Share

Bab 147 Di antara dua pria

Penulis: Piemar
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-11 13:20:18

Mesin mobil meraung sedikit lebih keras dari biasanya. Dewa memegang setir dengan rahang mengeras, matanya fokus ke jalan.

“Andini, siap-siap. Kita langsung ke rumah mbak Rania,” ucapnya singkat.

Andini yang duduk di kursi penumpang melongo. “Lho… buat apa Mas?”

Ia tidak bisa menyembunyikan perasaan terkejutnya.

“Buat apa? Buat minta penjelasan kenapa dia siram kamu pakai kopi panas!” Nada Dewa naik setengah oktaf. “Kalau dia pikir dia bisa seenaknya—”

“STOP!” Andini tiba-tiba menepuk pahanya sendiri, panik. “Mas, jangan! Jangan ke sana!”

Bukan ia tidak mau melawan. Posisinya sulit.

“Kenapa?!” Dewa melirik sekilas, alisnya hampir bertaut jadi satu.

Andini gelagapan. “Udah… udah cukup! Kalau aku ikut, nanti dia pikir aku ngadu! Aku ini udah dapat cap buruk di matanya dan di mata keluargamu. Tolong jangan persulit aku, Mas…”

Dewa menghela napas berat, tapi tetap melaju. “Aku nggak peduli. Dia salah, dan dia harus—”

Tiba-tiba, sebuah truk parkir miring di tepi jalan, membuat Dewa haru
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Dikhianati Mantan, Dinikahi Paman Miliardernya   Bab 148 Falling em Love??

    Dewa menyetir dengan ekspresi masam, rahangnya mengeras. Ia tetap bersikukuh ingin menemui kakaknya. Ia harus memberi pelajaran padanya karena sudah lancang menyakiti istrinya. Andini duduk di sebelahnya, gelisah seperti cacing kepanasan. Sungguh, ia tidak mau mencari keributan. Sudah cukup ia berurusan dengan wanita menyebalkan itu. Mungkin Rania termasuk ke dalam salah satu list wanita yang dibencinya setelah Siska dan Amanda.“Mas Dewa, tolong… kita balik aja,” Andini akhirnya membuka suara.“Enggak.” Suaranya datar. “Dia udah keterlaluan. Nyiram kamu pakai kopi panas? Aku nggak akan diem.”Andini menghela napas, lalu memutar badan menghadapnya. “Aku udah cukup menderita, tolong jangan bikin tambah runyam.”“Justru itu, aku—”Mendadak mobil melambat. Lampu indikator bensin menyala merah.Dewa menatap panel, lalu mendesis, “Serius? Sekarang?”Andini memelototinya. “Loh, kamu lupa isi bensin?!”Dewa menepuk setir, tapi matanya melirik kanan-kiri mencari pom bensin terdekat.Akhirn

  • Dikhianati Mantan, Dinikahi Paman Miliardernya   Bab 147 Di antara dua pria

    Mesin mobil meraung sedikit lebih keras dari biasanya. Dewa memegang setir dengan rahang mengeras, matanya fokus ke jalan.“Andini, siap-siap. Kita langsung ke rumah mbak Rania,” ucapnya singkat. Andini yang duduk di kursi penumpang melongo. “Lho… buat apa Mas?”Ia tidak bisa menyembunyikan perasaan terkejutnya.“Buat apa? Buat minta penjelasan kenapa dia siram kamu pakai kopi panas!” Nada Dewa naik setengah oktaf. “Kalau dia pikir dia bisa seenaknya—”“STOP!” Andini tiba-tiba menepuk pahanya sendiri, panik. “Mas, jangan! Jangan ke sana!”Bukan ia tidak mau melawan. Posisinya sulit. “Kenapa?!” Dewa melirik sekilas, alisnya hampir bertaut jadi satu.Andini gelagapan. “Udah… udah cukup! Kalau aku ikut, nanti dia pikir aku ngadu! Aku ini udah dapat cap buruk di matanya dan di mata keluargamu. Tolong jangan persulit aku, Mas…”Dewa menghela napas berat, tapi tetap melaju. “Aku nggak peduli. Dia salah, dan dia harus—” Tiba-tiba, sebuah truk parkir miring di tepi jalan, membuat Dewa haru

