Erlangga memutuskan untuk pulang ke rumahnya. Walau sedikit ragu karena sudah terlalu lama dirinya meninggalkan sang papa. Saat Erlangga tengah melamun menatap pintu gerbang rumahnya.
Tin! Tin!Erlangga terkejut saat klakson mobil terdengar nyaring di telinganya, Erlangga menoleh pada arah mobil. "Papa ...," ucapnya menatap pria paruh baya yang di tinggalkannya.3 bulan kemudian ...Hari ini Zahra dan Andi di ajak oleh Malik untuk menghadiri acara penyambutan CEO baru di kantor sahabat Malik. Malik sedikit memaksa Zahra dan Andi untuk ikut. Alasannya agar Malik sekalian memperkenalkan anak dan calon menantunya pada semua rekan kerja dan sahabatnya."Memang harus ikut kah, Ayah?""Harus dong, Di. Biar Ayah kenalkan kamu pada rekan kerja juga sabahat Ayah."Andi menoleh pada Zahra yang menundukkan wajahnya. "Baiklah, Ayah. Ra, apa kamu keberatan?"Zahra mengangkat wajahnya. "Tidak, Kak," jawabnya pelan."Baiklah kita berangkat sekarang, Ibu mana?"Zahra menoleh pada arah Bu Aisyah yang tengah berjalan menghampiri mereka. "Itu Ibu sudah siap, Ayah."Mereka pun bersuka cita memasuki mobil. Terlebih Malik yang begitu bersemangat menghadiri acara itu. Zahra dan Andi pun ikut tertawa saat ayahnya sedikit bergurau.Tiba di tempat acara, Malik semakin melebarkan senyumannya. Malik begitu bangga saat memperkenalkan calon menantunya pada sahabat serta rekan kerjanya. Malik tak henti-hentinya memuji Andi, calon menantunya yang katanya begitu soleh."Ayah terlalu berlebihan. Andi belum sebaik itu, Ayah.""Nah, itu. Bahkan calon menantuku ini sangat rendah hati, he he.""Kamu begitu beruntung ya, Lik. Calon menantumu memang terlihat sempurna.""Itu benar sekali, aku sangat beruntung." Malik menoleh pada Andi yang merasa malu karena Malik terlalu memujinya."Jadi, kalian kapan akan menikahnya?" tanya salah satu rekan Malik pada Andi."Insya Allah setelah Zahra lulus kuliah, Om.""Yah ... itu bagus. Lebih cepat lebih baik," kata rekan Malik dengan tawa renyahnya.Tak lama yang punya acara pun datang. Yudistira Syahputra, menyambut semua tamunya dengan sangat gembira. Lalu Malik pun menghampiri Yudistira melepas rindu sahabat lama."Yudis, apa kabar nih? Masya Allah, sudah lama sekali kita tak bertemu, yah?" Malik dan Yudis pun saling merangkul."Alhamdulillah aku baik, Lik. Bahkan aku saat ini sangat baik, he he.""Alhamdulillah itu. Oh iya katanya putramu sudah kembali dan sudah menjadi pria hebat dan berhasil memenangkan tender-tender besar?""Itu benar, Lik. Maka dari itu aku mengundangmu, he he.""Sayang sekali putriku sudah punya calon, ha ha.""Kamu memang selalu terdepan dariku, Lik.""Kamu bisa saja, Dis. Kamu pun begitu hebat mampu mengembangkan usahamu dengan sangat cepat dan singkat.""Ini karena putraku yang mampu selalu berhasil mengambil hati para investor juga rekan kerja kita, Lik," ujar Yudis dan mengenang kembali saat Erlangga berjuang untuk berubah."Aku jadi penasaran dan ingin sekali bertemu dengan putramu yang hebat itu, Dis," kekeh Malik dengan penasaran."Tentu saja kalian harus bertemu dong. Aku ingin memperkenalkan putraku pada kalian.""Di mana dia sekarang, Dis?""Tadi aku hubungi masih di jalan, kena macet biasalah jalanan Ibukota," ujar Yudis sambil menengok jam di tangannya. "Mungkin sebentar lagi dia datang," ucapnya lagi."Ayah, Zahra