“Pagi, Mba. Eh, iya, tadi Bu Arletta cari Mbak. Katanya kalau sudah datang, Mbak diminta ke ruangan katanya,” ucap Miko begitu melihat kedatangan Elena.
Mendapati informasi itu membuat Elena segera menaruh tasnya di atas meja kerjanya. Dengan penuh tanda tanya, ia bergegas menuju ruang kerja bosnya. Arletta tidak akan repot-repot mendatangi ruangannya sepagi ini jika tidak ada hal yang penting untuk mereka bahas tentunya.
Elena memasuki ruang kerja Arletta setelah sebelumnya mengetuk pintu ruangan itu. Seorang wanita dengan seulas senyum di bibirnya, membuat Elena turut menarik sudut bibirnya sebelum menyapa. “Pagi, Bu Arleta. Ibu tadi memanggil saya?” tanyanya ramah.
“Iya, Len. Sini duduk, dulu.” Arletta menyambut Elena. Arletta cukup akrab dengan Elena. Ia menyukai Elena yang cekatan dan selalu bisa diandalkan. Sehingga terkadang bosnya itu memperlakukannya layaknya teman dibanding karyawan.
"Masih inget sama Rasky Karindra?" tanya Arletta dengan nada penuh semangat. Bahkan senyuman Arletta bahkan mengembang lebar begitu menyebut nama pria itu.
Ekspresi Arletta berbanding terbalik dengan Elena yang seketika itu melotot terkejut. Elena yang baru menempelkan bokongnya di kursi mendadak beku begitu nama seseorang di masa lalunya disebut secara spesial oleh atasannya.
"Ih…, itu loh artis yang lagi terkenal itu, yang dulu sempat kita ajak kerjasama tapi sampai sekarang gak ada kabarnya," tambah Arletta agar Elena yang sedari tadi diam bisa kembali mengingat artis terkenal itu.
Elena bukan tidak tahu atau tidak mengenal nama itu. Ia sedang syok. Mengapa orang itu tiba-tiba muncul lagi di kehidupannya? Terlebih setelah kejadian kemarin. Elena bahkan berharap tidak akan pernah bertemu kembali dengan pria itu.
"Ada kabar baik yang harus aku kasih tahu ke kamu, Len. Dia akhirnya setuju kerjasama dengan kita…." Nada suara Arletta terdengar sangat bahagia. Sementara Elena, justru tengah berusaha menelan salivanya dengan susah payah. Apa yang dikatakan Arletta benar-benar membuatnya terkejut. Alih-alih bahagia, Elena justru merasa hal buruk akan mengikutinya jika berhubungan kembali dengan pria bernama Rasky Karindra.
"Dan aku minta kamu yang akan handle kerjasama ini." Tubuh Elena langsung menegang seketika ketika mendengar kalimat demi kalimat yang diucapkan oleh bosnya itu. Tuh, kan apa Elena bilang. Hidupnya akan tidak baik-baik saja jika berhubungan dengan pria itu. Jangankan untuk bekerjasama. Bertemu saja Elena sudah bergidik ngeri.
“Tapi, Bu. Saya rasa… saya gak yakin untuk handle kerjaan ini. Lagipula… Ibu tahu sendiri, project kerjasama dengan Rasky beberapa tahun lalu itu kan gagal.” Elena berusaha untuk mengubah keputusan Arletta. Mencoba mengingatkan wanita itu akan kegagalan yang pernah ia lakukan. oh, ralat. Bukan Elena. Tetapi kegagalan itu disebabkan oleh pria yang namanya baru saja disebutkan oleh Arletta.
“Gak bisa, Len. Aku maunya kamu sendiri yang handle. Kali ini kamu gak perlu cari kontaknya atau ngejar-ngejar dia kayak dulu.” Arletta mencoba meyakinkan Elena. Baginya tidak ada yang lebih bisa bekerja sama dengan Rasky selain Elena.