  • Dikhianati Mantan, Dinikahi Paman Miliardernya   Bab 146 Si Penjaga Bayangan

    Andini merasakan kepalanya panas, bukan hanya karena kopi. Sikap Rania sudah keterlaluan. Namun ia masih punya hati untuk tidak membalasnya. Oh, tidak, insiden barusan terjadi begitu cepat.“Argh, dasar Nenek lampir,” gerutu Andini merapikan kemeja yang meskipun sudah dibersihkan oleh gulungan tisu tetap terlihat basah dan kotor. Noda kopi hitam memang agak membandel.Rasanya ia ingin melempar sesuatu sebagai pelampiasan. Ia melihat cangkir kopi itu dan terbesit ingin melemparnya ke dinding. Sebelum fantasi liarnya terwujud, suara derit pintu terdengar.Siluet tampan dan bertubuh gagah muncul di ambang pintu. Kemarahan itu meluap terbawa udara. Senyuman orang yang jarang tersenyum itu maut. Senyum Dewandaru Hadinata bikin hati Andini meleleh.Andini mengangkat kepala, berusaha tersenyum tipis. “Rapatnya udah selesai, Mas Dewa?”Tatapannya sebentar menelusuri wajah pria itu, lalu buru-buru berpaling. Ia tidak ingin Dewa melihat matanya yang sembab. Lupa, jika Dewa itu orang yang telit

  • Dikhianati Mantan, Dinikahi Paman Miliardernya   Bab 145 Tamu yang tak diharapkan

    Dipta berdiri di dekat pintu, masih dengan jas dokter yang separuh terbuka, masker tergantung di leher. Ia berjalan mendekat tanpa banyak bicara, menaruh sebuah termos kecil di meja.“Apa itu?” tanya Naura pelan.“Sup ayam. Dari kantin.” Jawabannya singkat, tapi matanya memerhatikan wajah Naura lekat-lekat. “Makan nanti kalau sudah agak enakan.”Naura mengangguk pelan. “Harusnya nggak usah repot-repot, Dok.”Dipta menarik kursi, duduk di sisi ranjang. “Kamu pikir aku mau lihat kamu pucat kayak tadi lagi?” Nada suaranya tegas, tak seperti biasa.Kenapa ya? Apa karena kasihan dia sakit?Naura menggigit bibir, tidak tahu harus membalas apa.Dipta bersandar sedikit, pandangannya tak lepas dari wajahnya. “Besok kamu libur. Nggak ada diskusi. Nggak ada tugas.”“Tapi—”“Nggak ada tapi.” Tatapan itu mengunci miliknya. Lalu, nada suaranya merendah. “Kamu bikin aku khawatir, Naura.”Hening sejenak. Naura menelan saliva, detak jantungnya terasa lebih keras. “Saya… nggak bermaksud…”“Aku tahu. Ak

  • Dikhianati Mantan, Dinikahi Paman Miliardernya   Bab 144 Takkan lari gunung dikejar

    Pintu IGD terbuka, dan dari luar terlihat Dr. Gilang berdiri di ambang pintu, kedua tangannya menyilang di dada. “Dia pasienku juga, Dipta. Aku harus tahu kondisinya.” Suaranya datar, tapi matanya menyiratkan sesuatu yang sulit dibaca.Dipta menoleh sekilas, wajahnya tetap dingin. “Kamu bisa baca hasil lab nanti. Sekarang, keluar.” Nada tegas itu membuat perawat yang sedang mencatat data pasien menelan ludah gugup.Tunggu. Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa ke dua dokter itu terlihat bersaing dalam menolong dokter KOAS yang pingsan itu. Bisik-bisik pun mulai menyebar seperti bola panas yang bergerak liar.Gilang menghela napas, mengendalikan emosinya, melangkah masuk beberapa langkah. “Aku cuma mau memastikan dia baik-baik saja. Nggak perlu segitunya.” Dipta berdiri di sisi ranjang, tubuhnya seperti dinding pelindung. “Aku bilang keluar, Gilang.” Tatapan mereka bertemu dengan sorot yang tajam, seolah saling menantang. Udara di ruangan itu terasa lebih padat dari biasanya. Naura

  • Dikhianati Mantan, Dinikahi Paman Miliardernya   Bab 143 Love Rivalry

    Hujan baru saja reda. Jalanan basah berkilau memantulkan lampu jalan. Naura duduk di kursi penumpang, mengamati tetesan air yang masih menetes di kaca mobil dr. Gilang.“Makanya aku tawarin tumpangan, Naura. Taksi nggak bakal gampang lewat sore mana hujan,” kata Gilang sambil menyalakan pemanas.Naura tersenyum tipis. “Makasih, Dok.”Ia ragu sejenak, lalu bertanya santai, “Tadi… abis ngapain di mall?”Gilang menghela napas pelan. “Beli buku… sama nyari hadiah buat keponakan. Harusnya istriku ikut, tapi ya, dia sibuk.”Nada “sibuk” itu terdengar lebih berat daripada kata biasa.Naura melirik sekilas. “Lagi banyak operasi, ya?”Diam sejenak, lalu Gilang tersenyum miris. “Operasi, seminar, konferensi, semua diambil. Kayak… hidupnya cuma buat karier.” Tangannya mengetuk setir pelan. “Kadang aku pikir… kalau menikah itu harusnya saling isi, bukan saling tinggal.”Naura menunduk. Ia tidak nyaman mengomentari urusan pribadi, tapi tetap berusaha sopan menanggapi. “Mungkin dia cuma lagi kejar t

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status