Share

Bab 3

Hanya satu kata dari Luther sudah membuat Helen terperangah di tempatnya. Dia sungguh tidak menyangka bahwa Luther yang biasanya terlihat lembut akan begitu menyeramkan saat murka. Sorot matanya itu seolah-olah menyiratkan akan melahap Helen hidup-hidup.

"Tolong, ada pembunuh! Ada yang mau membunuh putraku!" teriak Helen dengan lantang setelah tersadar kembali.

Dalam sekejap, sekelompok satpam dari Grup Pesona berbondong-bondong menghampiri tempat kejadian.

"Nyonya Helen, apa yang terjadi?" tanya salah satu satpam yang jelas mengenal Helen. Dia langsung menyatakan sikapnya begitu datang.

"Doni, cepat tangkap dia. Berani sekali dia memukul putraku! Aku mau dia menerima ganjarannya!" teriak Helen yang pura-pura memberanikan diri.

"Berengsek! Berani sekali kamu membuat keributan di pintu masuk Grup Pesona! Kamu sudah bosan hidup, ya!" seru satpam yang memimpin. Begitu dia melambaikan tangannya, sekelompok bawahan bergegas menghentikan Luther.

Bagaimanapun, ini adalah kesempatan untuk memenangkan hati ibunya presdir.

Asalkan kinerja mereka baik, mereka mungkin akan mendapatkan promosi dan naik gaji. Dengan demikian, mereka bisa menikahi wanita kaya yang cantik dan mencapai kesuksesan.

"Kenapa diam saja? Cepat hajar dia!" perintah kepala satpam itu.

Tepat ketika dia hendak turun tangan, tiba-tiba terdengar teriakan yang lantang. "Jangan coba-coba!"

Terlihat seorang wanita cantik bertubuh montok yang mengenakan gaun berwarna perak menghampiri. Dia membawa beberapa pengawal dan berjalan masuk dengan sombong.

Wanita ini memiliki bibir yang ranum dan wajah yang sangat enak dipandang. Setiap gerakannya tampak sangat menggoda dan memikat.

"Cantik sekali!" Para satpam itu mengamatinya. Jantung mereka seketika berdebar-debar. Wanita di hadapan mereka ini benar-benar memesona.

"Tuan Luther, kamu baik-baik saja?" Wanita itu sama sekali tidak memedulikan tatapan penuh hasrat di sekitarnya. Sebaliknya, dia langsung menghampiri Luther.

"Ya. Siapa kamu?" tanya Luther sambil memicingkan matanya. Kemarahan di dalam hatinya perlahan-lahan mereda.

"Halo, aku Bianca Caonata. Aku datang sesuai instruksi Pak Eril," jawab wanita itu seraya tersenyum.

Begitu ucapan ini dilontarkan, para satpam itu langsung heboh.

"Bianca Caonata? Apa dia Nona Keluarga Caonata yang terhormat itu?"

"Astaga, kenapa nona besar seperti dia datang kemari?"

Semuanya saling bertatapan dan merasa sangat terkejut.

Mereka tahu bahwa reputasi wanita bernama Bianca ini sangat besar. Selain memiliki latar belakang yang hebat, kaya raya, dan cantik, wanita ini juga sangat terampil.

Ketika berusia 22 tahun, Bianca sudah mengambil alih seluruh Grup Caonata. Hanya dalam 5 tahun, dia sudah membangun kerajaan bisnis yang besar dan menjadi Ratu Bisnis yang terkenal di Jiloam!

"Rupanya kamu," ujar Luther yang mengerti sambil mengangguk.

Dia tentu pernah mendengar nama Bianca. Hanya saja, dia tidak menduga bahwa wanita ini memiliki hubungan dengan Eril.

"Tuan Luther, istirahatlah di mobil. Aku akan mengurus para sampah ini untukmu," kata Bianca seraya membunyikan jemarinya.

Kemudian, 4 pengawal berjas mengeluarkan tongkat mereka dengan serempak dan mulai mendekati.

Meskipun hanya 4 orang, karisma mereka membuat para satpam itu ketakutan hingga mundur satu per satu. Mereka sama sekali tidak berani mendekat.

Patut diketahui bahwa pengawal Keluarga Caonata adalah petarung elite yang dipilih dengan cermat.

