Share

Epilog

Penulis: Piemar
last update Terakhir Diperbarui: 2025-11-26 15:07:01

Setahun kemudian, 

Waktu bergulir begitu cepat. Kebahagiaan tengah menyelimuti keluarga kecil Andini dan Dewa. Tak terasa Andini dan Dewa sudah menyambut ulang tahun putra pertama mereka dengan penuh sukacita. Baby Axel tumbuh sehat. Ia sudah bisa berjalan dan mulai bisa bicara meski masih terbata-bata. 

Baby Axel adalah kesayangan keluarga Hadinata. Dia mirip sekali Dewandaru Hadinata saat kecil, sangat aktif, cerdas dan menggemaskan. 

Ruang tamu kediaman Hadinata telah disulap menjadi ruang perayaan ulang tahun pertama Axel. Balon-balon warna-warni menggantung di setiap sudut, menambah ceria suasana ruangan yang biasanya tampak elegan dan tenang.

Di atas meja utama, sebuah kue tar berbentuk mobil-mobilan berdiri mencolok. Hiasannya rapi, lengkap dengan detail kecil yang membuat Axel terus menunjuk-nunjuk tak sabar. Di atasnya, lilin-lilin kecil dipasang berjajar, menunggu dinyalakan untuk momen paling ditunggu hari itu.

Dewa merangkul Andini, mendekatkan wajahnya pada baby Axel. 

“Gak kerasa ya, Sayang. Anak kita sudah tumbuh besar,” bisik Dewa sembari sesekali menggoda Axel dengan mencubit pipinya yang chubby. Anak itu bertubuh gemuk untuk anak sepantarannya. 

Andini tersenyum. Wajahnya lebih tenang dan sikapnya lebih dewasa semenjak ia menjadi seorang ibu. Bahkan ia kini mulai berpenampilan feminim, mengenakan dress berwarna putih untuk hari istimewa putra mereka. 

Di sampingnya, Dewa berdiri gagah dengan kemeja putih senada. Keduanya tampak seperti pasangan yang menemukan ritme hidup baru setelah kehadiran sang buah hati.

Axel tertawa keras, tangannya menggapai-gapai ke arah balon warna-warni di atas mereka, seolah ikut merayakan kebahagiaannya sendiri.

“Sini, Ibu gendong Axel,” tiba-tiba Ratih mendekat lalu merentangkan ke dua tangannya, menyambutnya dengan penuh sukacita. “Ayo, cucu Eyang yang ganteng. Kamu gak boleh digendong terus Mama dan Papa. Ayo turun! Kita tiup lilin ulang tahun.”

Meskipun Ratih sudah sepuh tetapi dia masih tampak bugar. Kesehariannya adalah memomong Axel. Di kediaman Hadinata, Axel bagaikan pelita yang bisa menyatukan keluarga yang sempat berantakan. 

Semua orang menyukai Axel. Axel yang tampan, ceria dan menggemaskan bisa menghibur siapapun yang berada di dekatnya. 

“Ibu, Axel gak usah digendong. Dia udah bisa jalan kok,” seru Andini menurunkan Axel hingga anak tampan itu berjalan ke arah neneknya lalu meraih genggaman tangannya. Lalu disusul tangan satu lagi digenggam oleh Surya. Mereka berjalan menuju meja berisi kue ulang tahun. 

“Hei, tunggu! Baby Lea juga mau ikut,” teriak Amanda sembari menuntun Lea yang kini sudah berusia sekitar delapan belas bulan. Anak perempuan itu begitu antusias saat melihat balon warna-warni. 

Di belakangnya Bima dan Andika berjalan bersisian. Andini langsung menyambut ayahnya. Sementara itu Bima hanya tersenyum sekilat padanya.

Andini memeluk ayahnya erat. "Terima kasih sudah datang, Ayah,"

Andika tersenyum dengan mata yang berkaca-kaca. "Ayah sangat merindukan kalian." 

