Share

Bab 3. Penyesalan

Erlangga memutuskan untuk pulang ke rumahnya. Walau sedikit ragu karena sudah terlalu lama dirinya meninggalkan sang papa. Saat Erlangga tengah melamun menatap pintu gerbang rumahnya.

Tin! Tin!

Erlangga terkejut saat klakson mobil terdengar nyaring di telinganya, Erlangga menoleh pada arah mobil. "Papa ...," ucapnya menatap pria paruh baya yang di tinggalkannya.

3 bulan kemudian ...

Hari ini Zahra dan Andi di ajak oleh Malik untuk menghadiri acara penyambutan CEO baru di kantor sahabat Malik. Malik sedikit memaksa Zahra dan Andi untuk ikut. Alasannya agar Malik sekalian memperkenalkan anak dan calon menantunya pada semua rekan kerja dan sahabatnya.

"Memang harus ikut kah, Ayah?"

"Harus dong, Di. Biar Ayah kenalkan kamu pada rekan kerja juga sabahat Ayah."

Andi menoleh pada Zahra yang menundukkan wajahnya. "Baiklah, Ayah. Ra, apa kamu keberatan?"

Zahra mengangkat wajahnya. "Tidak, Kak," jawabnya pelan.

"Baiklah kita berangkat sekarang, Ibu mana?"

Zahra menoleh pada arah Bu Aisyah yang tengah berjalan menghampiri mereka. "Itu Ibu sudah siap, Ayah."

Mereka pun bersuka cita memasuki mobil. Terlebih Malik yang begitu bersemangat menghadiri acara itu. Zahra dan Andi pun ikut tertawa saat ayahnya sedikit bergurau.

Tiba di tempat acara, Malik semakin melebarkan senyumannya. Malik begitu bangga saat memperkenalkan calon menantunya pada sahabat serta rekan kerjanya. Malik tak henti-hentinya memuji Andi, calon menantunya yang katanya begitu soleh.

"Ayah terlalu berlebihan. Andi belum sebaik itu, Ayah."

"Nah, itu. Bahkan calon menantuku ini sangat rendah hati, he he."

"Kamu begitu beruntung ya, Lik. Calon menantumu memang terlihat sempurna."

"Itu benar sekali, aku sangat beruntung." Malik menoleh pada Andi yang merasa malu karena Malik terlalu memujinya.

"Jadi, kalian kapan akan menikahnya?" tanya salah satu rekan Malik pada Andi.

"Insya Allah setelah Zahra lulus kuliah, Om."

"Yah ... itu bagus. Lebih cepat lebih baik," kata rekan Malik dengan tawa renyahnya.

Tak lama yang punya acara pun datang. Yudistira Syahputra, menyambut semua tamunya dengan sangat gembira. Lalu Malik pun menghampiri Yudistira melepas rindu sahabat lama.

"Yudis, apa kabar nih? Masya Allah, sudah lama sekali kita tak bertemu, yah?" Malik dan Yudis pun saling merangkul.

"Alhamdulillah aku baik, Lik. Bahkan aku saat ini sangat baik, he he."

"Alhamdulillah itu. Oh iya katanya putramu sudah kembali dan sudah menjadi pria hebat dan berhasil memenangkan tender-tender besar?"

"Itu benar, Lik. Maka dari itu aku mengundangmu, he he."

"Sayang sekali putriku sudah punya calon, ha ha."

"Kamu memang selalu terdepan dariku, Lik."

"Kamu bisa saja, Dis. Kamu pun begitu hebat mampu mengembangkan usahamu dengan sangat cepat dan singkat."

"Ini karena putraku yang mampu selalu berhasil mengambil hati para investor juga rekan kerja kita, Lik," ujar Yudis dan mengenang kembali saat Erlangga berjuang untuk berubah.

"Aku jadi penasaran dan ingin sekali bertemu dengan putramu yang hebat itu, Dis," kekeh Malik dengan penasaran.

"Tentu saja kalian harus bertemu dong. Aku ingin memperkenalkan putraku pada kalian."

"Di mana dia sekarang, Dis?"

"Tadi aku hubungi masih di jalan, kena macet biasalah jalanan Ibukota," ujar Yudis sambil menengok jam di tangannya. "Mungkin sebentar lagi dia datang," ucapnya lagi.

"Ayah, Zahra izin ke toilet dulu, takut Ayah nyariin Zahra." Zahra merengkuhkan badannya menyapa Yudis.

"Ini putrimu, Lik? Waaah cantik sekali, sayang banget sudah punya calon ya?"

"He he iya, Dis."

"Om, Zahra," sapa Zahra dengan lembut.

"Iya iya, selamat bersenang-senang, Nak. Apa kamu menikmati pestanya?"

"Zahra menikmati kok, Om. Zahra pamit ke toilet dulu." Zahra kembali merengkuh pada Yudis.

"Iya, silahkan, silahkan."

Tak lama terdengar suara pembawa acara itu membuka acaranya. Lalu di luar, terlihat seorang pria gagah dan tampan keluar dari mobilnya. Dengan sangat terburu-buru karena acara sudah di mulai.