izin ke toilet dulu, takut Ayah nyariin Zahra." Zahra merengkuhkan badannya menyapa Yudis."Ini putrimu, Lik? Waaah cantik sekali, sayang banget sudah punya calon ya?""He he iya, Dis.""Om, Zahra," sapa Zahra dengan lembut."Iya iya, selamat bersenang-senang, Nak. Apa kamu menikmati pestanya?""Zahra menikmati kok, Om. Zahra pamit ke toilet dulu." Zahra kembali merengkuh pada Yudis."Iya, silahkan, silahkan."Tak lama terdengar suara pembawa acara itu membuka acaranya. Lalu di luar, terlihat seorang pria gagah dan tampan keluar dari mobilnya. Dengan sangat terburu-buru karena acara sudah di mulai.Malik asyik ngobrol dengan Yudis. Sampai suara tepuk tangan pembukaan menyambut CEO baru itupun terdengar. Malik akhirnya berhenti ngobrol dengan Yudis. Mereka menatap lurus ke depan dan memperhatikan rangkaian acara demi acara. Sampai tiba acara sambutan dari CEO baru itu terdengar.Suara tepuk tangan dan sorak ramai dari semua hadirin yang datang begitu meriah. Mereka begitu bangga dan terharu pada pria muda itu. Karena pria muda itu telah berhasil menjadikan perusahaannya menjadi perusahaan yang mampu bersaing dengan perusahaan besar. Karena tender-tender yang di menangkannya. Namun, tidak bagi Malik dan Zahra yang sangat terkejut saat melihat siapa pria muda yang sukses itu.Deg!"Kak Erlangga," lirihnya dengan sangat terkejut, dan untungnya Andi tak mendengarnya karena suara sorak ramai di ruangan itu.'Pria urakan itu? Tak mungkin bukan? Tidak, itu tak mungkin dia,' gumam Malik shok saat melihat Erlangga berdiri di depan panggung.Malik sangat-sangat shok karena pria urakan yang dulu di makinya kini begitu berubah. Malik berkali-kali menepis kenyataan itu dan berharap hanya mimpi. Akan tetapi, kenyataan itu ternyata memang benar adanya. Andi yang memang tidak tahu apa-apa tentang Erlangga pun bertepuk tangan meriah saat Erlangga menyampaikan sambutannya dengan sangat gagah, berkharisma serta bermasa depan cerah.Zahra begitu terharu dan bahagia dengan perubahan Erlangga yang drastis. 'Kak, aku rindu Kakak. Tapi aku sadar pasti Kakak sudah melupakanku, kan?' gumam Zahra dalam hatinya. Zahra menguatkan hatinya untuk tetap bisa menahan tangisnya.Andi yang melihat ada sedikit ke anehan dari Zahra pun menoleh. "Ra, kamu tidak apa-apa? Apa kamu sakit?"Zahra menarik napasnya pelan, terus menahan tangisnya dengan memejamkan matanya. "Tidak, Kak. Aku baik-baik saja," ucapnya lagi."Kalau kamu sakit, kita bisa kayanya minta izin Ayah untuk pulang duluan," tawar Andi, "apa mau pulang saja?" tawarnya lagi karena melihat Zahra seperti kurang nyaman."Apa Kakak tidak masalah?""Tidak, ayo kalau mau pulang. Kita pamit dulu pada Ayah." Andi dan Zahra pun menghampiri Malik yang masih shok.Malik terus menatap Erlangga tak percaya. Erlangga yang dulu dia maki, sebagai pria urakan dan tak bermasa depan. Ternyata adalah CEO baru dari perusahaan besar sekaligus putra dari sahabatnya yang baik hati."Ayah, apa kita boleh pulang duluan? Zahra kayanya kurang enak badan."Malik menatap Zahra mengerti. Tentu saja Malik mengerti jika Zahra pasti shok seperti halnya dirinya. Pada akhirnya Malik pun memutuskan untuk ikut pulang saja bersama Zahra dan Andi."Ayah juga ikut pulang." Malik segera beranjak dari duduknya."Ayah serius?" tanya Andi, "tapi acaranya belum