Melihat kakeknya datang, Axel berlari lalu memeluk kakinya. Andika sedikit menunduk lalu mengangkatnya dan menggendongnya. "Lama kelamaan kamu mirip sekali ibumu, Axel."

Axel tertawa lalu tak lama kemudian ia minta diturunkan. Lea menarik-narik ujung celananya. Mereka memang sangat dekat. Mereka asik mengobrol singkat meski kadang obrolan mereka tidak dipahami. Orang dewasa hanya terkekeh pelan melihat aksi mereka. 

Setelah merasa bosan, Axel kembali berlarian. Sementara itu Lea tergoda dengan balon warna-warni.

“Mom, aku mau balon itu!” katanya menunjuk ke arah balon berwarna pink yang berada di sudut. 

“Lea bisa dapat balon kalau tiup lilin dulu sama Axel,” kata Andini langsung menyambut keponakannya. Gadis berambut dikuncir dua itu langsung menoleh dan memeluk Andini. “Mama Andin, aku kangen,” katanya dengan suara manja. 

“Mama juga kangen kamu, Sayang.” Andini mengeratkan pelukannya pada tubuh mungil Lea. 

Amanda menatap pemandangan itu dengan perasaan yang dipenuhi rasa haru. Oh,, andai waktu bisa diulang kembali, mungkin ia bisa sangat dekat dengan kakaknya sendiri. Andini akan tetap menjadi sosok kakak yang baik dan perhatian. 

Gadis kecil itu memang dekat sekali dengan Andini hingga ia ingin memanggil Andini dengan panggilan Mama. 

Setelah pelukan mereka merenggang, kini Amanda yang memeluk Andini. Selama ini Amanda memang tinggal bersama dengan Bima di Surabaya. Ia sesekali pulang ke rumah ayah mereka atau keluarga Hadinata. Itupun tidak menentu. Pasalnya, Bima sibuk bekerja di sana. 

“Mbak Andini sehat?” tanya Amanda menggenggam tangan kakaknya erat dan hangat. Dia menjadi tampak keibuaan setelah memilik anak perempuan. 

“Seperti yang kaulihat aku sehat, Manda,” jawab Andini sembari sesekali menyelipkan sisi rambutnya ke balik telinganya. 

Amanda tersenyum. “Aku senang Mbak sehat. Tapi,” tatapan Amanda turun pada perut Andini yang buncit, bertolak belakang dengan postur tubuhnya yang langsing. Cenderung kurus. Apa penyebabnya wanita itu terlihat berisi?

Dewa meraih pinggang Andini dengan gerakan santai sebelum menjawab pertanyaan Amanda.

“Lagi ngisi lagi. Dua bulan,” ujarnya tanpa menyembunyikan nada bangganya.

Amanda dan Bima saling melirik cepat—reaksi kaget yang jelas terlihat.

“Wah, semangat ya, Mbak Andini,” ujar Amanda, kali ini terdengar tulus dan benar-benar ikut bahagia.

Suara ketukan high heels terdengar mendekat. Jelita muncul sambil menggandeng tangan ibunya, Rania, dan membawa sebuah kado berisi mainan untuk Axel.

Kehadiran Rania, ibu Bima, menjadi pemandangan tak terduga yang menyejukkan. Wanita itu dulu sulit menerima Andini, namun hari ini ia tersenyum hangat sambil duduk berdampingan dengannya.

Perubahan itu perlahan terjadi sejak Jelita, putri bungsunya, sembuh dari penyakit langkanya berkat akupunktur dan herbal yang Andini berikan.

"Ini buat Axel," kata Rania memberikan kado besar pada Andini.

Andini menerimanya dengan senang hati. "Terima kasih, Mbak,"

"Hei, ini dari aku. Kemarin di telepon dia minta Lego Dino," sambung Jelita, menyerahkan kado yang lebih besar lagi. 

Andini dan Dewa saling melempar pandang.

"Makasih Jelita," kata Andini terkekeh pelan.