“Kamu cuma perlu ketemu dan meeting sama dia untuk bahas kerjasama ini. Lagi pula… kerjasama dengan brand ambassador kan ada di divisi kamu, Len. Saya gak mau orang lain yang handle ini. Saya sudah janji sama Papa kalau kerjasama ini akan berhasil dan bisa membuat keuntungan hotel kita naik tahun ini.” Elena ingin sekali merutuki bosnya ini. Ucapannya sungguh bertolak belakang.
Ia bilang hanya perlu ketemu dan meeting. Tapi ujung-ujungnya tetap saja ia diminta untuk meyakinkan Rasky agar mau bekerja sama dengan perusahaannya. Dan jangan lupa, kerja sama ini harus menguntungkan.
“Tapi, Bu-,”
“Kalau perusahaan kita untung. Kamu bakalan aku kasih bonus lebih. Gimana? Deal?” Arletta langsung memotong ucapan Elena seraya mengangsurkan tangannya untuk dijabat oleh lawan bicaranya itu.
Dengan tatapan ragu Elena menatap uluran tangan Arletta, sementara Arletta yang merasa Elena terlalu lama menyambut uluran tangannya langsung meraih tangan wanita itu. "Deal!" ucapnya dengan penuh semangat.
***
Elena duduk sendirian di sebuah kafe yang malam itu terlihat sepi. Wanita itu sesekali mengecek ponselnya, berharap jika orang yang ia tunggu tidak datang malam ini.
Suasana seperti malam ini mengingatkannya akan kejadian yang pernah ia lalui beberapa tahun silam. Kejadian yang menjadi awal mula hatinya dipatahkan oleh seseorang yang sangat dirinya kagumi sejak lama.
Elena masih ingat saat itu ia masih menjadi junior di perusahaan tempatnya bekerja saat ini. Elena yang merupakan junior di divisinya mendapatkan sebuah tugas yang menurutnya sangat menantang sekaligus menyenangkan.
Ia mendapatkan tugas untuk menghubungi Rasky Karindra dan mengajak pria tersebut untuk bekerja sama dengan perusahaannya sebagai brand ambassador. Elena yang memang mengidolakan Rasky yang saat itu terkenal sebagai seorang aktor terkenal tentu saja senang bukan main.
Ia dengan semangat yang menyala langsung menyetujui tugas itu agar diberikan kepadanya. Wanita itu mulai mencari kontak agensi yang menaungi Rasky. Secara tiba-tiba di otak cemerlang Elena muncul sebuah nama. Damar, yah, pria itu pernah bekerja sama dengan Rasky dan mungkin saja Damar mengenal Rasky sehingga bisa membantunya.
Elena buru-buru menghubungi pria yang sudah hampir setahun ini gencar melakukan pendekatan dengannya itu.
"Halo, Dam. Sibuk gak?" basa-basi Elena membuka percakapan.
"Hai, Len. Gak kok, aku gak sibuk. Ada apa? Ada yang bisa aku bantu," jawab Damar dengan nada excited yang bisa Elena tangkap.
"Ehm..., aduh aku gak enak mau ngomongnya," ucap Elena yang tiba-tiba bingung ingin memulai dari mana.
"Santai aja kali, Len. Ada apa? Ada yang bisa kau bantu?" tanya Damar yang menangkap rasa canggung yang Elena rasakan.
"Ehm..., jadi gini. Kantor aku ada ngasih tugas gitu untuk buat ajak Rasky Karindra kerja sama nadi brand ambassador hotel."
"Terus?" pancing Damar lagi karena Elena masih terdengar bimbang untuk melanjutkan kalimatnya.
"Kamu kan pernah ada kerja bareng dia, Kamu kenal dia atau nomor hpnya gak?" Sebuah senyuman terbit di bibir Damar. Pria itu berpikir jika ini bisa menjadi peluang baginya untuk lebih dekat lagi dengan Elena.
"Wah, kebetulan banget gak sih? Aku pernah satu management sama dia. Aku ada nih nomor manajernya. Tuh, udah aku kirim ke nomor kamu," balas Damar yang ternyata langsung mengirimkan nomor manajer Rasky kepada Elena.
Elena begitu senang saat menerima pesan yang dikirimkan Damar. "Damar, makasih banget. Gue berhutang sama lo. Sebagai gantinya lo mau gue traktir apa?" tanya Elena dengan suara riang yang bisa Damar dengar.
