Tiba-tiba terlintas sebuah pertanyaan dalam otakku. "Mi, apa aku punya adik perempuan?"
Puufftt.. uhuk.. uhuk..
Seketika Mami menyemburkan minuman hangat yang sedang di seruputnya dan terbatuk-batuk. Mami menjadi salah tingkah.
Aku mencoba untuk tetap tenang dan tidak gegabah. Kubiarkan Mami menetralkan kembali suasana hati dan sikapnya. Aku yakin, Mami pasti sedang mempersiapkan jawaban terbaik untukku.
Sebenarnya, aku sendiri tidak yakin bahwa aku memiliki seorang adik. Karena selama ini, ayah tidak pernah bercerita apa pun padaku. Dan seingatku memang Mami pergi sendiri dari rumah. Tanpa ada anak lain tang ia bawa. Adik atau kakak yang mungkin satu darah denganku.
Aku pun menanyakan hal itu hanya asal-asalan. Tidak terlalu serius. Hanya karena nama gadis muda itu sama denganku, bukan berarti dia adikku, kan?
"Winda, apa yang kamu tanyakan? Bagaimana mungkin kamu memiliki seorang adik. Kamu anak tunggal. Kamu nggak pernah punya adik,
"Dulu, Mami memang menikah karena perjodohan dengan Ayahmu. Itu sebabnya, Mami tak pernah patuh dan menjadi istri yang baik untuknya. Hanya satu kali, Mami melayaninya sebagai seorang istri. Itu pun karena Mami pulang dalam keadaan mabuk. Karena kekasih Mami akhirnya pergi ke luar negri dan meninggalkan Mami. Mungkin, Tuhan memang ingin mengirimu sebagai teman hidup Arman hingga dia kembali menghadap Nya. Dia bulan setelah malam itu, Mami akhirnya tau bahwa ada kehidupan baru dalam rahim Mami. Yaitu kamu, Winda. Awalnya Mami menolak untuk mengandung dan melahirkanmu. Tolong maafkan Mami, Nak. Tapi, lagi-lagi ayahmu menjanjikan sebuah harapan pada Mami. Jika Mami bersedia menjaga kandungan itu dengan sepenuh hati, Mami bisa pergi dari hidupnya setelah Mami melahirkanmu dan lepas masa-masa wajib menyusuimu. Ayahmu sangat mencintaimu bahkan dari saat kamu masih berada dalam kandungan. Mami tau, ayahmu sangat mencintai Mami. Terlihat dari cara dia memperlakukan M
Diana kembali duduk setelah aku memintanya dengan lembut. Kali ini aku harus bisa bersikap dewasa agar menjadi contoh juga untuk adikku nanti. Sebesar apapun kesalahan yang Mami lakukan di masa lalu, ia melakukannya karena alasan yang kuat. Aku tidak bisa menyalahkan Mami sepenuhnya. Sama seperti Mas Heru yang memilih untuk tetap bersama Ranisa dari pada mempertahankan pernikahan kami. Dari situ lah aku mengerti dan menyadari, bahwa memang perasaan itu tak bisa dipaksakan. Selama apa pun kita bersamanya, jika tidak ada cinta hanya akan terasa hampa dan percuma. "Mami..sudah cukup bagiku membenci Mami selama belasan tahun ini. Aku sungguh sudah mengeluarkan semua amarah dan kebencianku seiring berjalannya waktu. Luka pasti tersisa, tapi cinta juga akan selalu ada. Apalagi dalam darahku mengalir pula darah Mami." terangku dengan sebijaksana mungkin. "Nak.." lirih Mami dengan derai air mata. "Diana...tak peduli seperti apa ayahmu, kamu tetap adik
Selesai sudah satu masalah besar yang baru saja kami hadapi. Rahasia besar tentang masa lalu Mami sudah terkuak dan sukses mengalirkan air mata yang tak henti dari pelupuk mata. Aku dan Diana bergantian saling memeluk dan mencium Mami. Mami masih menunjukkan wajah haru dan tak percayanya atas semua ini. Begini lah kehidupan. Akan ada suka dan duka yang datang silih berganti. Akan selalu ada satu rahasia besar yang Tuhan sembunyikan agar kita bisa belajar hidup lebih baik sampai tiba saatnya. Tentu, sudah Tuhan siapkan pula banyak kemudahan dan kebahagiaan sebagai imbalan perjuangan dalam kesusahan kita selama menjalani ujian dan cobaan itu. Saat ini kami sudah berada di parkiran. Aku sudah memutuskan bahwa Diana akan berhenti bekerja sebagai kurir. Dia akan kubawa tinggal bersamaku dan Mami. Dan tentu saja, Diana juga akan melanjutkan pendidikannya yang sempat terputus. Aku akan mengantarkan Diana sampai jenjang pendidikan tertinggi. Dia