Kehidupan Andini dilimpahi kebahagiaan pada akhirnya. Keluarga Hadinata sudah menerima kehadirannya sepenuhnya. 

Waktunya tiup lilin. Andini dan Dewa berdiri di sisi baby Axel. Anak itu memandang lilin menyala dengan mata bulat penuh takjub, tangannya maju-mundur seolah ingin meraih cahaya kecil yang berkelip. Di sampingnya, Lea ikut. Dia memang suka menempel padanya. 

“Ayo, Nak… pelan-pelan,” bisik Andini, suaranya bergetar oleh haru. Ia meraih tangan Lea agar berdiri di samping Axel dengan benar. Anak itu super aktif, tangannya tak bisa diam. “Kamu juga ikut tiup lilin ya sama Axel,”

Lea mengangguk gemas. “Iya, Mama,”

Andini berkata lagi. “Kita berdoa yuk, kita buat harapan dulu.” 

Ke dua anak kecil itu memejamkan mata dengan ke dua tangan menengadah. Mulut mereka bergerak-gerak berdoa dengan gaya masing-masing.

Dewa mendekat, tersenyum melihat mereka. Ia pun menunduk sejajar dengan mereka. “Satu, dua, tiga…”

Mereka meniup bersama. Nyala lilin padam, disambut tepuk tangan dan sorak kecil dari semua yang hadir. Konfeti pastel berjatuhan, menempel di rambut Andini, berkilau seperti serpihan keajaiban.

Semua anggota keluarga bersukacita. 

Dewa menatap istrinya. Tatapan yang lama dan hangat.

“Din,” suaranya serak. “Kamu pernah nyesel nikah sama aku?”

Riuh pesta seolah memudar. Andini menatap Axel yang terkikik memegang jari Dewa.

“Kalau aku nyesel,” katanya pelan, “kita gak akan sampai sejauh ini. Kita gak akan punya keajaiban kecil ini. Kamu rumahku, Mas Dewa.”

Dewa mengembuskan napas berat, matanya memerah. Ia meraih Andini dan Axel dalam satu pelukan.

-Happy Ending-

Noted;

Hai, my lovely Readers, baik pembaca lama ataupun baru, sekarang kita sudah tiba di penghujung cerita. Sebagai author, saya ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada kalian yang sudah bertahan, menikmati cerita ini hingga bab terakhir. 

Pun, saya ingin berterima kasih atas support kalian pada novel ini baik dalam bentuk ulasan, gem atau gift. Semoga rezeki kalian melimpah dan semoga kalian diberkati kesehatan. 

Sebagai penutup, saya juga ingin mengucapkan permintaan maaf jika novel ini ada kekurangan di dalamnya. Semoga ke depan author bisa menghasilkan karya lebih baik lagi. Pun, meminta maaf karena belakang update tidak rutin. Hal tsb berkaitan dengan projek lain yang harus author prioritaskan, novel ongo satu lagi mendapatkan kesempatan ads di luar apk sehingga berdampak pada penggarapan novel ini. 

Kalian juga bisa menikmati karya saya lainnya–yang masih ongoing ‘Putri Yang Tertukar’. Novel perdana author dengan genre historical romance yang tak kalah seru dengan novel ini. See you!

Wassalam, 

Piemar (Pie Mar)

26 November 2025

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (4)
goodnovel comment avatar
Piemar
makasih Kak Mom, ditunggu di cerita baru pie ya
goodnovel comment avatar
Piemar
Terima kasih kembali ka Eti sehat-sehat ya, ketemu lagi nanti di novel baru Pie
goodnovel comment avatar
Eti Mulyati
aahh... baru bisa baca ending nya.. makasih Thor .. ceritamu... selalu ditunggu...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Dikhianati Mantan, Dinikahi Paman Miliardernya   Epilog

