Share

Bab 7 Kondisi yang Sebenarnya

"Ini, Nona." Petugas itu kembali memberikan kertas itu kembali, kemudian mempersilahkan Lucia untuk lewat.

Dengan langkah cepat, Lucia menarik kopernya sembari menyapu pandangannya ke seluruh area bandara yang masih bisa dijangkau oleh matanya. Sosok tadi sudah menghilang, hanya terlihat sekumpulan orang yang tidak dikenal, berlalu-lalang di hadapanya. Lucia mencoba melihat ke sekelilingnya sekali lagi. Namun, dia tidak juga menemukan keberadaan pria yang mirip Dean.

"Mungkin aku salah lihat atau mungkin hanya mirip," monolog Lucia lirih seraya menunduk dengan wajah kecewa.

Tidak ingin terlalu banyak berpikir, Lucia memutuskan untuk segera pulang. Sebelum menaiki taksi, dia memandang lurus depan dan terdiam selama beberapa detik. Ada jejak keraguan dalam ekspresi wajahnya ketika akan melangkah. Apalagi saat mengingat dia akan kembali untuk tinggal di kota Y lagi, perasaannya semakin tidak menentu.

Meskipun dalam hati dia terus mencoba menengkan dirinya. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa dia masih merasa takut. Takut kalau dirinya akan terluka dan tersakiti lagi dengan kejadian 3 tahun lalu.

Dalam perjalanan menuju kediaman orang tuanya, Lucia hanya diam sembari menatap ke arah luar kaca mobil. Tidak banyak yang berubah dari kota kelahirannya, selain bertambahnya bangun baru di sepanjang jalanan yang dia lewati.

Saat sedang termenung, tiba-tiba pandangan matanya tertuju pada gedung mewah yang bertuliskan Merion Corp.

Itu adalah perusahaan Dean. Gedung pencakar langit itu juga milik keluarga Anderson. Merion Corp merupakan perusahaan terbesar di negara Z jadi tidak heran jika perusahaan mereka memiliki gedung paling tinggi di kota Y. Tidak sulit untuk mencari perusahaan Merion Corp karena letaknya berada di pusat kota.

Ketika Melihat gedung tersebut, seketika ingatan Lucia kembali ke masa, di mana dia sering ke kantor Dean hanya untuk mengantarkan makan siang untuknya. Lucia memang sudah menyukai Dean sejak duduk di bangku sekolah menengah pertama. Awalnya dia hanya kagum. Namun, lama-kelamaan rasa kagum tersebut berkembang menjadi perasaan cinta.

Dimulai saat Lucia pertama dikerjai oleh kakak kelasnya ketika di sekolah dan berakhir ditolong oleh Dean yang kebetulan melintas di depan kamar mandi perempuan. Kejadian itu terjadi di awal Lucia masuk sekolah dan menjadi anak baru. Semenjak kejadian itu, Lucia mulai memperhatikan Dean secara diam-diam. Kekagumannya bertambah saat tahu kalau dia adalah siswa terpandai dan memiliki banyak prestasi di akademik.

"Nona, sudah sampai." Lamunan Lucia pun seketika buyar setelah mendengar ucapan supir taksi tersebut. Dia bergegas turun, membayar taksi kemudian berjalan menuju pintu rumahnya.

"Nona, kau sudah datang?" Seorang pelayan berumur sekitar 65 tahun membukakan pintu untuk Lucia dengan senyuman hangatnya. Dia adalah pelayan yang sudah bekerja dengan keluarga Lucia selama lebih dari 30 tahun.

"Bibi Nan, lama tidak bertemu," sapa Lucia dengan ramah.

Bibi Nan tersenyum hangat lalu menjawab sapaan Lucia. "Silahkan masuk, Nona." Bibi Nan membuka pintu lebar-lebar, kemudian menarik koper milik Lucia masuk ke dalam.

"Bibi, apa kamarku sudah dibersihkan?"

"Sudah, Nona."

Lucia lantas menaiki tangga menuju kamarnya diikuti Bibi Nan dari belakang. Setelah meletakkan koper Lucia di kamar, Bibi Nan segera keluar dari kamar tersebut.

Sebelum melangkah ke tempat tidur, Lucia berdiri sebentar sembari menatap ke sekelilingnya. Tidak ada satu pun yang berubah di kamarnya, masih seperti yang dulu. Sudah lama sekali dia merindukan kamarnya ini. Kamar yang nyaman.

Puas memandangi kamarnya, Lucia pun melangkah menuju jendela, memandang keluar dengan tatapan tidak terbaca. Entah apa yang sedang di pikirkan olehnya hingga membuatnya mematung di depan jendela kamarnya.

Lamunannya seketika buyar setelah mendengar ponselnya berbunyi. Dia segera mengambil ponselnya lalu mengangkat panggilan tersebut saat tahu kalau ibunya yang menelpon.

"Iya, Bu. Aku baru saja sampai."

Lucia terdiam sambil mendengarkan ucapan ibunya di telpon. "Baiklah. Aku akan segera ke sana."

Sebelum ke rumah sakit, Lucia mandi dan makan terlebih dahulu. Tiba di rumah sakit, dia langsung berjalan menuju kamar di mana ayahnya berada.

Sepanjang perjalanan, beberapa orang tidak dikenal dan juga petugas rumah sakit terdengar berbisik-bisik ketika Lucia melewati mereka. Tanpa bertanya pun, Lucia sudah bisa menebak apa yang sedang mereka bicarakan. Sepertinya kejadian 3 tahun lalu masih belum sepenuhnya hilang dari ingatan warga kota Y.

