Share

Bab 2

Penulis: Aku Mau Minum Air
Di dalam lift, Luther menatap liontin giok di dadanya. Tatapannya tampak sangat sedih sekarang.

Meskipun sudah menduga bahwa hal seperti ini akan terjadi, dia tetap tidak bisa berlapang dada saat perceraian ini benar-benar terjadi.

Awalnya, Luther mengira bahwa kebahagiaan itu sangat sederhana. Hanya perlu makan kenyang, melewati kehidupan yang santai, dan merasa gembira.

Dia pun baru mengerti bahwa kehidupan biasa ternyata juga merupakan suatu dosa.

Luther sudah hidup dengan nyaman selama 3 tahun ini. Sekarang, sudah saatnya dia bangkit.

Kring kring kring ....

Tepat ketika Luther sedang bengong, ponselnya tiba-tiba berdering.

Terdengar suara yang familier saat dia menjawab panggilan tersebut. "Tuan Luther, aku Eril Wirawan dari Kamar Dagang Jiloam. Dengar-dengar, hari ini adalah ulang tahun pernikahanmu dengan Nona Ariana. Aku sudah menyediakan hadiah spesial untuk kalian. Kapan Tuan Luther punya waktu?"

"Terima kasih atas niat baikmu. Tapi, Pak Eril tidak perlu repot-repot lagi lain kali," sahut Luther dengan tidak acuh.

"Hm?" Eril tertegun sesaat mendengarnya. Dia samar-samar bisa merasa ada yang tidak beres.

"Pak Eril, apa masih ada urusan lain?" tanya Luther.

"Ehem .... Ya, aku ingin meminta bantuan Tuan Luther." Setelah berdeham dengan canggung, Eril pun menjelaskan, "Begini, temanku terjangkit penyakit aneh belakangan ini. Dia sudah mencari banyak dokter, tapi tidak sembuh. Aku berharap Tuan Luther bisa membantunya."

"Pak Eril, kamu seharusnya tahu aturanku," timpal Luther.

"Tentu saja. Kalau tidak sanggup menunjukkan ketulusanku, aku juga tidak berani mengganggu Tuan Luther. Kebetulan sekali, temanku itu memiliki Rumput Hati Naga yang kamu inginkan. Asalkan Tuan Luther membantu, dia akan membayarnya dengan herbal langka itu," jelas Luther.

"Serius?" tanya Luther yang terkejut.

"Ya!" sahut Eril.

"Oke. Kalau begitu, aku akan pergi ke sana." Luther langsung menyetujuinya.

Luther sama sekali tidak tertarik dengan uang ataupun perhiasan. Namun, ada beberapa herbal langka yang sangat dia inginkan. Bagaimanapun, dia memerlukannya untuk menyelamatkan orang.

"Terima kasih, Tuan Luther. Aku akan menyuruh orang untuk menjemputmu!" seru Eril yang tersenyum lega.

Sebagai salah satu dari Tiga Bos Besar di Jiloam dan ketua kamar dagang yang memimpin puluhan ribu orang, Eril justru bersikap sangat hati-hati di hadapan Luther.

"Keberuntunganku cukup bagus. Aku menemukan herbal langka lagi. Masih ada 5 yang belum ditemukan, tapi seharusnya masih sempat," gumam Luther.

Kini, suasana hatinya yang barusan begitu buruk menjadi jauh lebih baik.

Ting tong! Pintu lift akhirnya terbuka.

Begitu Luther melangkah keluar dari pintu masuk perusahaan, dia melihat dua sosok yang familier menghampirinya.

Mereka adalah Helen Giandra dan Keenan Warsono, ibu dan adiknya Ariana.

"Ibu, Keenan, kenapa kalian kemari?" sapa Luther terlebih dahulu.

"Kamu sudah bercerai dengan Ariana?" tanya Helen langsung.

"Ya." Luther memaksakan senyuman sambil berkata, "Ini bukan kesalahan Ariana, tapi kesalahanku. Ibu jangan menyalahkannya."

Luther hanya ingin keduanya berpisah secara baik-baik. Namun, Helen malah mendengkus dingin dan menimpali, "Tentu saja kesalahanmu. Aku tahu betul karakter putriku. Kalau kamu nggak berbuat salah, mana mungkin dia bercerai darimu?"

"Hah?" Luther tidak bisa bereaksi untuk sesaat. Apakah ini yang dinamakan orang jahat mengadu duluan?

"Ibu, kamu seharusnya tahu apa saja yang kulakukan selama 3 tahun ini. Aku yakin nggak melakukan kesalahan apa pun," ujar Luther.

