Mereka tiba di rumah. Kelly akan menunggu anak-anaknya yang akan menjemput di rumah Vina. Keduanya mengobrol seru tentang anak-anak.Setelah mencuci tangan, keduanya masuk ke ruang bayi. Vina langsung menyusui Kean. Sementara Kelly memilih bermain dengan Kael.Sambil menggendong Kean, Kelly bercerita tentang pendidikan anak-anaknya.“Brandon memilih home schooling. Tetapi setiap dua minggu sekali, mereka datang ke sekolah swasta dan belajar bersama anak-anak lain.”“Biar mereka bersosialisasi juga, ya?” tebak Vina.“Betul. Brandon itu sangat protektif. Nggak mau anak-anaknya kena pengaruh buruk anak-anak lain. Jadi, yang banyak mengurusi pendidikan kembar tiga yaa suamiku itu.”Vina terkekeh. Jika biasanya seorang ibu yang berperan dalam pendidikan anak, tampaknya di keluarga Kelly terbalik.“Sehari-hari aku hanya mengurus Brandon. Pokoknya kalau dia butuh sesuatu, aku harus selalu siap. Itu saja pekerjaanku.” Kelly terkekeh.“The real wife.” Vina tersenyum memaklumi.Kelly mengangguk
“Kamu jadi janjian dengan Kelly hari ini?” Dylan bertanya seraya bersiap pergi.Vina mengamati suaminya berpakaian. “Jadi.”“Ke klinik kecantikan rekomendasi Kelly?”“Iya.”Sengaja Vina hanya menjawab singkat-singkat saja. Ia memutuskan mengikuti langkah Kelly untuk tidak memberitahukan proses yang akan ia lakukan di klinik kecantikan tersebut. Vina berencana mencari informasi sebanyak-banyaknya lebih dulu.“Ngapain, sih? Bukannya biasanya kamu melakukan perawatan dengan memanggil terapis kecantikan ke rumah?”“Perawatan ibu setelah melahirkan tidak bisa dilakukan di rumah. Begitu katanya.”“Kenapa?” Dylan malah tampak semakin penasaran. “Memang kamu mau diapain?”“Belum tau, Sayang. Nanti ada konsultasi dulu sebelum dilakukan perawatan.”Dylan mengangguk-angguk. Vina mengembuskan napas lega kala suaminya tidak lagi bertanya-tanya. Lagipula, ia pergi dengan Kelly, pasti Dylan percaya saja.“Hari ini kamu hanya rekaman, kan? Nggak ada syuting?” Vina mengalihkan pembicaraan.“Iya. Doaka
Dalam perjalanan pulang, Vina akhirnya sibuk memeriksa perlengkapan syuting, promosi dan tour Dylan. Ia bisa bekerja tenang di mobil karena Dylan dan Clara sedang sibuk berbincang.Saat Vina masih menatap ponselnya, ia membaca satu notifikasi pesan yang masuk. Sebuah nomer brand bisnis terkenal. Vina segera membukanya.“Ini aku, Emil. Tolong simpan nomer pribadiku, ya. Jadi, aku tidak akan menghubungimu melalui telepon kantor lagi.”Tak lama kemudian, terdengar notifikasi lain. Emil mengirim nomer teleponnya.Vina segera membalas, “Oke.”Belakangan saat meeting selesai, Vina baru tau kalau lelaki yang mendekatinya adalah Emillio Sebastian. Putra seorang pendiri brand kenamaan dunia.Emil tadi hadir karena Dylan memang merupakan salah satu brand ambassador produk butik mereka. Lelaki itu mengakui efek promosi Dylan yang sangat menguntungkan bagi perusahaan mereka.Vina membuka chat lain yang baru masuk. Nomer pribadi Emil.“Paling lambat besok, aku akan kirim beberapa pakaian sebagai c
Vina dan Clara benar-benar ikut Dylan syuting keesokan hatinya. Jika Dylan bersemangat, tidak dengan Vina.Beberapa kali Vina berusaha merapikan riasan wajah dan tampak tidak nyaman dengan pakaiannya, terutama bagian dada dan perut.Tetapi dua anggota tubuh itu jelas tidak dapat ditutupi. Meskipun Vina sudah mencoba berbagai trik fashion."Mommy rambutnya cantik sekali." Clara menatap sang mommy yang memang sedang merapikan rambutnya sebelum mereka sampai di tujuan."Rambut Clara juga bagus.""Tapi nggak sebagus rambut mommy.""Nanti semakin lama rambut Clara semakin lebat dan tambah indah." Vina membelai rambut putrinya."Iya benar. Rambut mommy dan Clara dua-duanya bagus." Dylan turut berkomentar.Clara lalu mengamati rambut Dylan lalu rambut Vina. Anak perempuan itu tampak berpikir dan mengangguk-angguk."Rambut Ara itu warnanya kaya rambut mommy tapi keriting kaya daddy, ya?""Bukan keriting. Ikal.""Bedanya apa, Mommy?""Kalau ikal, gelombangnya lebih besar. Seperti rambut Clara.
Dylan menepati janji untuk bicara dengan Clara pada esok paginya. Bahkan, Dylan masuk ke kamar sang putri kala Clara belum bangun.Perlahan, Dylan naik ke ranjang dan duduk di samping Clara. Matanya menatap sosok anak kecil yang berselimut merah muda.Kalau diamati, semakin lama, Clara semakin mirip Vina. Apalagi seperti kemarin saat marah, wajah ketusnya benar-benar cerminan Vina yang sedang kesal.“Selamat pagi, Clara sayang.” Dylan menyapa sang putri yang baru membuka mata.Meski baru saja terbangun, Clara langsung sadar bahwa ia masih marah pada sosok di depan matanya kini. Clara membalik tubuhnya dan menarik sselimut kembali.“Kan ... persis Vina kelakuannya.” Dylan membatin sambil menggeleng pelan.“Clara sayang.” Dylan memegang bahu Clara dan bergeser mendekat. “Maaf, daddy semalam marah sama Clara, ya.”Clara tidak menjawab, tetapi Dylan melihat kepala sang putri mengangguk. Lalu terdengar isak tangis pelan membuat Dylan segera memeluk Clara.“Clara maafin daddy, kan?”“Tapi,
Saat kembali ke rumah, Dylan mengerutkan kening melihat Clara berada di kamar utama. Anak perempuan itu langsung pergi tanpa menyapa sang daddy dengan wajah memberengut.“Clara kenapa?”“Marah sama kamu.”“Marah kenapa?”Vina menjelaskan apa yang membuat putri mereka kesal. Berharap Dylan pengertian dan mau mencoba menenangkan Clara yang salah sangka.Namun, Dylan malah tergelak. Lelaki itu masuk ke kamar mandi sambil berkata santai. “Ada-ada aja Clara itu, ya.”Vina mencebik menatap pintu kamar mandi yang tertutup. Ada-ada saja gimana? Ia sendiri juga merasakan apa yang Clara keluhkan kok.Keluar dari kamar mandi, Vina langsung mengajak Dylan makan malam. Dylan mengikuti sang istri ke ruang makan.“Tapi, aku temani kalian saja, ya. Aku sudah makan banyak dengan tim syuting sebelum pulang.”“Ooh.”Percuma saja rasanya Vina masak bersama chef sore tadi. Ternyata Dylan sudah makan di tempat lain.Di ruang makan, Clara sudah duduk manis di meja makan sambil makan potongan buah segar. Ana