Share

Bab 4 - Tinggal Bersama

Maura mengerjapkan kedua matanya pelan, ia seolah bermimpi buruk. Mimpi yang terasa begitu nyata. 

Namun kini Maura terbangun, perasaannya mengatakan bahwa dia baik-baik saja, dia tidak mengalami seperti apa yang terjadi dalam mimpinya. 

Dia masih ada di rumah, masih terbaring di ranjangnya, dengan Deri suaminya yang terlelap tidur di sampingnya. 

Semua terasa melegakan bagi Maura jika saja suara Edward yang tengah bertelepon tak mengacau mimpi indahnya. 

Membuka mata cepat, Kedua mata  Maura lantas berkaca. Apa yang tadi ia pikir mimpi merupakan kenyataan yang kini sedang terjadi. 

Ia bisa mendengar jelas suara Edward yang tengah bertelepon di belakangnya, menambah keyakinan bahwa yang ia alami memang bukanlah mimpi. 

"Tentang wanita ini, aku menyukainya. Aku akan mengambilnya Javier!" 

Tubuh Maura bergetar, kesadarannya telah terkumpul dengan sempurna. rasa panas itu menyerbu kedua matanya. 

Tubuh telanjang Maura yang hanya dibalut selimut hotel itu perlahan mencoba bangun, ia mengeratkan selimut agar tidak turun dan membuka tubuh tanpa busananya. Di sofa sana, Maura bisa melihat sosok Edward yang tengah membalut lukanya, dan pandangan pria itu mengarah padanya dengan senyum miring yang jujur saja membuat Maura tak nyaman menerimanya. 

'Bagaimana jalang itu? Apa dia memuaskanmu?!'

"Sangat memuaskanku! Begitu liarnya sampai ia menusukku dengan pisau buah," ucapan Edward itu dikatakan dengan lantang dan tatapan mata yang tak terputus menyorot pada Maura.

'Benarkah?! Apa kamu baik-baik saja? Kembalikan saja dia kemari Ed, aku akan menghukumnya dan mendisiplinkannya atas perbuatannya padamu!'

"Tidak perlu, aku akan menjadikannya pelacur pribadiku! Ternyata aku sangat tertarik padanya."

'Kamu yakin Ed?! Aku pikir dia akan lebih sering memberontak padamu, bagaimana jika dia mencelakaimu lagi?'

Edward terkekeh pelan, tatapan pria itu menghunus pada kedua mata Maura yang menyorot kesedihan itu padanya.

"Itu yang membuatku tertarik dengannya, wanita liar ini harus aku jinakan, paling tidak akan lama sampai aku bosan dan membuangnya."

Bibir Maura sudah berdarah karena kerasnya ia menggigit, setiap kata yang terucap dari bibir Edward sungguh melukainya.

'Tidak! Kembalikan wanita itu ke tempatku jika kamu benar-benar sudah bosan! Dia masih bisa aku berikan pada pelanggan tempatku yang menyukai tema BDSM, mendengar jika dia bisa melawan di atas ranjangmu itu."

Kedua pria yang saling terhubung melalui panggilan telepon itu tertawa, namun setiap tawa yang keluar itu menyakiti Maura seperti sebuah belati yang mengoyak hatinya.

"Kalau gitu aku tutup Javier, aku harus pergi!" Edward menutup sambungan teleponnya, tepat saat dia juga telah selesai membalut luka di atas bahunya.

Edward menyelesaikan membalut luka di bahunya atas perbuataan Maura semalam padanya. Luka itu sudah berhenti mengeluarkan darah, namun rasa sakit dan kebasnya masih bisa Edward rasakan. 

"Bagaimana kamu akan bertanggung jawab dengan luka ini?!" Edward bangkit dari duduknya, memamerkan otot dada dan lengannya yang tak tertutup kain itu pada Maura yang menatapnya acuh tak acuh. 

Pria itu memperlihatkan luka bekas tusukan Maura di bahunya yang telah dibalut pada wanita yang menatapnya datar, duduk di ranjang hotel tersebut. 

"Kamu pantas mendapatkannya!" sinis Maura  dengan suara bergetar, entah karena takut atau amarah yang menguasai tubuhnya setelah mendengar pembicaraan Edward dan laki-laki yang Maura tau pemilik tempat pelacuran semalam.

Edward tertawa dengan lantangnya dengan gerak cepat pria itu berjalan mendekat pada Maura yang menahan napasnya, takut jika Edward akan melakukan sesuatu lagi pada tubuhnya. 

"Bibirmu itu sangat lancang! Apakah begini caramu berbicara pada Tuanmu?!" 

Edward mengapit dagu Maura menggunakan satu tangannya, kedua tatapan tajamnya yang membekukan mampu menyihir Maura untuk tunduk padanya. 

"Seharusnya kamu berterimakasih padaku, aku menyelamatkan hidupmu, apa kamu tidak berpikir bagaimana nasibmu jika masih di tempat itu?"

Maura menelan salivanya kasar, "bukankah hal itu tidak ada bedanya?! Sama seperti di sana, aku hanya harus menjadi budak nafsumu!" ketus Maura yang diberi kekehan pelan oleh Edward. 

"Astaga mulutmu, tapi memang apa yang kamu katakan benar! Jangan berharap lebih padaku, jika kamu ingin marah dan kecewa, seharusnya pada suamimu yang tega menjual istrinya sendiri!" sindir Edward pada Maura yang hanya memberinya tatapan kesal dan marah padanya. 