Malik asyik ngobrol dengan Yudis. Sampai suara tepuk tangan pembukaan menyambut CEO baru itupun terdengar. Malik akhirnya berhenti ngobrol dengan Yudis. Mereka menatap lurus ke depan dan memperhatikan rangkaian acara demi acara. Sampai tiba acara sambutan dari CEO baru itu terdengar.

Suara tepuk tangan dan sorak ramai dari semua hadirin yang datang begitu meriah. Mereka begitu bangga dan terharu pada pria muda itu. Karena pria muda itu telah berhasil menjadikan perusahaannya menjadi perusahaan yang mampu bersaing dengan perusahaan besar. Karena tender-tender yang di menangkannya. Namun, tidak bagi Malik dan Zahra yang sangat terkejut saat melihat siapa pria muda yang sukses itu.

Deg!

"Kak Erlangga," lirihnya dengan sangat terkejut, dan untungnya Andi tak mendengarnya karena suara sorak ramai di ruangan itu.

'Pria urakan itu? Tak mungkin bukan? Tidak, itu tak mungkin dia,' gumam Malik shok saat melihat Erlangga berdiri di depan panggung.

Malik sangat-sangat shok karena pria urakan yang dulu di makinya kini begitu berubah. Malik berkali-kali menepis kenyataan itu dan berharap hanya mimpi. Akan tetapi, kenyataan itu ternyata memang benar adanya. Andi yang memang tidak tahu apa-apa tentang Erlangga pun bertepuk tangan meriah saat Erlangga menyampaikan sambutannya dengan sangat gagah, berkharisma serta bermasa depan cerah.

Zahra begitu terharu dan bahagia dengan perubahan Erlangga yang drastis. 'Kak, aku rindu Kakak. Tapi aku sadar pasti Kakak sudah melupakanku, kan?' gumam Zahra dalam hatinya. Zahra menguatkan hatinya untuk tetap bisa menahan tangisnya.

Andi yang melihat ada sedikit ke anehan dari Zahra pun menoleh. "Ra, kamu tidak apa-apa? Apa kamu sakit?"

Zahra menarik napasnya pelan, terus menahan tangisnya dengan memejamkan matanya. "Tidak, Kak. Aku baik-baik saja," ucapnya lagi.

"Kalau kamu sakit, kita bisa kayanya minta izin Ayah untuk pulang duluan," tawar Andi, "apa mau pulang saja?" tawarnya lagi karena melihat Zahra seperti kurang nyaman.

"Apa Kakak tidak masalah?"

"Tidak, ayo kalau mau pulang. Kita pamit dulu pada Ayah." Andi dan Zahra pun menghampiri Malik yang masih shok.

Malik terus menatap Erlangga tak percaya. Erlangga yang dulu dia maki, sebagai pria urakan dan tak bermasa depan. Ternyata adalah CEO baru dari perusahaan besar sekaligus putra dari sahabatnya yang baik hati.

"Ayah, apa kita boleh pulang duluan? Zahra kayanya kurang enak badan."

Malik menatap Zahra mengerti. Tentu saja Malik mengerti jika Zahra pasti shok seperti halnya dirinya. Pada akhirnya Malik pun memutuskan untuk ikut pulang saja bersama Zahra dan Andi.

"Ayah juga ikut pulang." Malik segera beranjak dari duduknya.

"Ayah serius?" tanya Andi, "tapi acaranya belum selesai Ayah," ucapnya lagi.

Saat Malik akan melangkahkan kembali kakinya. Yudistira memanggil namanya membuat jantung Malik semakin tak karuan. Apalagi Erlangga pun mengikuti Yudistira dari belakang walau tatapanya belum sampai melihat Malik.

"Lik, tunggu! Mau ke mana sih? Ko kaya buru-buru amat?"

Malik kini bisa menatap Erlangga dari dekat. Malik begitu menyesal dulu pernah memaki dan menolak Erlangga. Karena kini Erlangga lebih baik dari Andi. Erlangga begitu terlihat gagah dengan cara berpakaian yang elegan pula. Tidak seperti Erlangga yang Malik maki dulu, seorang preman dan pria urakan.

"Lik, ini putraku, Erlangga Yudistira. Bukannya kamu ingin kenalan?"

Erlangga baru bisa menatap lekat wajah Malik karena dari tadi dirinya sibuk dengan semua laporan yang menghubunginya. Erlangga menatap Malik yang mematung, lalu menoleh pada Zahra yang saat ini memejamkan matanya. Zahra tak sanggup untuk berhadapan kembali dengan Erlangga setelah 3 bulan lamanya mereka tak pernah hubungan.

"Erlangga," ucap Erlangga, "maaf saya buru-buru," ucapnya lagi tak ingin melihat dan menyapa ke arah Zahra.

'Kamu pasti sudah melupakanku'kan, Kak? Aku ikhlas, Kak. Semoga Kakak mendapatkan wanita yang lebih baik dariku,' lirihnya dalam hati dengan mata masih terpejam setelah kepergian Erlangga.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status