selesai Ayah," ucapnya lagi.Saat Malik akan melangkahkan kembali kakinya. Yudistira memanggil namanya membuat jantung Malik semakin tak karuan. Apalagi Erlangga pun mengikuti Yudistira dari belakang walau tatapanya belum sampai melihat Malik."Lik, tunggu! Mau ke mana sih? Ko kaya buru-buru amat?"Malik kini bisa menatap Erlangga dari dekat. Malik begitu menyesal dulu pernah memaki dan menolak Erlangga. Karena kini Erlangga lebih baik dari Andi. Erlangga begitu terlihat gagah dengan cara berpakaian yang elegan pula. Tidak seperti Erlangga yang Malik maki dulu, seorang preman dan pria urakan."Lik, ini putraku, Erlangga Yudistira. Bukannya kamu ingin kenalan?"Erlangga baru bisa menatap lekat wajah Malik karena dari tadi dirinya sibuk dengan semua laporan yang menghubunginya. Erlangga menatap Malik yang mematung, lalu menoleh pada Zahra yang saat ini memejamkan matanya. Zahra tak sanggup untuk berhadapan kembali dengan Erlangga setelah 3 bulan lamanya mereka tak pernah hubungan."Erlangga," ucap Erlangga, "maaf saya buru-buru," ucapnya lagi tak ingin melihat dan menyapa ke arah Zahra.'Kamu pasti sudah melupakanku'kan, Kak? Aku ikhlas, Kak. Semoga Kakak mendapatkan wanita yang lebih baik dariku,' lirihnya dalam hati dengan mata masih terpejam setelah kepergian Erlangga."Kamu begitu tampan, Kak. Zahra bahagia sekali lihat Kakak yang sudah banyak berubah." Zahra mengingat kembali wajah tampan Erlangga tadi. "Aku hanya bisa berharap Kakak tidak melupakanku, walau kita tak mungkin bisa bersatu." Zahra memejamkan matanya agar sedikit meredam rasa rindunya pada Erlangga."Jika aku boleh jujur, Kak. Aku masih sangat mencintaimu, Kak," lirih Zahra lagi dengan tetesan air matanya.Di kamar Malik ...Setelah Malik dan Erlangga bersalaman. Malik memutuskan untuk pulang dan tidak menunggu sampai acara selesai. Yudistira pun tak mungkin bisa mencegahnya karena Malik berkata penyakitnya kambuh lagi. Padahal tanpa Yudistira tahu, jika sebenarnya pertemuan dengan sang putralah yang membuat Malik memilih untuk pulang lebih dulu.Rasa bangga dan sinar bahagia saat Malik memperkenalkan calon menantunya hampir pada semua rekan kerjanya. Hilang padam saat Malik tahu siapa CEO yang sukses di usia muda itu. Tentu saja Malik sangat shok, karena ternyata pria muda itu adala
"Bagaimana, Ra. Apa kamu mau temenin aku bertemu klien?" Andi menatap Zahra penuh harap. "Kalau kamu keberatan, tidak apa-apa kok." Zahra tak ingin Andi kecewa karena Andi begitu baik padanya. "Aku mau kok, Kak. Kapan?" "Kamu serius, Ra?" "Ya serius dong Nak Andi, Zahra itukan sebentar lagi jadi istrinya Nak Andi. Sudah pasti nanti kalau Zahra akan sering Nak Andi bawa ke acara-acara bertemu klain kan?" sela Bu Aisyah datang membawa minum. "Kamu itu, Ra. Bukannya bawain minum buat Nak Andi, malah diem saja," omel Bu Aisyah. "He he, tadi Zahra udah nawarin minum kok, Bu. Cuma Andi tolak karena Andi mau bicara sama Zahra," kata Andi membela Zahra.Kebaikan, perhatian serta pengertian Andi pada Zahra membuat Zahra semakin merasa bersalah karena hatinya masih menyimpan cinta untuk pria lain. Padahal sebentar lagi mereka akan menikah. Zahra berusaha keras untuk menepis dan melupakan perasan cinta pada Erlangga. Namun, nyatanya tak mudah karena mungkin Erlangga adalah cinta pertamanya.
