Dimanjakan sang Majikan Tampan

Dimanjakan sang Majikan Tampan

last updateHuling Na-update : 2025-09-23
By:  Astika BuanaOngoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Hindi Sapat ang Ratings
4Mga Kabanata
25views
Basahin
Idagdag sa library

Share:  

Iulat
Buod
katalogo
I-scan ang code para mabasa sa App

Dalam hati mereka tidak ada niat untuk saling menyayangi apalagi mencintai. Namun, waktu membawa hati mereka saling bertaut dalam keadaan yang tidak pantas. Cinta yang dibalut ketidaksetiaan suami, pengkhianatan sahabat dan hutang budi ini, akankah berujung kebahagiaan?

view more

Kabanata 1

Bab 1. Iklan Aneh

[Dibutuhkan segera: tenaga kerja wanita.

Syarat utama: janda mati yang mempunyai tanggungan anak balita.]

Dahi Cahya berkerut setelah membaca iklan di situs lowongan pekerjaan. Dilihat dari sisi mana pun, lowongan ini aneh.

Apakah pemasang iklannya mencari kesempatan untuk beramal kepada janda dan anak yatim?

Walaupun ini sesuai yang wanita ini butuhkan, tetapi ada keraguan dalam hati Cahya. Apalagi saat membaca fasilitas yang akan ia dapatkan.

[Gaji melebihi UMR, tinggal dalam, dan kebutuhan harian sudah ditanggung.]

Jika bukan karena ada niat khusus, tidak mungkin kan fasilitasnya sebagus ini? Untuk janda beranak satu dan di masa ketika orang sedang kesulitan cari kerja pascapandemi pula.

Namun, menelisik perusahaan ini sepertinya terpercaya dan bukan perusahaan penipuan yang berkedok mencari tenaga kerja. Banyak komentar yang menyatakan ini benar, dan Cahya pun tahu di mana letak kantor perusahaan itu.

Setelah memantapkan diri, wanita beranak satu ini mengisi biodata dan meng-klik tombol send. 

Tidak lupa melampirkan foto keluarga yang dijadikan salah satu persyaratannya. Sekarang menunggu tahap berikutnya, panggilan untuk wawancara.

"Mbak Cahya! Permisi."

Suara di balik pintu menyentakkan dia.

Tahu siapa yang datang, dia melangkahkan kaki lebar-lebar untuk membuka pintu. Sejenak jantungnya berdetak kencang dan tangan terasa dingin tiba-tiba. Ibu pemilik kos datang, seperti biasa menagih sewa bulanan.

"Adik kecil bobok?" tanyanya dengan wajah dan tatapan berbinar. Cahya tahu ini sekadar basa-basi, lihat saja, nanti akan ada perubahan setelah mendengar jawabannya.

"Pagi, Mbok Kadek," jawab Cahya setelah membukakan pintu. Mbok, sebutan kepada perempuan muda di Bali, sama dengan sebutan 'mbak' kalau di Jawa.

"Biasa, Mbak Cahya. Mau ambil bulanan," ucap wanita yang dipanggil Mbok Kadek masih menebar senyum.

"Maaf, Mbok."

Satu kata maaf menyusutkan seketika senyum yang disajikan tadi, seakan mengerti kalimat apa yang akan menyertai setelahnya.

"Bisa tolong minta waktu lagi. Saya belum dapat pekerjaan."

Sekarang, senyum itu benar-benar tak berbekas.

"Mbak Cahya, minggu kemarin alasannya begitu. Sekarang juga. Kok mundur-mundur terus? Saya tidak bisa menunggu lama. Mbak Cahya kan tahu, penghuni kos banyak yang pulang kampung. Sedangkan tagihan bank masih terus berjalan."

Wanita berkulit putih bersih itu mengangguk mengerti, hafal dengan alasan yang akan dijabarkan. Pasti seputar tagihan pinjaman Bank yang dulu digunakan sebagai modal pembangunan kos-kosan ini. 

