Raline segera turun dari tempat tidur melewati sisi lain Eddriz datang. Melihat laki-laki dewasa itu berpenampilan acak-acakan dan merancu tidak karuan. Selalu tentang mantan istri yang keluar dari mulutnya yang berbau alkohol."Aku sangat membencimu apalagi ketika melihat kamu menyajikan coklat panas pada selingkuhanmu itu, dasar brengsek!" teriak Eddriz sambil menunjuk Raline."Ooo, karena itu pak tua ini marah tadi pagi," monolog Raline mendengarkan rancuan Eddriz.Eddriz tanpa sadar melempar bantal dan guling ke arah Raline yang berdiri di sisi tempat tidur, "Wanita gila, mengapa hanya diam dan memandang seperti itu, mau aku colok matamu!"Raline hanya bisa melindungi diri dengan menangkis setiap bantal dan guling yang melayang ke arahnya. Setiap Eddriz mabuk pasti tidak akan sadar apa yang dilakukan. Mulai dari merancu, mencoba menyakiti dan berkata kasar. Sampai ingin selalu menumpahkan kegundahan hati dengan cara mengamuk dan memecahkan barang yang ada di kamar.Hampir satu bul
Eddris menyentuh punggung Raline saat membangunkan gadis yang tertidur di sebelahnya. Raline langsung mendesis karena tepat menyentuh luka. Mata Raline langsung berkaca-kaca menahan rasa sakit. "Apa yang terjadi?" Eddriz mengulang pertanyaannya. "Lupakan saja, tunggu akan Ra panggilkan dokter!"Raline berbalik badan sambil mengusap air mata. Rasa nyeri saat lukanya di sentuh hanya ditahan dengan diam. Tidak ingin membagi rasa sakit yang dirasakan pada laki-laki yang telah menyakiti tadi malam.Tidak hanya Dokter Daniel yang datang. Asisten Wibi dan pimpinan bodyguard Bang Jack Barron juga ikut masuk. Sedangkan Raline memilih duduk di meja makan sambil termenung.Rasa sakit dan penderitaan yang dirasakan Raline memang tidak seberat saat bersama dengan ayah tiri. Namun, dulu setidaknya ada dua sahabat yang selalu memberikan semangat. Sekarang ini benar-benar merasa sendiri sebatang kara.Ponsel milik Raline sampai sekarang dibiarkan mati. Sengaja tidak ingin lagi mengenal dunia luar s
Raline mendengar semua percakapan Eddriz, Asisten Wibi dan Dokter Daniel dari awal sampai akhir dibalik pintu. Awalnya tidak berniat menguping pembicaraan mereka. Hanya sekedar ingin mengetahui keadaan suami yang sedang dijahit telapak kakinya.Raline langsung teringat pada ayah tiri durjana. Jika benar akan diadakan pesta pernikahan yang sangat mewah. Pasti ayah tiri akan mendapatkan pukulan telak.Pasti menganggap sekarang bahagia dan bukan seperti hidup di neraka seperti yang diinginkan. Akan mempersiapkan hati untuk bersandiwara dengan baik. Ini seperti pernikahan mutualisme nantinya karena memiliki tujuan masing-masing.Setelah mulai jelas dan mengetahui mengapa laki-laki yang menjadi suaminya sering mabuk. Raline kembali duduk di tempat semula yaitu ruang makan. Bibi Asih langsung berlari mendekat, "Mengapa Anda kembali lagi ke sini, Nyonya?""Tolong buatkan sesuatu yang membuat pusing kepala ini hilang, Bibi. Kepala Ra rasanya mau pecah!""Waduh, apa ya obatnya, Bibi tidak tahu
Raline terdiam seketika saat mendengar Eddriz mulai emosi. Padahal dari tadi sudah bisa bicara manis dan terdengar ramah. Wajahnya kembali terlihat garang dan memerah karena mulai emosi."Ayo, sini dekat!" Eddriz kembali menurunkan suara setelah melihat wajah Raline yang terlihat takut."Hhmm.""Mulai sekarang Ra hanya boleh memanggil Abang saja, mengerti?""Iya.""Abang akan berterus terang, sebentar lagi Abang akan mengadakan resepsi pernikahan kita. Ingat pernikahan ini Abang anggap saling menguntungkan.""Apa maksud, Anda?" tanya Raline pura-pura tidak tahu rencana yang dibicarakan tadi dengan dokter dan asisten pribadi.Eddriz bercerita sekilas tentang rencana seperti tadi. Berjanji akan mengatakan tentang rahasia yang disembunyikan tentang ayah tiri. Akan dikatakan setelah acara resepsi dilaksanakan dengan sukses."Kapan resepsi itu akan diselenggarakan, Tuan. Eee, salah. Abang?"Eddriz tergelak dan mengusap rambut Raline, "Belum dipastikan, yang jelas setelah Abang bisa berjala
Setelah Raline selesai membantu Eddriz buang air kecil, Eddriz kembali berbaring dan beristirahat. Raline hanya duduk diam tanpa melakukan apa-apa. Tangannya diketukkan di lutut berkali-kali iseng agar tidak borring.Eddriz melihat Raline dengan heran, biasanya gadis seumuran dia jarang terlepas dari ponsel, "Ponsel Ra di mana?""Ra tidak punya ponsel, sudah mati dari kemarin."Eddriz meraih ponselnya yang berada disamping bantal. Mengirim pesan WA kepada asisten pribadi untuk membelikan ponsel buat Raline. Ponsel terbaru dengan fitur tercanggih yang baru dikeluarkan oleh merk ponsel terkenal.Keesokan harinya, Asisten Wibi datang dengan membawa ponsel untuk Raline yang paling canggih dan terbaru. Atas rekomendasi dari tuannya yangmembuat asisten pribadi itu lebih semangat melakukan perintah. Mungkin awal yang baik yang dilakukan tuannya untuk istri muda yang rela merawat dengan tulus."Ini ponsel untuk Anda, Nyonya." Asisten Wibi memberikan ponsel setelah mereka makan siang di villa.
