"Aku juga mikir gitu."
Ileana masih diam, menunggu kalimat Davie selanjutnya. Wanita itu menatap Davie dengan saksama. "Aku berharap bisa ungkap semuanya besok. Aku mau lihat gimana reaksi Papa. Selama ini, aku selalu nurutin apa kata Papa. Tapi kali ini, aku bakal buat Papa sadar kalau tindakan dia itu bodoh," lanjut Davie."Aku doain semoga semuanya cepat selesai," ucap Ileana.Davie tersenyum lalu mengusap rambut Ileana dengan lembut. "Makasih ya doanya. Tapi, ada satu hal yang harus kamu tahu, Ilea.""Apa itu?""Kemungkinan perusahaan Papa bakalan bangkrut. Aku jatuh miskin dan pasti semua harta Papa diambil alih."Ileana sedikit terkejut mendengar pernyataan Davie. "Separah itu?""Iya. Tapi itu masih dugaan sementara. Aku juga nggak tahu gimana nantinya. Semoga aja, itu nggak beneran terjadi," ujar Davie."Kita doa yang baik-baik aja. Jangan mikir yang negatif dulu."<Terlihat Dimas naik ke atas pentas sambil membawa sepasang cincin pertunangan. Jian pun kembali berbisik, "Lihat tuh si Dimas. Caper banget sama Pak Khairil.""Iya, Ji. Gue jadi ilfeel sama dia.""Sama, gue juga."Saat Davie hendak menyematkan cincin di jari manis Naura, tiba-tiba saja Davie berkata, "Sebelum saya pasangkan cincin ini, ada baiknya kita lihat video sebentar."Davie mengisyaratkan sesuatu pada seseorang yang berada di dekatnya. Seseorang itu adalah detektif sewaan Davie. Video pun diputar dan semua orang terkejut melihatnya."Davie, apa-apaan ini?!" teriak Khairil.Davie hanya tersenyum sinis dan terus melihat video itu. Sebuah video berdurasi singkat, sekitar 1 menit. Di dalam video itu terlihat Khairil tengah bersenggama dengan Naura di salah satu hotel dan rekaman itu terjadi seminggu sebelum Annisa ditemukan tewas terbunuh."Davie, tolong matikan videonya," pinta Naur
Waktu itu, Davie marah besar karena Khairil menjodohkannya dengan Naura. Ia tidak suka dengan wanita itu, namun dipaksa untuk menikahinya. Entah ada unsur apa sampai-sampai Khairil terus memaksanya.Saat Davie berdiam diri di kamar, ia menghubungi detektif sewaannya untuk membahas masalah ini. Ada banyak solusi yang diberikan oleh detektif itu."Kalau mereka licik, kita harus lebih licik lagi supaya semuanya terbongkar." Begitulah ucapan si detektif pada Davie via telepon."Tapi, gimana caranya?""Cukup ikuti sandiwara mereka.""Maksudnya, pura-pura setuju sama perjodohan itu?""Iya.""Memangnya nggak ada cara lain?""Ada sih. Tapi harus culik si Naura dan paksa dia buat mengakui semuanya.""Itu nggak mungkin dong. Bisa ketahuan sama Papa.""Makanya solusi pertama yang lebih tepat. Kita harus lakuin itu. Semua yang terlibat harus kita selidiki diam-diam.""Oke, kita pakai rencana pertama."Setelah selesai menghubungi detektif itu, Davie keluar dari kamar, berencana untuk menyatakan ba
Untuk mencari bukti-bukti tentang kejahatan Khairil, Davie menyerahkan semuanya pada Karina dan anak buahnya. Disaat ada kesempatan, Davie langsung menghubungi Karina. Seperti mencari rekaman video di dash cam mobil milik Khairil. Kebetulan Davie mengajak Khairil dan Naura untuk makan malam bersama di luar. Mereka pergi menggunakan mobil Davie.Sebelumnya, Davie sudah memberitahu rencana itu pada Karina dan memintanya bersiap di sekitar area perumahan elit itu. Karina menyetujui ide brilian Davie."Tumben kamu ngajak Papa juga. Harusnya kan kamu makan berdua aja sama Naura. Biar lebih romantis.""Ya aku emang lagi pengen aja ngajak Papa. Kalau makan berdua nggak seru.""Oh, gitu." Khairil tampak manggut-manggut sambil melirik sekilas ke arah Naura yang begitu cantik di matanya. Naura juga terlihat mencuri kesempatan untuk melirik Khairil yang duduk di kursi belakang sambil tersenyum simpul.Sayangnya, Davie tidak melihat keanehan itu. Ia tetap fokus menyetir karena jalanan cukup ramai
Keesokan harinya, Davie berhasil mengambil hasil rekaman kamera tersembunyi dan rekaman suara. Kebetulan Khairil dan Naura sedang tidak berada di rumah. Sejak pagi, Davie sengaja tidak keluar dari kamar untuk melanjutkan rencana berikutnya.Sebelum mengambil rekaman itu, Davie memastikan terlebih dulu, apakah semuanya sudah pergi atau belum. Setelah semuanya aman, barulah Davie melancarkan aksinya.File hasil rekaman itu ia pindahkan ke dalam iPad miliknya, kemudian kembali mengamankan alat-alat perekam itu ke tempat semula. Selama seminggu ini, Davie akan terus mencari bukti-bukti yang lebih banyak lagi.Rekaman suara diputar. Davie berusaha menguatkan mental untuk mendengarkan percakapan dua pengkhianat itu."Om, si Davie kok bego banget ya. Masa dia nggak curiga gitu sama kita."Davie bisa mendengar dengan jelas suara Khairil saat tertawa. "Ya emang dia bego. Begonya dia sama kayak Mamanya.""Oh, pantesan. Ternyata turunan ya."Davie mengepalkan tangannya saat Naura dan Khairil men