Pov Heru Aku masih bersembunyi di apartemen bekas Mami Merry tinggal sebelumnya. Entah sudah berapa banyak rokok dan minuman yang aku habiskan semalaman ini. Setelah dengan sengaja menabrak Winda di parkiran bawah tanah kemarin, aku sempat bingung harus pergi kemana. Tidak mungkin aku pulang ke kontrakan tempat Ranisa berada. Bisa saja mereka melapor polisi dan langsung menemukanku dengan mudah di sana. Setelah berkeliling hingga malam, aku memutuskan untuk ke apartemen ini. Dengan ingatanku yang tajam, aku berhasil mengingat sandi pintu otomatis itu dan segera masuk untuk bersembunyi. Untung saja aku memberitahu Ranisa bahwa aku akan keluar kota selama 2 hari sebelum melakukan kejahatan itu. "Winda..kau membuat hidupku berantakan dan menderita. Aku tidak akan membiarkanmu hidup. Aku pasti akan membunuhmu!" gumamku dengan geram. Aku melempar botol minuman keras itu ke dinding dan botol itu langsung berubah menjadi
"Ayo makan lagi, Kak. Supaya tenaga Kakak kembali fit dan Kakak bisa pulih lebih cepat," ucap Diana padaku yang sudah berhenti mengunyah."Kakak sudah kenyang, Dek." jawabku dengan lembut."Tapi Kakak baru makan sedikit. Masa' sih udah kenyang?""Iya, udah kenyang. Nanti kalau lapar lagi, Kakak makan lagi kok,""Beneran ya? Ini banyak banget makanannya udah aku beliin. Mami nih yang punya kerjaan, beliin segala macam udah kayak mau jualan aja," Diana berkata sambil tertawa lepas.Akhirnya aku bisa melihat Diana tertawa seperti itu juga. Lepas tanpa beban. Terlihat sangat natural dan menikmati hidup ini.Diana memang sudah sepantasnya hidup bahagia dan tertawa lepas seperti itu. Aku akan membantunya melupakan semua masa-masa kelam yang pernah ia lalui dulu."Kamu tau nggak Dek? Itu alasan Mami aja beliin ini itu supaya aku mau makan. Mana mungkin kan orang sakit makan sebanyak itu. Sebenarnya, itu selera Mami semua lho." aku berb
Pov Nia Saat aku dan Ferdi sampai di kamar tempat Winda di rawat, dia sedang dalam keadaan tak sadarkan diri. Ferdi segera berlari memanggil Dokter dan memeriksa keadaan Winda. Aku menangis tak henti, dan tak lupa langsung menghubungi Mami Merry melalui ponsel Winda. Mami Merry sama terkejutnya denganku saat mendengar kabar keadaan Winda. Winda sudah dibawa dan ditangani di ruang gawat darurat. Untung aku dan Ferdi datang lebih cepat dari yang seharusnya. Jika tidak, aku tak tau lagi apa yang akan terjadi pada Winda. Sahabatku sayang, malang betul nasibmu. Tak henti-hentinya cobaan datang silih berganti dalam hidupmu. Ferdi segera melaporkan kejadian ini pada pihak berwenang. Tim penyidik segera pula mengusut dan mengumpulkan bukti. Tak lupa semua rekaman cctv yang ada di rumah sakit ini. "Fer..aku takut Winda kenapa-napa," isakku dalam pelukan Ferdi. Aku tak tau lagi harus bertindak bagaimana. Saat aku menangis dan hister
Pov Nia "Tidaaak... Jangaan... Tolong jangan mendekat. Pergii... Jangan ganggu aku lagii... Pergi dari sini!" tiba-tiba Winda berteriak histeris sambil memegangi kedua kakinya yang masih belum bisa digerakkan itu. Kami semua terpana dan saling diam memandang Winda dan Ferdi pun reflek diam di tempat dan tak melanjutkan lagi langkah kakinya. Winda.... "Tenang, Nak. Tenang. Kendalikan dirimu, dan lihat dia baik-baik. Bukan kah dia sahabatmu? Apa kamu lupa dia?" Mami Merry membujuk Winda dan membelai kepalanya dengan lembut. Winda bersandar pada tubuh Mami nya. Terlihat raut ketakutan sangat jelas di wajahnya. Apa mungkin Winda mengira bahwa Ferdi adalah orang yang mencelakainya? Atau gerak gerik Ferdi menyerupai peristiwa itu? "Winda, itu Ferdi. Kamu tau kan? Kamu ingat Ferdi kan, Win? Dia yang selalu isengin kamu, gombalin kamu, juga yang selalu ada buat kamu. Ingat dia, Win." aku pun ikut angkat suara. "Diana, ce
Pov Ranisa"Katakan, dimana saudara Heru berada?" tanya polisi itu padaku."Aku benar-benar tidak tau, Pak. Setelah menemaniku melahirkan dan melihat anaknya sebentar, dia mengatakan akan ke Anjungan Tunai Mandiri mengambil uang untuk biaya administrasi. Tapi sampai sekarang dia tidak juga muncul." jawabku sejujurnya dan apa adanya."Baik, jika dia datang lagi, tolong kooperatif dengan segera menghubungi kami. Jangan sampai ada yang membuatnya curiga. Karena kami tidak akan meletakkan penjaga atau polisi di sekitar sini." terang polisi itu lagi padaku."Ba-baik, Pak." aku kembali menjawab dengan tergagap.Polisi itu segera pergi dari ruanganku. Aku menangis sambil menatap bayiku yang sedang tertidur nyenyak di dalam box bayi nya.Aku merasa syok karena Mas Heru sedang dalam pencarian polisi. Kondisiku pasca melahirkan masih sangat lemah dan butuh suport. Tapi, Polisi itu datang dengan membawa berita besar.Percobaa