    Setahun kemudian, Waktu bergulir begitu cepat. Kebahagiaan tengah menyelimuti keluarga kecil Andini dan Dewa. Tak terasa Andini dan Dewa sudah menyambut ulang tahun putra pertama mereka dengan penuh sukacita. Baby Axel tumbuh sehat. Ia sudah bisa berjalan dan mulai bisa bicara meski masih terbata-bata. Baby Axel adalah kesayangan keluarga Hadinata. Dia mirip sekali Dewandaru Hadinata saat kecil, sangat aktif, cerdas dan menggemaskan. Ruang tamu kediaman Hadinata telah disulap menjadi ruang perayaan ulang tahun pertama Axel. Balon-balon warna-warni menggantung di setiap sudut, menambah ceria suasana ruangan yang biasanya tampak elegan dan tenang.Di atas meja utama, sebuah kue tar berbentuk mobil-mobilan berdiri mencolok. Hiasannya rapi, lengkap dengan detail kecil yang membuat Axel terus menunjuk-nunjuk tak sabar. Di atasnya, lilin-lilin kecil dipasang berjajar, menunggu dinyalakan untuk momen paling ditunggu hari itu.Dewa merangkul Andini, mendekatkan wajahnya pada baby Axel. “Ga

  • Dikhianati Mantan, Dinikahi Paman Miliardernya   Bab 240 - Menjadi orang tua

    Andini menatap Naura dengan lekat. Terlihat ada perubahan pada wajah dan tubuhnya. Wajah Naura tampak bersinar terang. Auranya beda sekali. Beberapa bagian tubuhnya terlihat berisi. Andini mengamati setiap detail kecil sahabatnya. Akhirnya, ia pun menarik sebuah kesimpulan. “Kamu hamil ya Nana?”Mata Naura melebar, nyaris loncat dari tempatnya. Sebetulnya, ia belum mau membocorkannya. Ia merasa hamil trimester awal itu sangat rentan. Namun ternyata Andini punya bakat intelijen. Mudah sekali ia menebak. Andini tak sabar mendengar jawaban Naura. Matanya memicing. Ia menaik turunkan alisnya. Sebuah tanda bahwa Naura harus segera menjawab pertanyaan penting darinya. Sebelum menjawab Naura sempat melirik ke arah suaminya, dr Dipta yang ngobrol soal perusahaan dengan Dewa. ya, begitulah pria itu mudah sekali akrab. Ketika Andini dan Naura mengobrol berdua. Mereka sudah mengobrol tentang investasi. Karena suaminya tidak meresponnya, Naura menunduk malu seperti orang yang ketahuan berbuat

  • Dikhianati Mantan, Dinikahi Paman Miliardernya   Bab 239 - Pasangan yang bahagia

    “Mas, aku jadi deg-degan nih,” imbuh Andini menatap Dewa–yang sedang sibuk merapikan bawaan ke dalam tas bayi berukuran besar. Dewa terkesiap. Ada apa dengan istrinya? Perasaan tadi dia baik-baik saja.Dewa menatap istrinya lurus. “Kenapa?” tanya Dewa penasaran lalu ia menarik kesimpulan. “Oh, kamu gugup jadi seorang ibu ya,”Sebelum Andini menyahut, ada keraguan sebelum ia mengungkapkan isi hatinya. “Bukan itu Mas. Maksudku, aku gugup. Sekarang kita akan tinggal di rumah Ibu dan Ayah. Kamu tahu kan tinggal sama mertua itu em,”Pikiran Andini mulai kemana-mana. Apalagi setelah melihat dan mendengar berita tentang tinggal dengan mertua itu tidak nyaman. Pasti mereka akan banyak mengatur dan ikut intervensi dalam kehidupan rumah tangga mereka. Dewa terdiam, mencoba membaca isi kepala istrinya. Ia membelai sisi wajahnya, berusaha menenangkannya. “Sayang, kamu gak usah khawatir. Ibu dan Ayah senang kita tinggal di rumah. Kalau misalkan Ibu bicara macam-macam sama kamu atau ngatur, bila

