sikat gigi yang diletakkan di sisi buth-up, "not bad." katanya masih menggenggam tangan Raline.

"Handuknya ganti yang besar, itu kecil buat kamu, mengerti?"

"Siap, tetapi tangan lepas dulu ini!"

"Oya, sudah."

Handuk yang tadi digantung diambil dan dilipat kembali. Dimasukkan ke lemari handuk seperti semula. Mengambil handuk yang ukurannya lebih besar dan digantung kembali ditempat semula.

"Ada lagi yang Anda perlukan?"

"Anda anda, panggil yang betul!"

'Dipanggil pak tua marah, dipamggil Anda marah juga, mau Ra panggil aki-aki?' Untungnya Raline hanya bergumam dalam hati.

"Jangan bilang kamu mau panggil aki-aki, walau aku cukup umur aku masih gagah dan kuat, mau bukti?"

"Eee, no!" teriak Raline sambil memundurkan badan beberapa langkah dan bergumam sendiri karena laki-laki jutek itu bisa membaca yang dipikirkan.

Eddriz tergelak sambil menggelengkan kepala. Masih menganggap Raline anak kecil yang tidak tahu apapun. Tidak menganggap Raline sebagai wanita dewasa yang bisa diajak bersenang-senang.

"Kamu harus panggil Tuan jika tidak ada orang, tetapi jika di depan umum kamu harus memanggil Abang, mengerti?"

Raline mengangguk sambil menahan tawa, hanya bergumam sendiri dalam hati dengan sebutan abang, 'Sudah tua maunya dipanggil abang,' gerutunya dalam hati.

Eddriz seolah bisa membaca pikiran Raline, dia mendekat dan terus mendekati sampai Raline mendekati dinding tembok di bawah shower, "Anda mau ngapain, Tuan?"

Tangan kanan Eddriz menahan dinding tembok. Tangan kiri membuka baju sambil tersenyum devil. Membuat Raline pucat dan berkeringat dingin.

"Dasar Bodoh," kata Eddriz memukul dinding tembok dan berbalik badan dan melempar baju ke wajah Raline, "Ke luar sana, kamu bukan seleraku!"

Raline langsung menarik baju yang ada di wajahnya. Berlari dengan cepat ke luar kamar mandi sambil melempar baju ke keranjang baju kotor, "Dasar pak tua gila, hampir saja jantung Ra copot," gerutunya sendiri.

Kerena tidak tahu jadwal akan ke mana Eddriz hari ini. Raline mempersiapkan baju dengan tiga versi. Teringat kemarin melihat ada baju dengan stelan jas yang disiapkan oleh bibi di atas tempat tidur. Kali ini Raline mempersiapkan baju kerja stelan jas. baju santai dan baju casual untuk acara setengah resmi.

Tiga stel baju diletakkan di atas tempat tidur dengan rapi berjajar. Raline kembali duduk di sofa melihat acara televisi. Memilih diam dan tidak melakukan apapun, karena hari ini baru hari kedua dia tinggal di villa.

Raline hanya bisa melamun sambil mengotak-atik chenel televisi. Bingung dengan nasib yang sekarang ini dialami. Ingin kabur dari villa ini tidak mungkin karena penjagaan yang sangat ketat.

Tidak ke luar dari kamar dari tadi malam setelah makan malam bersama. Mengetahui ada beberapa kamera CCTV yang ada di setiap sudut villa. Yang tidak ada hanya di kamar yang ditempati saat ini, maka itu lebih nyaman di kamar saja walau perut terasa keroncongan.

Hampir satu jam melamun, kamar mandi baru terbuka. Eddriz datang dengan hanya melilitkan handuk di pinggang dengan rambut basah yang masih menetes, "Hai bocah, di mana baju ...?" Laki-laki itu tidak jadi melanjutkan ucapannya setelah melihat baju yang berjajar rapi di atas tempat tidur.

Raline hanya mengintip dari balik sofa saat Eddriz berteriak, tetapi tidak dilanjutkan pertanyaannya. Kembali bersembunyi dibalik sofa saat Eddriz tanpa malu memakai baju dan melempar handuk tanpa berbalik badan. Bahkan handuk di lempar tepat ke arah kepala Raline.

"Aduh!" Raline menarik handuk dari wajahnya. Menunggu Eddriz memakai baju kerja lengkap dengan jas dan dasi.

"Cepat ke sini!" teriak Eddriz.

"Pasangkan dasi sekarang!"

"Maaf, Tuan. Ra tidak tahu cara memakai dasi," jawab Raline masih duduk di sofa.

"Kalau diperintah itu datang, bukan diam saja di tempat, cepat ke mari!" Eddriz semakin emosi.

Mulut Raline di monyongkan lima centi sambil komat kamit. Selalu saja memaksa dan memerintah seenaknya saja. Datang dengan gontai dan perasaan kesal serta cemberut.

"Jangan tunjukkan wajah masammu itu, sudah jelek tambah semakin jelek," kata Eddriz melempar dasi tepat nengkring di pundaknya.

"Ra belum bisa pasang dasi."

"Cepat ke sini, aku ajari!"

"Baik."

Badan Eddriz yang kekar, tinggi dan berotot. Saat Raline berdiri dihadapannya hanya sepundaknya saja. Dengan terpaksa Eddriz harus sedikit menunduk agar bisa sejajar dengan Raline.

"Lingkatkan di leher!"

"Hhmm." Raline melakkan apa yang diperintahkan.

"Putar dua kali dari pangkal dasi!"

Raline melakukan perintah sambil mengikuti ucapan Eddriz, "Putar dua kali, satu dua."

"Masukkan melewati bagian depan dan tarik!"

Raline memasukkan perlahan seperti yang diperintahkan, tetapi diterik dengan cepat sehingga dasi itu tepat di leher Eddriz, "Bodoh, kamu mau mencekik leherku?"

"Maaf, tidak sengaja."

"Ulangi sekarang!"

"Baik, Ra ulang."

Raline membuka kembali dasi yang hampir mencekik leher Eddriz. Mengulangi mulai dari melingkarkan di leher dan memutarnya dua kali. Hanya sayangnya Raline terbalik arah saat memutar dua kali, sehingga dasi menghadap ke belakang.

"Kamu ini becus tidak sih bekerja?"

"Maaf, akan ulang sekali lagi."  

"Cepat leherku sudah kaku!"

Raline mengulangi seperti dari awal sambil menatap tajam ke wajah Eddriz yang jutek dan garang. Hanya bisa mengeratkan gigi untuk mengurangi kekesalan di hati. Hanya berani mengumpat dalam hati sambil mengerjakan perintah memasang dasi dengan rapi.

Seolah Eddriz bisa membaca jalan pikiran Raline, sambil menoyor dahi Raline, Eddriz berkata, "Otak ini lebih baik di cuci dulu biar jangan berpikir macam-macam!"

 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status