"Kalau traktir aku makan malam gimana?" tanya Damar yang tidak ingin membuang kesempatannya begitu saja.
"Boleh, buat waktunya nanti aku info lagi, gimana?" tanya Elena menyetujui keinginan Damar.
"Oke. Aku tunggu," balas Damar sebelum Elena memutuskan panggilan karena wanita itu harus buru-buru menghubungi manajer Rasky.
Hari itu Elena tersenyum bahagia. Ia bukan saja berhasil menghubungi manajer Rasky, tetapi ia bahkan sudah berhasil membuat temu janji dengan sang artis keesokan harinya.
Elena kembali menghubungi Damar, dengan perasaan bahagia ia menceritakan hal itu kepada Damar. Bahkan untuk memenuhi janjinya, Elena mengajak Damar makan malam pada hari itu.
Elena bercerita panjang lebar kepada Damar tentang rasa kagumnya yang sudah sejak lama ia miliki kepada Rasky. Wanita itu bahkan menyempatkan diri untuk membeli pakaian baru untuk bertemu dengan Rasky besok saking senangnya.
Hingga tiba hari di mana Elena akan bertemu dengan Rasky, Elena datang lebih awal dan duduk di sebuah restoran sambil mengecek penampilannya di cermin. Sejujurnya ia gugup karena sebentar lagi akan bertemu dengan Rasky, artis yang sudah lama menjadi idolanya.
Elena tersenyum malu sambil menatap wajahnya di cermin. Hari itu ia bahkan berdandan lebih lama dari biasanya. Ia tidak ingin mengecewakan Rasky di pertemuan pertama mereka.
Wanita itu kembali mengecek jam di pergelangan tangannya. Sudah hampir tiga jam ia menunggu Rasky di kafe itu. Menyadari jika ia sudah lama menunggu, Elena pun mengirimkan pesan ke nomor manajemen Rasky, menanyakan kepastian pertemuan mereka malam ini.
Ekspresi Elena tampak kecewa ketika menyadari nomor manajer Rasky tidak aktif malam itu. Untuk menghilangkan kebosanan, Elena mencoba berjalan melihat-lihat sekitar kafe, berharap Rasky datang memenuhi undangannya.
Pandangan Elena terhenti di sebuah meja. Di sana ada Rasky bersama dengan seorang wanita yang tidak Elena kenal. Wajah mereka tampak serius ketika berbicara, membuat Elena menjadi bimbang. Akan mendekat atau menunggu Rasky selesai berbicara dengan wanita itu.
Setelah menimbang cukup lama, Elena akhirnya memantapkan diri untuk mendatangi Rasky. Wanita itu tersenyum ketika matanya dan Rasky bertemu. "Maaf, Mas Rasky, saya boleh minta waktunya sebentar?" sapa Elena ramah.
Rasky membalas senyuman Elena sama ramahnya. Pria itu mengangguk dan tanpa banyak bicara mengambil ponsel dalam genggaman Elena dan berkata, "mau minta foto, kan? Sini saya yang fotoin aja," ucapnya sambil mengarahkan ponsel Elena ke arah mereka.
Bodohnya, Elena yang kikuk justru malah memasang senyuman ke arah kamera ponselnya. “Nih, udah kan?” ucap Rasky sambil mengembalikan ponselnya.
Pria itu kembali fokus pada lawan bicaranya begitu selesai mengembalikan ponsel milik Elena, sementara Elena tampak ragu ingin mengatakan keinginannya sesungguhnya pada pria itu.
Merasa bingung karena Elena tidak juga pergi, Rasky pun melemparkan tanya ke arah wanita itu. “Ada apa yah, Mbak?” tanya Rasky berusaha sopan, karena sejujurnya ia mulai terganggu dengan ulah Elena yang ia kira adalah penggemarnya.
“Eh…, saya ke sini karena ada janji dengan Mas Rasky,” ucap Elena menjelaskan maksud dirinya masih berada di sekitar pria itu.