"Huh! Hanya kamu sendiri yang tahu itu. Pokoknya, putriku sudah pasti nggak salah. Lihatlah dirimu sendiri, apa kamu pantas untuk putriku?" maki Helen sembari mencebik.

"Ibu, ucapanmu ini agak keterlaluan," kata Luther sambil mengernyit.

Kalau bukan karena bantuannya, mana mungkin Keluarga Warsono bisa memiliki pencapaian hari ini?

"Keterlaluan? Kenapa? Memangnya yang kubilang barusan bukan fakta?" sahut Helen sembari melipat lengannya di depan dada.

"Sudahlah, Ibu. Jangan berbasa-basi dengannya lagi!" Keenan tiba-tiba maju, lalu membentak, "Hei, aku malas mengurus perceraianmu dengan kakakku. Tapi, kamu harus menyerahkan uang itu!"

"Uang apa?" tanya Luther dengan bingung.

"Jangan pura-pura bodoh. Aku tahu kakakku memberimu 16 miliar sebagai kompensasi!" seru Keenan dengan dingin.

"Benar. Itu adalah uang putriku. Atas dasar apa kamu mengambilnya? Cepat serahkan!" perintah Helen sambil mengulurkan tangannya.

"Aku tidak mengambil sepeser pun darinya," bantah Luther.

"Omong kosong! Siapa yang bisa menolak uang 16 miliar? Kamu kira kami ini bodoh?" Keenan sama sekali tidak percaya.

"Kalau kamu tahu diri, cepat serahkan uang itu. Kalau nggak, jangan salahkan aku bertindak lancang!" ancam Helen.

"Kalau kalian nggak percaya, telepon saja Ariana." Luther malas menjelaskan kepada mereka.

"Kenapa? Kamu mau menakuti kami? Tidak peduli siapa yang memohon belas kasihan untukmu hari ini, kamu tetap nggak boleh mengambil sepeser pun dari putriku!" teriak Helen dengan galak.

"Ibu, kita geledah saja dia!" Keenan sudah tidak sabar sehingga langsung memeriksa kantong celana Luther.

Helen pun tidak mau kalah. Dia mulai memeriksa saku baju Luther.

"Ibu, apa kalian harus begini?" tanya Luther seraya mengerutkan dahinya.

Dia benar-benar tidak menduga bahwa Keluarga Warsono akan begitu menyudutkannya, padahal dia baru menandatangani perjanjian perceraian. Mereka benar-benar tidak menjaga harga dirinya.

"Cih, siapa ibumu? Jangan sembarangan memanggil. Memangnya siapa kamu? Kamu nggak pantas menjadi anggota keluarga kami!" bentak Helen dengan ekspresi jijik sambil terus menggeledah.

Setelah memeriksa beberapa saat, keduanya sama sekali tidak menemukan apa pun.

"Aneh, apa bocah ini benar-benar nggak mengambil uangnya?" tanya Keenan yang merasa enggan.

Kemudian, dia tidak sengaja melihat liontin giok di dada Luther. Dia pun langsung menariknya.

"Bukannya ini liontin giok antik yang dipakai kakakku? Kenapa kamu yang pakai? Kamu mencurinya, ya?" tanya Keenan dengan curiga.

"Ini adalah warisan turun-temurun Keluarga Bennett. Kembalikan kepadaku!" teriak Luther dengan murung. Dia memang tidak menginginkan sepeser uang pun, tetapi barang peninggalan ibunya harus diambil kembali.

"Warisan keluarga? Itu artinya, barang ini sangat mahal dong?" kata Keenan dengan mata berbinar-binar.

"Luther, kamu makan gratis selama 3 tahun ini. Anggap saja liontin giok ini adalah bunga yang harus kamu bayar. Ayo, kita pergi!" ujar Helen setelah memberi isyarat mata kepada Keenan. Kemudian, dia hendak membawa putranya pergi dari sana.

"Berhenti!" Luther sontak meraih tangan Keenan, lalu memerintahkan dengan murung, "Kembalikan liontin giokku!"

"Aduh, sakit! Cepat lepaskan tanganmu!" Keenan merasa pergelangan tangannya akan patah.

"Kembalikan kepadaku sekarang juga!" perintah Luther dengan tegas.

"Berengsek. Aku lebih baik membuangnya daripada memberikannya kepadamu!" sahut Keenan yang juga marah saat melihat tangannya tidak bisa terlepas dari cengkeraman Luther. Kemudian, dia langsung membanting liontin giok tersebut ke tanah.

Prang! Terdengar bunyi yang sangat nyaring. Liontin giok itu hancur berkeping-keping.