"Tuan Luther, silakan," ujar Bianca sambil tersenyum dan mempersilakan saat melihat tidak ada yang berani bergerak.

Luther tidak mengatakan apa pun. Setelah memungut pecahan liontin gioknya, dia baru mengikuti Bianca naik mobil dan pergi.

Tidak ada seorang pun yang berani menghentikan mereka.

"Hei, apa-apaan kalian? Kenapa kalian membiarkan mereka pergi begitu saja?" maki Helen setelah bereaksi kembali.

"Nyonya Helen, mereka berasal dari Keluarga Caonata. Kami tidak berani menyinggung mereka," kata kepala satpam itu dengan getir.

Status yang dimiliki Bianca sangatlah tinggi. Meskipun dibayar, mereka tetap tidak berani mengusik Bianca sembarangan.

"Dasar nggak berguna! Kalian nggak berani menyinggung Keluarga Caonata, jadi berani menyinggung putriku?" bentak Helen dengan kesal.

Para satpam itu pun saling bertatapan dan tidak berani berbicara lagi.

"Ada apa?" tanya Ariana dan sekretarisnya sambil berjalan keluar. Mereka turun karena mendengar keributan di bawah.

"Putriku, akhirnya kamu datang juga. Lihatlah, adikmu dipukul sampai terluka begini!" Helen mulai menangis dan mengadu saat melihat Ariana. Penampilannya yang begitu sedih terlihat seperti dia yang dihajar barusan.

"Siapa yang melakukannya?" tanya Ariana dengan dingin saat melihat Keenan yang babak belur.

"Siapa lagi kalau bukan Luther yang nggak tahu terima kasih itu! Kami kebetulan bertemu di pintu masuk. Melihat liontin gioknya jatuh, adikmu ingin memungutnya dan mengembalikan kepadanya. Tapi, dia malah memfitnah adikmu mencuri barangnya. Setelah berdebat, dia pun menghajar adikmu!" ujar Helen yang membumbui ceritanya.

Kemudian, dia menghela napas dan berkata, "Kasihan sekali Keenan. Dia hanya ingin membantu, tapi malah dihajar sampai wajahnya hancur. Luther itu memang kurang ajar!"

Selesai berkata, Helen kembali menangis tersedu-sedu.

"Luther? Dia sangat baik, kenapa tiba-tiba main tangan? Apa kalian mengganggunya?" tanya Ariana sambil mengernyit.

"Apa maksudmu? Kamu nggak percaya ibumu, tapi percaya pada pria yang nggak tahu terima kasih itu?" sahut Helen dengan geram.

"Aku hanya ingin memperjelas masalah ini," balas Ariana.

Ariana sangat memahami karakter Luther setelah menikah 3 tahun dengannya. Pria ini sangat murah hati dan tidak akan marah tanpa alasan. Jadi, Luther seharusnya tidak akan menggunakan kekerasan hanya karena masalah sepele.

"Adikmu sudah dihajar begini, apa masih kurang jelas? Kalau kamu nggak percaya, tanya saja para satpam ini. Mereka melihat semuanya dengan jelas," kata Helen yang menoleh untuk memberi isyarat mata.

"Bu Ariana, yang dikatakan Nyonya Helen benar. Bocah itu yang mengamuk dan main tangan. Kalau kami terlambat selangkah, mungkin ibu Anda akan terluka," jelas si kepala satpam yang memahami maksud Helen.

"Kamu sudah dengar, 'kan? Mana mungkin aku memfitnah pria yang nggak tahu terima kasih itu!" Kemudian, Helen melanjutkan, "Sudah berapa kali kubilang, Luther itu bukan pria baik. Dia bermuka dua! Kalian baru bercerai, tapi dia sudah menunjukkan sifat aslinya. Dia bukan hanya memukul adikmu, tapi mencari wanita lain di luar! Pria seperti ini benar-benar berengsek!"

Ariana mengerutkan dahinya saat mendengar perkataan ini. Jelas, dia mulai merasa kurang yakin.

'Apa mungkin ini kesalahan Luther? Luther mungkin kesal karena baru bercerai, jadi memukul Keenan untuk balas dendam? Kalau benar seperti itu, aku sudah salah menilainya selama ini!' batin Ariana.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status