Dahi Rasky berkerut. Ia tidak mengerti dengan maksud ucapan Elena. Karena seingatnya ia tidak memiliki janji dengan siapapun hari itu dan terlebih ia tidak mengenal Elena.
“Maaf yah, Mbak. Sepertinya Mbak salah orang. Saya gak kenal Mbak. Jadi, gak mungkin Mbak ada janji dengan saya,” balas Rasky.
“Itu saya sudah buat janji dengan-“
“Mbak! Ngerti gak sih kalau kita terganggu? Jangan bohong yah, Mbak. Saya udah sering loh, denger orang ngomong kayak gitu demi dekat dengan Rasky,” ucap wanita yang menjadi lawan bicara Rasky sejak tadi.
“Ayo, Ras kita pergi aja dari sini. Ngapain ladenin penggemar lo yang freak ini,” lanjut si wanita yang langsung menarik tangan Rasky untuk pergi meninggalkan Elena yang tercengang.
“Lo-loh, Mbak. Mas?” ucap Elena berusaha menghadang keduanya.
Rasky menatap tajam Elena yang masih berusaha menahan kepergiannya. “Mbak. Selagi saya masih bicara baik-baik, lebih baik Mbak pergi, deh. Saya gak kenal sama Mbak dan gak ada urusan sama Mbak. Jadi, sebelum saya teriak dan Mbak dikira yang gak-gak. Mending minggir,” balas Rasky penuh penekanan. Membuat Elena terkejut karena tidak mengira jika idolanya bisa bersikap seperti itu.
Elena masih duduk terdiam di restoran itu walaupun sudah lebih dari satu jam Tirto pergi meninggalkannya.Wanita itu duduk termenung dengan hati dan kepala yang sedang berdebat tanpa kesudahan. Terlihat tenang diluar tanpa ada yang tahu jika isi kepalanya tengah berteriak riuh.Ia pikir, ide untuk pergi ke mall bisa membuatnya berhenti melupakan masalahnya. Nyatanya, ia justru bertemu dengan Tirto. Pria yang justru membuatnya kembali memikirkan hal yang sedang ia hindari.Membuat Elena sadar apa yang dikatakan oleh Tirto ada benarnya. Bahwa menghindar dan berpikir seakan semua sudah selesai bukanlah hal yang benar. Pria itu memintanya menyelesaikan semuanya dengan cara bertemu kembali dengan Rasky dan membicarakannya dengan baik-baik. Namun, jangankan untuk berbicara baik-baik. Elena saja tidak tahu bagaimana cara kembali bertemu dengan pria itu.Elena sudah mengabaikannya, bahkan memblokir nomornya..Lalu apa alasan yang bisa ia berika
Rasky menatap lega pesan yang dikirimkan oleh Gia. Sahabatnya itu mengatakan jika dirinya baik-baik saja dan mengucapkan terima kasih pada Rasky atas bantuan pria itu.Rasky pun membalas pesan Gia, ia berpesan agar wanita itu agar tidak sungkan untuk meminta bantuannya. Setelah membalas pesan Gia, tatapan Rasky kini tertuju pada pesan dari Elena yang belum dibaca oleh wanita itu.Ini pernah terjadi beberapa bulan lalu, ketika ia masih mengejar cinta Elena. Setelah mereka resmi berpacaran, sikap menyebalkan Elena ini sudah tidak pernah terjadi lagi.Rasky tahu jika Elena mungkin marah padanya yang tidak datang waktu itu. Ia juga tidak menjawab panggilan Elena. Ia paham. Sangat paham. Namun, di saat ia ingin memberikan penjelasan. Wanita itu seakan menutup semua akses yang Rasky punya. Dan itu menyebalkan.Rasky menghembuskan napas kasar. Ia menjambak rambutnya untuk menyalurkan perasaannya yang sedang berantakan.Ini semua lagi-lagi karena dir