Erlangga segera kembali ke mobilnya dengan cepat dan segera pergi dari restoran itu. Erlangga tak ingin menumpahkan amarahnya di tempat yang salah. Tentu saja salah jika Erlangga harus marah-marah di hadapan Andi dan Jimmy..Mereka tak tahu apa pun tentang masalahnya dengan Zahra. Erlangga melesat secepat mungkin agar segera tiba di tempat biasanya menumpahkan amarah. Setelah sampai di tempat itu, Erlangga segera masuk ke satu ruangan yang terdapat berbagai macam alat lukis lalu dengan segera Erlangga melukis wajah Zahra lalu dirinya, kemudian di gambarnya Andi berada di tengah-tengah mereka bagai seorang pemisah. "Aaakkkhhh ...." Erlangga melempar semua alat lukisnya ke lukisan wajah Zahra. "Kenapa, Ra? Kenapa kamu secepat itu melupakanku?" Erlangga menggusar rambutnya sangat kasar. Tak ada yang tahu ke mana Erlangga kini pergi dan menuntaskan amarahnya. Baik Jimmy maupun Andi mereka mengira jika Erlangga memang memiliki urusan lain. Lain lagi dengan hati Zahra yang sedari tadi sud
"Ayah ... ada apa?" Aisyah menghampiri suaminya yang kini tengah cemas. Malik mengambil napasnya sedikit berat. "Bu, perusahaan Andi tadi menemui klien dari perusahaan 'ElangGrup'. Dan ternyata 'Elanggrup' itu adalah milik Erlangga, Bu." Malik menatap sang istri meminta pendapatnya. "Itu artinya Andi dan Erlangga akan sering bertemu bukan, Bu? Zahra saat ini tengah menangisi cintanya yang kandas karena Ayah, Bu." Aisyah membekap mulutnya terkejut. "Astaghfirullah, kenapa harus begini?" "Ayah juga berharap jika Zahra tidak bertemu lagi dengan Erlangga agar hati mereka tak kembali terluka. Karena Ayah tahu jika Zahra tidak mungkin menyakiti Andi. Tapi, jika mereka sering bertemu kemungkinan mereka untuk ...." Malik tak melanjutkan ucapannya karena yakin jika istrinya akan sangat faham maksudnya. Untuk itu, Malik hanya mengatakan sedikit kemungkinannya saja. Baik Aisyah maupun Malik tak menyangka jika Zahra akan bertemu kembali dengan Erlangga terlebih sekarang Andi bahkan bekerja sa
Hari berganti hari begitu terasa lama bagi Erlangga. Erlangga terus menghitung kapan dirinya akan bertemu kembali dengan Andi. Erlangga sangat berharap jika nanti Andi kembali membawa Zahra. Hingga waktu pertemuan kembali itu datang, Erlangga sangat kecewa ternyata Andi tidak datang bersama Zahra melainkan bersama asistennya. Raut kecewa dan tak semangat menyambut kedatangan dari perusahaan Andi begitu tertera di wajah Erlangga. Jimmy memang tahu akan hal itu, tapi Jimmy pun harus mengingatkan Erlangga jika Erlangga harus profesional dalam bekerja. Erlngga harus ingat jika dulu dirinya di tolak oleh ayah Zahra karena dirinya pria tak bermasa depan. "Masih banyak waktu untuk bertemu lagi dengannya, Pak Er," bisik Jimmy, "saya mohon untuk tetap profesional dalam bekerja jangan sampai Pak Er nanti di tolak kembali oleh orang tuanya karena masa depan Pak Er yang tidak jelas." Erlngga menatap Jimmy mengerti. Tentu saja penolakan Malik pada dirinya itu tak mungkin Erlangga lupakan. Karen