Hitungannya, sih, tidak meleset kalau keadaan normal. Namun, penyewa kos yang berkurang drastis menyebabkan pemasukan berkurang banyak. Mereka pada umumnya menyerah dengan keadaan, memilih pulang ke kampung, atau kembali ke pulau tempat mereka berasal.

Walaupun Cahya mengerti keadaannya, tapi bagaimana lagi?

"Tapi, Mbok. Suami saya--"

"Iya, saya tahu. Makanya saya beri toleransi waktu. Tapi, bukan berarti tinggal gratis," ucapnya sambil menengadahkan tangan. “Dah, kasih saya sekarang berapa aja. Hitung aja sebagai cicilan.”

Cahya akhirnya menyerahkan satu lembar uang berwarna merah terakhir yang ia punya. 

Suaminya belum lama ini meninggal terkena wabah COVID, tanpa mewariskan apapun kecuali seorang putra serta tunggakan tagihan kontrakan dan pinjaman bank. Cahya sendiri sudah beberapa lama tidak bekerja meski punya punya pengalaman dan gelar. Pun, ingin bekerja sekarang, sulit karena wabah penyakit ini melumpuhkan hotel dan restoran–tempatnya mencari kerja sebelumnya.

Dia mengerti, situasi sekarang ini merupakan pukulan telak bagi pelaku pariwisata seperti Bali ini. Yang biasanya bergantung dengan datangnya tamu, kebijakan penutupan wilayah memaksa menghentikan semua kegiatan ekonomi. 

Pada akhirnya, belakangan ini ia memaksakan diri untuk menjadi ojek online–dengan motor bekas ojek milik suaminya.

"Bu, Ibuk, Cakti maem." Suara si kecil menyadarkan lamunan wanita berambut lurus itu. Dia menggelung rambut dan mengangkat anaknya yang mengulurkan kedua tangannya.

"Sakti lapar?"

"Iyak," sahut anaknya sambil mengusap-usap perutnya. Kebiasaan yang sebelumnya diajarkan almarhum suaminya. Diajarkan arti lapar dengan menunjuk perut yang mulai mengempis.

Sambil menggendong Sakti, Cahya menyeduh bubur instan sasetan. Dia menuang sisa yang tinggal setengah. Wanita berkulit putih itu mendesah. Dalam pikirannya, ini masih tertinggal dua saset lagi, sedangkan uang sudah menipis.

"Sakti makan ini dulu, ya. Nanti setelah makan mimik Ibuk, terus bobok ya."

"Iyak." Sakti mengangguk-angguk dan tangan kecilnya itu bertepuk tangan sambil menghidu aroma bubur yang diaduk Cahya. 

Setelah selesai dan memastikan Sakti sudah tertidur, Cahya menitipkan Sakti ke tetangga sebelum kemudian mulai bekerja. Begitulah rutinitasnya belakangan ini.

Beberapa orderan dia terima. Ibu muda itu sengaja mengambil orderan dengan tujuan seputar tempat tinggalnya. Itu pun yang diterima anak sekolah, dan wanita saja.

Wajah ayu itu tersenyum menatap lembaran uang hasil kerja kerasnya. Tidak banyak, tetapi setelah dipotong uang bensin, ini cukup untuk membeli makanan dan susu anaknya.

“Hari ini cukup segini. Aku harus pulang sebelum waktunya Sakti mandi,” guman Cahya sebelum memacu kuda besinya.

Meskipun tidak banyak, tetapi ada pemasukan yang bisa diandalkan. Uang simpanan tidak berkurang, malah bertambah sedikit demi sedikit. Lumayan sambil menunggu panggilan kerja dari lamaran yang sudah dia masukkan.

***

Ini hari kesepuluh.

Baru saja memarkir motor, Mbok Kadek tergopoh menghampirinya. “Mbak Cahya, Adek Sakti badannya agak panas. Padahal dari tadi di kamar saja tidak main di luar rumah!”

Palawakin
Susunod na Kabanata
I-download

Pinakabagong kabanata

Higit pang Kabanata

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Walang Komento
4 Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status