Awalnya, Lucia pikir kalau rumor itu akan menghilang seiring berjalannya waktu, tapi nyatanya vidio panasnya dan juga berita pernikahannya yang batal masih menjadi topik hangat yang disukai oleh warga kota Y. Beruntung sebelum menjejakkan kakinya lagi di negara Z, Lucia sudah mempersiapkan diri dan juga mentalnya terlebih dahulu supaya tidak terlihat lemah di depan orang-orang.

"Lucia." Ibunya menyapa anaknya setelah pintu ruangan suaminya terbuka.

"Bu, bagaimana keadaan ayah?" tanya Lucia sambil berjalan menghampiri ibunya.

"Kondisi ayahmu baik-baik saja. Dokter menyarankan untuk melakukan terapi agar kondisi ayahmu kembali pulih sedia kala."

Lucia menarik kursi di samping ibunya, lalu meneliti wajah ibunya dengan seksama. Tatapannya mengembun saat melihat perubahan di wajah ibunya.

Hanya dalam kurun waktu 3 tahun, wajah ibunya terlihat menua. Wajah cantik, segar, dan awet muda yang dulunya membuat Lucia iri, kini sudah tergantikan dengan wajah lelah dan layu. Nampaknya kejadian 3 tahun lalu membawa dampak yang sangat besar pada keluarganya, terutama pada kedua orang tuanya.

"Lalu apa yang dikatakan Dokter mengenai kondisi ayah?"

"Ayahmu mengalami cidera kepala setelah terjatuh di kamar mandi."

"Bu, sebenarnya apa yang terjadi dengan ayah? Kenapa bisa terjatuh di kamar mandi?"

Nyonya Helia tidak langsung menjawab pertanyaan anaknya, melainkan dia meremas kedua tangannya lalu menatap putrinya dengan ragu.

"Bu, katakan yang sebenarnya, apa yang terjadi?" tanya Lucia lagi.

"Sebenarnya belakang ini kesehatan ayahmu terganggu. Dia sangat stress karena perusahaan sedang bermasalah. Seorang investor tiba-tiba menarik dananya dari perusahaan kita."

"Kenapa tiba-tiba menarik dananya?" tanya Lucia heran.

"Ibu tidak tahu. Ayahmu tidak memberitahu ibu detailnya seperti apa. Tindakan investor itu membuat perusahaan kita terancam bangkrut karena kekurangan dana. Perusahaan kita juga tidak bisa membayar pinjaman dana di bank dan kemungkinan semua aset kita akan disita." Helaan panjang terdengar dari mulut Nyonya Helia. Nampaknya beban yang ditanggung olehnya sangat berat.

"Kenapa ibu tidak pernah memberitahuku?"

Selama ini, ibunya tidak pernah mengatakan apa pun padanya. Jadi, Lucia pikir tidak ada masalah yang terjadi pada keluarga dan juga perusahaannya akibat skandalnya itu, tapi nyatanya orang tuanya sengaja menutupi agar dirinya tidak khawatir.

"Ibu hanya tidak ingin kau khawatir."

Lucia seketika merasa bersalah sekaligus terenyuh setelah mendengar pengakuan ibunya. Sejak dulu, ibunya memang selalu begitu, menyembunyikan hal buruk dari anaknya agar tidak membebaninya. Biarlah dia menanggungnya sendiri, asalkan anaknya baik-baik saja. Itulah sifat ibunya yang paling tidak disukai Lucia, menyembunyikan masalah darinya.

"Aku akan mengurus semua, Bu." Lucia menggenggam tangan ibunya dengan lembut lalu berkata, "Ibu tidak perlu khawatir, semua akan baik-baik saja. Aku akan menemui investor itu."

Nyonya Helia tersenyum hangat pada anaknya. sekilas matanya terlihat berkilau. "Maafkan ibu, seharusnya kau tidak ikut menanggung beban ayahmu."

"Bu, ini salahku, seharusnya aku tidak membuat skandal waktu itu. Jadi, ayah tidak perlu menangggung semuanya."

Nyonya Helia semakin sedih setelah mendengar perkataan anaknya. "Ini bukan salahmu. Perusahaan memang sudah mengalami penurunan sebelum masalah itu terjadi."

Meskipun ibunya berkata seperti itu, rasa bersalah Lucia tidak berkurang sedikit pun, justru semakin bertambah. "Maafkan aku, Bu." Lucia menunduk dengan wajah bersalah.

"Ini bukan salahmu," ucap Nyonya Helia sambil mengusap lembut tangan anaknya.

Lucia mengangkat kepalanya, lantas menatap ibunya dengan seksama. "Bu, aku janji akan melakukan segala cara untuk mengembalikan kondisi perusahaan seperti dulu lagi."

Nyonya Helia tersenyum lembut, meskipun begitu, dia tidak bisa menyembunyikan guratan kelelahan di wajahnya. "Iya. Ibu percaya padamu."

Tidak bertemu selama beberapa tahun saja, Lucia merasa ibunya terlihat sangat kurus, mungkin beban yang ditanggung oleh ibunya sangat besar hingga membuatnya jadi seperti itu.

Usia bertemu berbicang dengan ibunya, Lucia berpamitan pulang. Dia ingin beristirahat agar malamnya bisa bergantian dengan ibunya untuk menjaga ayahnya.

"Permisi." Lucia berusaha keluar dari lift yang penuh dan sesak. Saat akan melangkah keluar lift, tidak sengaja Lucia tersandung kaki seseorang hingga membuatnya hilang ke seimbangan dan hampir saja tersungkur ke depan, jika saja dia tidak memegang tubuh seseorang yang kebetulan sedang berada di depannya.

"Maaf, aku tidak segaja." Lucia segera menjauhkan diri dari pria itu lalu mengangkat wajahnya. Ketika melihat siapa pria di depannya, mata Lucia membesar.

"Kau ... kenapa bisa ada di sini?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status