Setelah semua kekacauan berakhir, kini para tamu undangan mulai pergi satu per satu dari lokasi pertunangan tersebut. Hanya menyisakan beberapa investor, Ileana, Jian dan Karina. Kini, Davie harus dihadapkan dengan ujian lain.Beberapa investor yang tersisa di sana menyatakan untuk mengakhiri kontrak kerjasama dan akan menarik semua saham mereka. Davie sudah menduga hal ini akan terjadi."Maaf, Pak Davie. Karena di sini Bapak termasuk ahli waris Pak Khairil, saya ingin mengakhiri kontrak kerjasama kita. Saya nggak mau perusahaan saya ikutan jelek karena berita buruk ini. Saya mohon maaf karena memutuskan secara mendadak," ucap salah satu investor."Saya juga, Pak Davie. Kita semua tahu, yang salah bukan Pak Davie. Tapi kami takut terkena dampak dari kasus ini," lanjut yang lain.Davie mengangguk paham. Ia tidak mungkin memaksa para investor itu untuk tetap mempertahankan saham di perusahaan milik Khairil."Baik, Pak. Besok, mohon datang ke kantor untuk membahas masalah ini ya," pinta
"Iya, aku mau."Mendengar jawaban Ileana, Davie langsung berucap syukur dan memeluk wanita itu dengan erat. Ileana hanya tersenyum melihat reaksi Davie. Ia berharap, semoga keputusannya ini tepat. Sejauh ini, Davie memang sangat peduli pada Ileana."Makasih, Ilea," ucap Davie setelah melepas pelukannya.Jian tersenyum sambil berdeham. "Ciye, akhirnya pacaran juga. Buruan gih minta restu sama Ayahnya Ilea, Pak. Biar langsung halal aja gitu.""Hush!" Ileana menepuk lengan Jian. "Nggak secepat itu juga kali. Kan butuh persiapan yang matang. Gimana sih?!""Tapi aku setuju sih sama Jian. Lebih cepat kan lebih baik. Biar leluasa peluk-peluk kamu," kata Davie.Ileana melotot dan mencubit perut Davie. Pria itu hanya merespon dengan tawa bahagianya. Perjuangannya mengejar Ileana tidak sia-sia. Wanita itu pun bisa ia luluhkan juga."Ayo, kita pulang. Sekalian aku mau minta restu sama Ayah kamu," ajak Davie."Ayo.""Ilea, gue balik ke rumah aja ya. Capek, mau istirahat," ujar Jian."Lo nggak mau
"...Tolong restui kami."Ikhwan menatap Davie dengan tajam. Sangat berbeda jauh dari sebelumnya. Ikhwan benar-benar tidak bisa menerima kenyataan bahwa Davie adalah anak dari seorang pembunuh. "Kalau Om bilang enggak, ya enggak! Kamu tuli ya?!""Ayah, tolong jangan kayak gini. Davie itu orang baik. Dia nggak sama kayak Papanya," lirih Ileana.Ikhwan tetap pada prinsipnya. Sekali tidak, tetap tidak. Sifat keras kepalanya kembali terlihat. "Enggak! Kamu masuk ke rumah, Ilea!""Tapi, Yah-""Masuk!" teriak Ikhwan.Ileana menatap Davie dengan air mata yang sudah membasahi pipi. Davie hanya bisa memberi isyarat dengan anggukan kepala agar Ileana menuruti ucapan Ikhwan. Setelah itu, Ileana berlari masuk ke dalam rumah sambil menangis.Sedangkan Davie masih tetap berdiri di tempatnya. "Om, kasih Davie kesempatan buat buktiin semuanya. Davie mohon.""Nggak ada istilah kesempatan. Kamu pergi sekarang dan jangan pernah datang ke rumah ini lagi," usir Ikhwan. "Dan satu hal lagi, Ileana nggak akan
Davie memelankan sedikit laju mobilnya saat berbelok ke kiri. Benar kata Ileana, rumah Aldi berada di tepi jalan dan tidak jauh dari pertigaan itu. Davie menghentikan mobilnya di tepi."Ini rumahnya, Sayang?" tanya Davie sambil memperhatikan rumah mewah itu."Iya. Dia adik kandungnya Ayah.""Oh, gitu." Davie manggut-manggut. "Ya udah, yuk kita turun.""Tunggu dulu, Davie."Davie mengernyit heran. "Loh, ada apa, Sayang? Tadi kan kamu yang minta ke sini."Ileana hanya diam sambil menatap rumah mewah dengan halaman yang cukup luas itu. Entah mengapa langkahnya merasa ragu. Jantungnya berdegup kencang sekali."Sayang," panggil Davie.Wanita itu terhenyak. Ia menatap Davie dengan mata yang berkaca-kaca. Seketika Davie terkejut dan merasa bingung saat melihat Ileana mulai bersedih seperti itu."Sayang, kamu kok nangis? Ada apa? Cerita sama aku," ujar Davie sambil menyentuh pipi Ileana."Aku cuma takut, Om nggak mau terima aku. Soalnya, aku udah lama nggak ketemu sama Om Aldi."Davie mengusa