Maura terdiam, pandangannya perlahan turun dan kedua tangannya terkepal erat di pangkuannya. Jelas terlihat wanita itu menahan kemarahannya. 

"Padahal aku pikir kamu baik, kamu berniat menolongku, ternyata kamu jahat dan licik! Kamu menipuku!" 

Maura berjengit kaget saat dagunya ditarik dan kedua matanya bertubrukan dengan kedua mata coklat terang milik Edward yang hampir membuatnya terpesona jika ia tak ingat apa yang telah pria ini perbuat pada tubuhnya. 

"Apa kamu anak kecil? Kenapa begitu naif dan mempercayai orang yang baru kamu temui? Tak semua di dunia ini gratis sayang, lagipula aku benar-benar menolongmu bukan? Buktinya kamu tidak lagi dijual oleh sahabatku di rumah bordir itu. Di sini kamu hanya perlu membayarnya dengan servis yang menyenangkan dan tubuhmu itu," kekeh Edward  "atau jika tidak suka, kamu lebih senang berada di sana dan memuaskan berbagai laki-laki berbeda? Mungkin aku bisa mengerti dan memutuskan untuk mengantarmu kesana," sambung Edward menggoda Maura yang dadanya naik turun dengan cepat. 

"Bagaimana? jadi apa pilihanmu? Aku akan mengabulkannya, lagipula tidak ada ruginya untukku jika memang kamu lebih memilih untuk tinggal di tempat pelacuran itu," bibir Edward tertarik membentuk senyum miring. 

Pria itu sudah tau jawaban apa yang akan Maura pilih jadi ia tidak khawatir jika Maura ingin pergi darinya. 

Kedua mata Maura mengerjap pelan, ia ingin mengalihkan tatapannya dari kedua mata Edward yang menyihirnya hingga ia kehilangan akal untuk memikirkan pilihan yang Edward berikan. 

Karena saat menatap kedua mata pria itu, jelas keinginan Maura untuk tinggal dengan Edward di banding berbalik kembali ke rumah pelacuran itu. 

Jemari Edward menahan dagu Maura, tak membiarkan wanita itu memalingkan wajah drinya. 

"Jawab dan jangan alihkan pandanganmu dariku!" bisik Edward di depan bibir Maura. 

Maura menelan salivanya kasar dan menghembuskan pelan napasnya. ia menyingkirkan jemari Edward dari dagunya dan menatap Edward dengan pandangan pasrah serta tak bisa membantah pria itu. 

"Baiklah! Aku akan menuruti maumu! Asal kamu berjanji padaku, jika kamu sudah bosan, jangan bawa aku ke tempat terkutuk itu lagi! Aku bersedia bekerja apapun untuk mengembalikan uang yang sudah kamu keluarkan untukku!" desah Maura yang diberi senyum miring mempesona Edward. 

"Good girl," ucap Edward dan mengusap lembut kepala Maura. 

***

Maura tidak pernah menyangka bahwa ia akan mengalami nasib yang sungguh menyedihkan seperti ini. 

Dan yang paling membuatnya kecewa adalah sang suami. Dulu ia memperjuangkan Deri untuk mendapat restu dari kedua orangtuanya, sampai akhirnya Papahnya kecewa dan marah karena Maura bersikeras untuk menikah dengan Deri. 

Suaminya dulunya dikenal sebagai pembuat onar, dan banyak masalah yang mendatangkan musibah untuk pria itu. Namun Maura meyakinkan kedua orangtuanya bahwa Deri telah berubah dan mau berubah menjadi lebih baik dengannya. 

Kedua orangtuanya tidak percaya, Maura pun menikah tanpa kehadiran kedua orangtuanya. Dan rupanya apa yang ditakutkan kedua orangtuanya perlahan terbukti benar. Deri tak berhenti dari tabiat buruknya di masa lalu. Pria itu masih suka berjudi dan membuang uang untuk membeli minuman beralkohol sampai terjerat pinjaman online yang bunganya tak main-main. 

Maura memejamkan kedua matanya erat. Meski begitu ia masih sangat menghormati Deri, setidaknya sampai ia kehilangan semua rasa hormatnya saat Deri dengan tega menjualnya hanya demi hutang yang disebabkan pria itu dan itu pun tanpa Maura tau. 

"Kita sudah sampai," suara yang masuk di telinganya menyadarkan Maura dari pikirannya. 

Wanita itu membuka kedua matanya dan melihat mobil yang Edward kendarai sudah terparkir di depan lobby sebuah gedung apartemen mewah. 

"Kamu tinggal di sini?" pertanyaan itu terlontar begitu saja dari bibir Maura, dan dijawab dengusan geli oleh Edward. 

"Ya, jika kamu ingin tau aku jarang pulang kemari, namun karena saat ini kamu akan tinggal di sini, sudah jelas aku akan sering pulang!" Edward mengatakan kalimat itu diiringi dengan senyum cabulnya yang membuat tubuh Maura bergidik seketika. 

Maura menarik napasnya pelan, inilah hidup barunya, sepertinya inilah hukuman yang ia dapat karena pernah menentang keputusan orangtuanya yang melarang ia menikah dengan Deri. Maura baru merasakan menderitanya menjadi istri Deri. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status