Melihat ini, wajah Luther langsung pucat bak disambar petir. Liontin itu adalah satu-satunya benda peninggalan ibunya, juga kenang-kenangan yang dia miliki.

"Kamu berani menyerangku? Siapa takut denganmu?" Keenan mengempaskan tangannya dan masih memaki.

Saat ini, Luther mengepalkan tangannya dengan erat hingga terdengar bunyi tulang yang nyaring. Matanya yang dingin bahkan sudah memerah sekarang.

"Berengsek!" Luther akhirnya tidak tahan lagi. Dia langsung menghajar wajah Keenan.

Pukulan ini pun membuat Keenan berputar dua kali sebelum akhirnya terjatuh ke tanah. Dia merasa sangat pusing sampai tidak bisa berdiri.

"Kurang ajar! Kalau ibumu nggak mengajarimu sopan santun, aku yang akan mengajarimu sekarang!" hardik Luther sembari menjambak rambut Keenan untuk mengangkatnya dari tanah.

Saat berikutnya, terdengar suara tamparan yang sangat nyaring dan tanpa henti. Luther menampar Keenan dengan kejam.

Plak plak plak plak .... Diiringi dengan suara nyaring ini, wajah Keenan pun terlihat babak belur dan mulutnya berdarah. Dia tampak sangat menyedihkan.

"Berani sekali kamu menampar putraku!" seru Helen seraya maju untuk membantu putranya.

"Minggir!" Luther menoleh dan memelototi Helen. Tatapannya yang mengerikan itu seketika membuat Helen ketakutan hingga tidak berani bergerak.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Rian
ceritanya yang cukup bagus
goodnovel comment avatar
Bintang Nurizat
Sedihnya semoga aja aku ga kaya gitu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Dikejar Lagi oleh Istri CEOku   Bab 2682

    "Dia adalah orang yang lebih dulu naik ke pulau ini!" seru salah satu pengawal.Seorang pengawal yang lebih tua dan berpengalaman segera maju memeriksa mayat itu, lalu berkata dengan ekspresi serius, "Waktu kematiannya nggak lebih dari sebulan. Kalau dilihat dari lukanya ... nggak seperti diserang senjata biasa atau cakaran binatang buas. Sepertinya langsung ditembus oleh sejenis cahaya energi yang sangat tipis dan tajam."Tepat pada saat itu, Luther tiba-tiba mengangkat kepala. Dia menatap tajam menembus kegelapan dan mengarah ke balik reruntuhan besar di depan, sisa dari sebuah wadah perunggu raksasa yang setengah tertimbun tanah."Hati-hati!"Begitu Luther mengatakan itu, terdengar suara sesuatu. Beberapa cahaya abu-abu yang setipis rambut memelesat keluar dari arah reruntuhan itu dan langsung mengarah ke para pengawal yang baru saja menjerit tadi. Kecepatan sinar itu sangat luar biasa, jauh melampaui kecepatan anak panah.Namun, Luther bereaksi lebih cepat. Begitu bahaya itu muncul

  • Dikejar Lagi oleh Istri CEOku   Bab 2681

    Setelah melewati lembah yang disegel oleh kepompong lima cahaya itu, semua orang seolah-olah melangkah keluar dari sebuah mimpi buruk menuju mimpi lainnya yang lebih kuno dan sunyi. Aroma busuk di udara masih belum lenyap juga, malahan bercampur dengan bau karat logam dan debu yang telah menumpuk selama puluhan ribu tahun.Cahaya menembus celah sempit di puncak tebing yang menjulang tinggi, lalu jatuh seperti bercak-bercak di atas tanah. Cahaya itu pun akhirnya cukup untuk menerangi pemandangan di depan semua orang sampai terlihat hamparan reruntuhan medan perang kuno yang tak berujung. Tidak ada panji-panji yang berkibar dan tumpukan tulang belulang, hanya keheningan yang mutlak.Kerangka-kerangka raksasa berwarna putih tersebar di mana-mana. Beberapa tulang rusuknya sebesar gerbang dan tengkoraknya sebesar rumah. Itu adalah sisa-sisa makhluk purba yang sudah lama punah, terbaring diam di antara senjata yang patah dan tiang batu yang runtuh. Meskipun sudah melewati entah berapa ribu t