Melupakan seseorang ternyata tidak semudah menerima kehadirannya. Elena merasa jika kalimat itu benar. Karena tengah merasakan hal itu saat ini.Wanita itu masih berdiri di depan sebuah toko yang memajang gambar besar seorang pria yang tengah tersenyum lebar. Senyum pria terlihat begitu bahagia, menyihir setiap mata yang melihat untuk turut tersenyum. Seolah ikut merasakan perasaan bahagia yang terpancar dari wajah tampan dan senyuman menawan itu.Entah sudah berapa Elena berdiri di sana hingga seorang wanita menghampirinya sambil tersenyum. “Silakan dilihat-lihat dulu saja, barangkali ada yang cocok,” ucap wanita itu ramah.Elena menatap wanita itu dan tersenyum sambil menggeleng, lalu pergi. Ini bahkan sudah hampir seminggu sejak terakhir ia berbagi pesan dengan orang itu. Namun, dirinya masih belum bisa melupakan sosoknya.Kebersamaan keduanya memang belum begitu lama. Tetapi segala hal yang berhubungan dengan Rasky nyatanya masih beg
Siang itu matahari bersinar dengan terik, membuat Elena dan teman-temannya memilih makan siang di dalam kantor. Para wanita yang tidak ingin berkeringat atau merasakan kulitnya terbakar tentu saja menolak dengan tegas usulan Miko yang mengajak mereka makan siang di luar kantor."Ini kan jadwalnya kita makan di luar. Kenapa banget sih ciwi-ciwi ini gak mau kena panas dikit aja," gerutu Miko pada Diaz."Sht... Udah diem," ucap Nayla sambil memasukkan sesendok penuh nasi beserta lauknya ke dalam mulut Miko agar pria itu sibuk mengunyah dibandingkan menabur genderang perang dengan dua wanita lain yang ada di meja itu.Mata Miko sempat melotot dengan kelakuan Nayla. Benar-benar mulai berani ternyata juniornya ini."Emangnya lo mau bayarin skin care kita? Atau bayarin perawatan kita ke dokter kulit?" Nayla pikir kedua wanita itu tidak ada yang mendengar gerutu Miko. Namun nyatanya, Tania cukup jeli dan sepertinya perang mulut sebentar lagi akan dimulai.
Proses syuting sudah selesai kemarin dan mereka pun langsung bertolak untuk kembali pada pekerjaan mereka setelah semalam mereka menghabiskan waktu dengan makan malam bersama untuk merayakan lancarnya proses syuting mereka hari itu.Elena dan Rasky tengah duduk berdampingan di dalam pesawat yang akan membawa mereka ke tempat asal mereka. Rasky sudah mewanti-wanti Elena agar memesankan tiket pulang untuknya di hari yang sama dengan wanita itu. Ia juga meminta agar bisa duduk bersebelahan dengan Elena.Alasannya adalah hitung-hitung mengganti waktu kencan mereka yang tertunda karena kesibukan Rasky yang cukup padat akhir-akhir ini."Kamu kangen gak sih sama aku?" tanya Rasky random. Membuat Elena mengerutkan dahinya sesaat."Kita dari kemarin kan bareng terus. Cuma pas ke toilet sama tidur aja kan pisahnya? Terus gimana konsepnya nanya kangen?" Elena balik bertanya.Rasky sempat mengangguk sesaat. Ia mengaku jika pertanyaan perlu diralat.
Ketegangan muncul di wajah tim advertising pagi itu. Pasalnya lawan main Rasky dalam iklan kali ini mendadak tidak bisa hadir karena baru saja mengalami kecelakaan ketika menuju ke lokasi syuting.Mereka tengah bingung akan mencari darimana lawan main Rasky, mengingat proses syuting akan dimulai beberapa menit lagi."Terus gimana dong, nih?" tanya Miko pada tim advertising yang juga sama bingungnya seperti dirinya.“Pemeran pengganti sudah dihubungi belum?” tanya salah seorang di tim advertising pada temannya yang lain.“Sudah. Cuma dia lagi dirawat di rumah sakit. Sementara model yang lain lagi ada kerjaan.”Miko menghela napas gusar. Bisa gawat kalau sampai syuting hari ini berantakan. "Selebgram sini gak ada yang lagi free gitu?" tanya Miko pada tim Advertising yang juga berada di lokasi syuting."Kita lagi coba hubungi selebgram yang lain. Cuma agak sulit karena kan lo tahu sendiri gimana standar