  • Dikhianati Mantan, Dinikahi Paman Miliardernya   Bab 238 - Kehangatan keluarga

    Bima dan Amanda datang dengan membawa banyak perlengkapan, seolah hendak berkemah selama tiga hari. Amanda menggendong bayi mereka yang chubby dan lincah, berusia sekitar tujuh bulanan, sementara Bima memanggul tas besar berisi diapers, selimut, dan entah apa lagi.Baik Dewa maupun Andini sempat tak bisa menyembunyikan rasa terkejut mereka. Melihat bayi mereka dijenguk oleh anggota keluarga rasanya kebahagiaan mereka semakin melimpah.Andini tersenyum ketika Amanda, adik tirinya memeluknya. Ke duanya sudah berdamai dengan keadaan. Andini yang pemaaf dan Amanda yang berusaha bertobat dan menebus setiap kesalahan yang ia perbuat pada kakaknya. Amanda berbisik lirih pada telinga Andini. “Selamat, Mbak. Sekarang Mbak Andin sudah menjadi seorang wanita sempurna. Menjadi seorang ibu. Aku ikut senang Mbak,”Ketika pelukan mereka terlepas, Amanda masih menggenggam tangan Andini. “Sekarang baby Lea punya temannya, baby boy. Siapa namanya Mbak?”Andini saling lirik dengan Dewa. “Kami masih gal

  • Dikhianati Mantan, Dinikahi Paman Miliardernya   Bab 237 - Orang tua baru

    Dewa dan Andini sempat panik melihat kondisi bayi mereka yang tiba-tiba denyut nadinya melemah. Dokter menaruhnya dalam inkubator. Detik itu juga monitor di samping inkubator menunjukan perubahan yang cukup signifikan. “Mas, kenapa dengan bayi kita?” Di antara rasa sakit pasca melahirkan Andini tercengang mendengar kabar tentang putra mereka. Dewa diam, pikirannya kosong. “Dokter, tolong anak kami,”Dokter bergegas melakukan tindakan, memberikan oksigen tambahan, memeriksa ulang saturasi dan suhu tubuh bayi. Dewa merangkul tubuh istrinya, menguatkannya. Andini terisak dalam dekapannya. Ia diserbu ketakutan melihat kondisi bayi mereka. Pikirannya berkelana ke sana kemari, takut terjadi apa-apa pada bayi mereka. Dokter berusaha menenangkan sepasang suami istri itu. “Pak Dewa dan Bu Andini tenang ya! Kami tangani,”Beberapa menit berlalu terasa begitu menyiksa. Tangis Andini belum juga reda. Dewa menggenggam tangannya erat, menyalurkan rasa hangat untuk istrinya, berharap Andini kua

  • Dikhianati Mantan, Dinikahi Paman Miliardernya   Bab 236 - Tangisan bayi lelaki

    “Aku mau kamu malam ini,” imbuh Dipta ketika ia menarik diri, melepas ciumannya pada Naura yang tiba-tiba. Wajah Naura memerah tetapi ia mengangguk setuju. Ia memang sudah bertekad akan menyerahkan diri sepenuhnya pada suami halalnya. Sudah waktunya tiba. Ia tak ingin mengulur waktu lagi. Beberapa menit kemudian, Dipta mengecup keningnya lama lalu membacakan doa untuknya. Suasana kamar pengantin itu mendadak sunyi dan tegang. Hanya terdengar suara detak jantung yang berpacu kencang. Mereka sama-sama gugup. Namun sebagai seorang pria, Dipta berusaha keras untuk tenang. Kenapa? Karena jika ia terlihat sama gugupnya malam syahdu itu tidak akan berhasil sempurna.Lagi, Dipta menunduk mencium bibir Naura dengan lembut dan pelan-pelan. Sebuah awal yang indah dan membuat hati berdebar-debar tak karuan. Naura membalasnya meskipun masih canggung dan belum mahir. Ia mulai menerima Dipta dengan sukarela. Detak jantungnya sudah stabil. Ia mulai menikmati hangatnya ciuman.Detik demi detik ber

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status