  • Dikejar Lagi oleh Istri CEOku   Bab 2680

    Suasana di lembah yang awalnya dipenuhi sukacita langsung berubah drastis. Semua orang merasa putus asa.Satu kali, dua kali, tiga kali .... Setiap kali, Luther tetap menghancurkan kekuatan merah tua yang sedang terbentuk itu dengan kekuatan yang lebih dahsyat. Bahkan tebasan cahaya pedangnya juga sangat tepat.Serangan mematikan dari energi pedang Luther cukup untuk menghabisi kultivator biasa, bahkan bisa menghilang jejak jiwa mereka.Namun, kekuatan aneh dari binatang buas berbentuk manusia bagaikan racun kronis dan juga mantra mematikan. Kekuatan itu tetap bisa terbentuk kembali dari partikel yang sangat kecil. Bahkan kecepatannya selalu bertambah.Pusaran merah tua itu bak mata yang menunjukkan tatapan sinis. Dia melirik semua kekuatan yang berniat menghancurkannya dengan dingin. Setiap hidup kembali, hawa kematian dan kebenciannya makin kuat.Wajah semua orang menjadi pucat dan hati mereka bergetar. Mereka bergumam."Kenapa bisa begini .... dia sama sekali nggak bisa dibunuh!""A

  • Dikejar Lagi oleh Istri CEOku   Bab 2679

    Tombak panjang kegelapan di tangan binatang buas hancur menjadi asap hitam terlebih dahulu, lalu lengan, batang tubuh, kepalanya .... Seluruh tubuh binatang buas itu bagaikan istana pasir yang runtuh diterpa angin.Dalam sekejap, tubuh binatang buas berubah menjadi titik-titik cahaya merah tua dan debu-debu kecil yang menyebar di langit. Bahkan dua kobaran api itu juga sepenuhnya lenyap. Tekanan yang mengerikan sebelumnya langsung menghilang tanpa jejak.Di dalam lembah, hanya tersisa hanya sosok Luther yang berdiri sembari memegang pedang dan suara napasnya yang sedikit memburu. Suasana hening berlangsung selama beberapa detik.Semua orang yang menyaksikan pertarungan berseru gembira, "Pak Luther menang!"Misandari juga mengembuskan napas lega. Akhirnya, dia bisa rileks. Namun, sebelum semua orang tenang, perubahan mendadak terjadi lagi. Padahal semua orang baru merasa gembira dalam suasana yang hening tadi.Titik cahaya merah tua dan debu yang belum sepenuhnya hilang di lembah seakan

  • Dikejar Lagi oleh Istri CEOku   Bab 2678

    Suasana di dalam lembah terasa sangat menekan. Sosok binatang buas berbentuk manusia yang mengenakan zirah merah tua itu menyerang dengan gerakan seperti tarian kematian. Setiap tusukannya tepat sasaran, mematikan, dan dipenuhi kekuatan kegelapan yang mampu mengikis segalanya.Luther mengerahkan seluruh kemampuan tubuhnya dan bergerak secepat mungkin. Kilatan pedangnya bagaikan naga yang menembus hujan bayangan tombak sambil menangkis dan mencari celah serangan lawan.Luther membatin dengan cepat, 'Kalau begini terus, aku pasti kalah.'Bentuk ketiga dari binatang buas ini bukan hanya memiliki kekuatan dan kecepatan yang jauh lebih tinggi dari sebelumnya, tetapi juga menguasai teknik bertarung dengan hampir sempurna. Yang paling merepotkan, sumber energinya terlihat tak ada habisnya. Bertahan terus hanya akan berakhir dengan kekalahan. Luther harus menemukan satu serangan penentu.Kini, Luther sengaja memperlihatkan celah. Saat menghindari satu tusukan tajam dari samping, gerak tubuhnya

  • Dikejar Lagi oleh Istri CEOku   Bab 2677

    "Jangan biarkan makhluk itu berhasil!"Tatapan Luther seketika menjadi dingin. Dia tidak mencoba lagi. Energi sejati di dalam tubuhnya mengalir deras, seluruhnya dituangkan ke dalam pedangnya.Pedang itu berdengung, memancarkan cahaya hijau yang menyilaukan. Bayangan pedang cahaya hijau raksasa sepanjang 30-an meter terbentuk di atas kepalanya, menjulang bagaikan pedang pencabut nyawa."Tebas!" teriak Luther sambil menggerakkan jarinya. Dengan tekad tajam yang bisa membelah segalanya, pedang cahaya raksasa langsung menebas kepala binatang buas yang sedang membentuk bola energi.Sebelum pedang mendarat, tekad pedang yang tajam itu sudah mengunci kehampaan di sekeliling binatang buas, membuatnya tidak bisa kabur.Binatang buas terbang itu merasakan ancaman mematikan. Mata tunggalnya menunjukkan ketakutan. Bola energi di dalam mulutnya yang belum sepenuhnya terbentuk, akhirnya terpaksa dimuntahkan untuk menghadapi pedang cahaya hijau raksasa.Bam! Ledakan yang lebih dahsyat dari sebelumny

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status