"Ra, aku ingin ajak kamu jalan nanti siang. Sekaligus makan siang'lah gitu. Apa kamu sibuk siang ini?" Zahra terdiam sejenak menimbang pertanyaan dari Andi. "Tidak, Kak. Aku akan sibuk nanti menjelang ke lulusan untuk sekarang masih belum." "Alhamdulillah syukur deh, udah nggak sabar juga pengen melafadzkan ijab qobul," ujar Andi bergurau. Zahra tersenyum tipis. Entah senang atau tidak saat Andi mengatakan ingin segera menikah. Zahra masih berusaha untuk meyakinkan dirinya untuk melupakan Erlangga dan berusaha mencintai Andi. Zahra tak ingin kembali ke masa lalu yang terus saja menyakiti hatinya. "Sabar dong! Kan cuma tinggal beberapa bulan lagi," ujar Zahra menyenangkan Andi. "Insya Allah dan tentu saja aku selalu sabar menunggu, Ra. Aku juga tidak mau nanti kamu malah tertekan dan nggak fokus kuliah gara-gara mikirinn ucapan'ku barusan. Maafkan aku ya, Ra." Tutur kata lembut, sopan santu juga rasa penyayang yang Andi berikan pada Zarha memang belum mampu membuat Zahra melupaka
Suasana sedikit canggung sampai Zahra kembali dari toilet. Kali ini Zahra memang tidak terlalu lama di toilet karena takut jika Andi curiga jika dirinya pernah berhubungan dengan Erlangga dulu. Zahra tak ingin menyakiti Andi karena Zahra merasa jika Andi tak bersalah atas kandasnya hubungan dirinya dengan Erlangga. Untuk itu, Zahra tak ingin Andi tahu jika dirinya dan Erlangga pernah berhubungan. Erlangga kembali menatap Zahra sekilas. "Apa saya mengganggu, kalian?" ujar Erlangga, "jika mengganggu mungkin lebih baik saya cari meja lain." Erlngga hendak pergi. "Tidak, Pak Er. Tidak sama sekali. Kita bisa duduk di meja yang sama di sini, iya'kan, Ra?" Zahra menatap Andi dengan tatapan yang sulit di artikan. "Iya," jawabnya singkat. Erlangga akhirnya duduk kembali bersebrangan dengan Zahra. Erlangga dengan mudah mencuri-curi pandang ke wajah gadis yang selalu di rindukannya. Zahra sendiri tak banyak mengeluarkan kata-kata hanya menjawab dan tersenyum jika Andi bertanya. Padahal sikap
Zahra mengambil napasnya walau dengan dada yang sesak. "Ya, itu mungkin pernah terjadi, tapi kita sudah tidak saling mengenal lagi." Zahra menatap Erlangga sedikit kesal karena Erlangga sama sekali tak ada niatan memperjuangkan cinta mereka. Lagi-lagi rahang Erlangga mengeras. Ludahnya berasa tersekat pahit di tenggorokannya. Erlangga mengerti apa yang di ucapkan oleh Zahra. Erlangga menganggap jika itu karena kini Zahra sudah mencintai Andi. Suasana tegang berlangsung kembali cukup lama. Apalagi kini Andi pun merasakan hal yang sama dengan Zahra dan Erlangga, yaitu sesak. Dari beberapa hari lalu Andi memikirkan tentang hubungan Zahra dan Erlangga. Namun, Andi tak menyangka jika rasanya sesakit itu saat tahu yang sebenarnya. Tentang perasaan Erlangga jangan di tanya lagi. Keinginannya untuk kembali pada Zahra akan dia lanjutkan jika Zahra masih mau menerimanya. Akan tetapi, kini pertanyaan itu terjawab sudah dan nyatanya Zahra sudah tak ingin menerimanya. "Kak, apa kita bisa seger