"Kok aku ga tahu ya?" ujar Danis, dahinya berkerut. Cerita Robi benar-benar menyedihkan seperti drama televisi saja.Robi tersenyum tipis sambil mengusap tengkuknya, "Tuan kan amnesia!" "Oh .. jadi aku tahu ya?" tanya Danis lalu mendapat anggukan dari Robi. "Dia mengaku sebagai mantan pacarku dan cinta pertamaku," ujar Danis dengan raut wajah penuh keraguan.Robi tercengang, "Itu tidak mungkin, Tuan. Tuan kan H*mo! Eh!!" ujarnya sambil menutup mulutnya. matanya melotot takut ke arah Danis. Mampus! Dia salah bicara!Wajah Danis mengeras, kedua alisnya menukik tajam. Pria itu mengeram, ''ULANGI!"Robi langsung glagapan, bisa-bisanya dia keceplosan. Pria itu tersenyum hambar lalu berkata, "Ma-maksudku anti perempuan. Aku udah lima tahun sama Tuan, selama itu tidak ada perempuan yang pernah dekat sama Tuan. Tapi kalau masa kuliah, coba Tuan tanya sama Ibu Ajeng atau Ayusita."Masih dengan tatapan tajam, Danis kembali berbicara ketus, "Ga perlu! Dia pasti menipuku. Kamu tahu orang-orang m
"Danis ... " panggil Ajeng dengan nada galak. "Kamu lupa kata dokter? Humm!" tanya Ajeng. Wanita itu berjalan mendekat dan berkacak pinggang. Danis meraup wajahnya, jika Ayusita bukan adiknya, dia pasti sudah menelan bulat-bulat bocah itu. "Cuma sedikit, Bu," jawabnya dengan pelan. "Entah itu sedikit atau banyak, tetap saja bahaya! Kamu belum lama bangun dari koma. Tubuhmu belum sepenuhnya pulih!" Ajeng mencerocos dengan nada galak khas emak-emak. "Hmmm!" Danis hanya berdehem sambil melotot horor ke arah adiknya yang terlihat cengengesan. Robi mendengkus, "Turun nona muda!" Ayusita turun dari tubuh Robi, dia berjalan dengan kikuk kearah lain. Mata bulatnya tertuju pada sebuah kersek hitam di sudut ruangan. Gadis kepo itu membukanya, matanya seketika melotot horor melihat daleman wanita. Gadis itu kembali memekik sambil memegang bra, "Ibu! Bra siapa ini!" Semua orang menoleh, Danis tampak pucat dan gugup saat adiknya itu mengangkat sebuah bra. Ajeng melotot horor lalu mer
Sorot mata tajam Danis meredup, dia cukup terkejut. Wanita ini mengenalinya dan Danis tidak ingat apapun, "Ya ... aku Danis!" ujarnya dengan ketus. Pria itu mengusap tengkuknya untuk menutupi rasa canggung. Sebenarnya dia merasa gugup bukan karena terpesona atau semacamnya. Tapi karena dia takut karena tidak mengenali wanita itu dan rahasianya akan terbongkar. Tidak ada yang boleh tahu kalau dia hilang ingatan, atau kedudukannya akan terancam.Wanita itu tertawa lalu memukul pundak Danis cukup keras, "Kamu apa kabar? Kamu ga lupa kan sama aku? Aku mantanmu saat kuliah semester akhir!"Danis menegang, pria itu mengerjab-erjab, "Pacar? Aku mana ingat Tuhan! Aku harus apa sekarang?" batin pria itu. Di harus mengangguk atau menggeleng? Danis hanya bisa menelan ludah dan berdehem, "Aku ada urusan?""Eh ... tunggu Danis," ujar wanita itu sambil mencekal lengan pria itu. "Kamu ga lupa kan sama aku? Aku Devina Rey cinta pertamamu," ujar wanita bernama Devina. Dia tersenyum penuh arti. Wanit
Zahira sadar bahwa Lukas menganggap serius ucapnya dulu. Dia tidak mungkin mengiyakan karena Lukas sudah seperti adiknya, dan dulu dia hanya sedang membujuk. Akhirnya Zahira menghela nafas panjang dan menyelesaikan kesalahpahaman ini, " Hmmmm! Maaf Lukas, tapi Itu kan karena kamu ngancem ga mau di sunat."Mulut Lukas menganga dan matanya melotot horor, bahunya seketika melorot. Kenyataan pahit itu mengguncang jiwanya. Yah! Lukas tau waktu itu dia mengancam kedua orang tuanya dan Zahira. Tapi kenapa Zahira mengatakan hal itu di depan pria tengil di sebelahnya. Lukas kan malu!Danis menganga, matanya menatap Lukas dengan julid. Apalagi saat Lukas balik mendelik, membuat pria itu merasa geli. Akhirnya dia hanya bisa menutup mulutnya untuk menahan tawanya, "Pffftttt!" Pria itu juga berpindah duduk di sisi Zahira dan mengecup kepalanya sambil melirik ke arah Lukas yang sedang kebakaran jenggot."Ingat Paman! Mungkin kali ini kamu beruntung, tapi!" Lukas menjeda ucapannya lalu melotot deng
Zahira yang masih linglung hanya berdehem, "Hmmm!" Para remaja dan pengunjung lainnya kembali duduk ke tempat masing-masing.Seorang pemuda memperhatikan Zahira dengan lamat, dia menyadari wajah wanita ini tidak asing. Lalu otaknya yang cerdas langsung bereaksi, "Kak Zahira!" Pekik pemuda itu dengan antusias.Zahira maupun Danis menoleh ke arah sumber suara. Zahira memicingkan matanya, mengingat-ngingat pemuda bule yang berdiri di sampingnya. Zahira terlonjak, dia langsung bangun, "Lucas ... " pekiknya dengan mulut terbuka lebar.Danis yang yang masih bersimpuh langsung bangun, kedua alisnya menukik tajam dan wajahnya terlihat masam. "Mereka kenal?" batinnya.Zahira menutup mulutnya yang menganga, "Ya, ampun! Aku pangkling. Kamu sudah besar!" ujar Zahira sambil mengacak rambut pemuda itu. Karena Lukas setinggi Danis, jadi gadis itu berjinjit.Pemuda berdarah campuran Asia Eropa itu tersipu malu, wajahnya yang seputih salju bersemu merah. "Kakak apa kabar!" tanyanya.Zahira menarik ta
"Cukup!" Zaidan menyela, suara galak dan dinginnya mengalun. Pria itu tampak menyeramkan, tatapannya mampu membuat orang meringsut ketakutan.Emran langsung menggenggam tangan Talitha yang mulai dingin. Dia bahkan menggelengkan kepalanya saat Talitha hendak membuka mulutnya. Orang ini berbahaya dan berkuasa, walaupun keluarga Emran dan Talitha juga orang kaya. Tapi di bandingkan dengan Tuan Zaidan, mereka bukan apa-apa."Kalian cepat keluar! Semua sudah selesai!" ujar Zaidan dengan ketus.Talitha yang tidak terima menangkis tangan Emran, lalu mulai berusaha mencari muka. "Tuan, atas keserakahan manager saya, saya minta maaf. Sekarang berapa pun nilai yang Tuan tawarkan, saya akan senang hati menandatanganinya."Zaidan mengangkat sudut bibirnya, "Apa anda tuli, Nona Talitha? Aku sudah tidak tertarik bekerja sama denganmu."Talitha menggigit bibir bawah bagian dalam. Dia tidak terima saat Zaidan bilang kalau dia sudah tidak tertarik. Mustahil! Padahal selama lima tahun ini Tuan Zaidan s