Raline memandang Bagas Pratama dengan kesal. Langsung mendekati Eddriz dan sengaja meraih lengan suami yang berdiri di sampingnya. Sengaja tangan menggelayut manja menunjukkan kekuasaan yang kini di miliki.Hanya dengan kekuasaan bisa melawan polisi gadungan yang selama dua tahun ini sering membohongi sahabat satu sekolah yaitu Shafea. Untung teman satu kelas itu bisa menjaga diri sampai lulus kemarin. Sekarang ini tidak tahu bagaimana nasibnya Shafea dan Hana."Jadi selama ini Aa membohongi Fea? dengan seragam security dirubah menjadi seragam polisi. Aa tidak takut di tangkap pihak yang berwajib menggunakan seragam palsu?"Bagas Pratama menunduk tidak berani menjawab pertanyaan sahabat kekasih gelap. Melihat Raline pun sama sekali tidak berani. Bukan takut kepada Raline, tetapi takut kepada Eddriz majikan tempatnya mencari nafkah selama ini.Tidak hanya Eddriz yang kaget mendengar pertanyaan Raline. Pak Basri dan pegawai yang lain juga tidak menyangka security itu bermain api dengan g
Pintu terbuka dengan lebar tanpa diketuk terlebih dahulu. Bukan hanya Asisten Wibi dan Dokter Daniel yang ikut masuk kamar yang lebarnya lebih dari lapangan sepak bola itu. Bibi Asih, Bibi Lia, Jenny dan Pak Basri juga ikut masuk karena menghawatirkan Raline."Tuan!" teriak Asisten Wibi."Nyonya Ra!" teriak Jenny.Eddriz berdiri bertolak pinggang membelakangi Raline. Wajahnya terlihat memerah menahan emosi. Pandangan matanya tajam menatap jam dinding yang berada diatas pigura hiasan dinding. Raline duduk jongkok di sofa panjang yang ada di dekat televisi. Hanya berani melihat suami yang sedang marah dan emosi karena mantan istri. Sambil memikirkan dari mana mantan itu tahu jika hari ini kembali ke rumah."Silakan duduk, Tuan. Saya akan memeriksa tekanan darah Anda terlebih dahulu!"Eddriz mengangguk dan berbalik badan mencari keberadaan Raline. Melihat Raline yang sedang berjongkok dan dikerumuni oleh pembantu dengan pandangan yang tidak bisa diartikan. duduk pun mata tidak lepas sel
Dengan menahan sakit, sopir dari mantan istri Eddriz bercerita sudah satu bulan ini mencari informasi tentang pengusaha kaya raya Eddriz Bushiry. Tidak akan digaji sebelum mendapatkan kabar atau pesan tersampaikan. Terkadang harus tidur di mobil hanya demi melihat mantan suami dari majikannya mendapat informasi.Anak dan istri memerlukan uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun, majikan wanita itu terus mengancam tidak akan memberikan gaji. Sehingga harus berani nekat untuk menyampaikan pesan agar bisa gajian."Mengapa Nyonya Arum ingin mencari informasi tentang Tuan Eddriz?" tanya Asisten Wibi."aku juga tidak tahu, asal tidak ada Tuan Evan di rumah, Nyonya Arum selalu mengamuk dan marah-marah. Kata bibi pembantu Nyonya Arum sedang ngidam."Asisten Wibi dan Bang Jack saling pandang. Sudah mendengar cerita tentang mantan istri Eddriz itu sedang berbadan dua. Mungkinkah ngidam ingin bertemu atau ingin mengirim pesan kepada mantan suami."Apa pesan yang akan kamu sampaikan kepada