Seruni dan Catra seketika menoleh ke arah Panca. Keduanya tak dapat menyembunyikan keterkejutan mereka. Sungguh hal itu sama sekali tak diduga.
Catra kemudian berdiri. Manajer pemasaran itu terlihat lebih tinggi dari Panca saat mereka berdiri berhadapan.
"Maaf, Anda siapa? Kenapa tiba-tiba marah pada kekasih saya?" cecar Catra yang berperan dengan sangat baik sebagai kekasih Seruni.
Panca membelalakkan mata begitu mendengar ucapan Catra. Dia hampir tidak percaya dengan apa yang didengarnya sampai harus bertanya untuk memastikan. "Apa? Seruni kekasih Anda?"
Catra mengangguk. "Ya, benar. Seruni adalah kekasih saya. Kenapa? Anda bermasalah dengan hal itu?"
Panca gegas menggeleng. "Sudah berapa lama Anda pacaran dengan dia?" Pria itu sekilas melirik pada mantan tunangan yang tampak semakin cantik saja di matanya.
"Itu privasi kami. Anda tidak berhak tahu," sahut Catra dengan tenang. Pria berkacamata itu sama sekali tidak tampak grogi menghadapi mantan kekasih Seruni.
Panca tersenyum menyeringai. "Apa Anda tahu kalau minggu lalu dia memutuskan hubungan kami?"
Catra tak menunjukkan sikap terkejut. "Oh, jadi Anda mantan tunangan Seruni yang tidak bisa move on?" balasnya dengan telak.
Kedua tangan Panca mengepal di samping tubuhnya. Tampak sekali kalau pria itu kesal. "Apa? Saya gagal move on? Anda jangan bercanda. Bahkan sebelum kami putus, saya sudah punya pacar yang jauh lebih cantik dan baik dari dia," ucapnya dengan pongah.
Catra tertawa dan bertepuk tangan. Dia tidak peduli jadi pusat perhatian orang-orang yang ada di rumah makan itu. "Wow, jadi Anda mengaku selingkuh dari Seruni. Kalau memang selingkuhan Anda itu lebih baik dari Seruni, kenapa Anda sewot melihat Seruni ada di sini?"
Pria berkacamata itu kemudian berdecak sambil menatap Panca dengan pandangan remeh. "Kalau Anda ingin marah silakan marah pada saya karena saya yang mengajak Seruni makan di sini. Saya rasa siapa pun boleh datang dan makan di sini 'kan?"
Panca terlihat semakin kesal. Kulit wajahnya yang cokelat jadi semakin gelap. "Dari sekian banyak rumah makan kenapa harus di sini? Anda sengaja memanas-manasi saya?"
Catra kembali tertawa mengejek. "Apa? Memanas-manasi Anda? Jangan bermimpi! Anda saja yang merasa panas sendiri. Bukannya Anda sudah punya pacar yang lebih segalanya dari Seruni? Jadi untuk apa merasa terganggu melihat saya dan Seruni? Jangan-jangan Anda yang belum bisa move on dari Seruni!"
"Lagi pula rumah makan ini bukan punya Anda 'kan? Jadi Anda tidak berhak melarang saya, Seruni atau siapa pun makan di sini," imbuhnya.
"Anda sudah selesai makan 'kan? Silakan keluar dari sini dengan tenang. Tolong jangan mengganggu makan siang kami," pungkas Catra.
Tanpa menghiraukan Panca yang terlihat makin marah, pria berkacamata itu duduk dengan tenang di hadapan Seruni yang sejak tadi hanya diam dan sama sekali tidak bersuara. Wanita berusia 25 tahun itu sudah pasrah dan menyerahkan semua urusannya dengan Panca pada Catra. Selain itu, dia juga malas berbicara dengan mantan tunangannya yang ternyata sangat berengsek karena sudah terus terang menduakannya.
Tanpa diduga, Panca membungkuk lalu mencengkeram kerah kemeja Catra. Atasan Seruni itu tak tampak takut sama sekali, wajahnya tetap terlihat tenang. Bahkan bibirnya tersenyum tipis.
"Berengsek! Anda sengaja cari ribut dengan saya, hah?" teriak Panca yang membuat beberapa orang berdiri dan memegang mantan kekasih Seruni itu agar tidak berbuat nekat.
"Siapa yang cari ribut dengan Anda? Saya ke sini cari makan. Jangan ge er ya, Anda! Lagian saya ga level ribut sama pria yang selingkuh tapi tidak bisa move on dari kekasih saya." Catra memegang tangan Panca yang mencengkeram kerah kemejanya, lalu dengan gerakan cepat memelintir tangan mantan kekasih Seruni itu.
"Argh. Lepaskan aku!" Panca refleks berteriak saat tangannya dipelintir Catra. Dia tidak menduga pria yang bersama mantan tunangannya itu sangat kuat dan gesit.
Catra pun melepaskan tangan Panca. "Silakan pergi dan jangan pernah mengganggu kami lagi!" tegasnya sambil menatap tajam mantan kekasih Seruni itu.
Panca gegas beranjak dari sana sambil memegang tangannya yang dipelintir Catra tanpa mengatakan apa pun. Dia merasa sangat malu karena kalah telak dari pacar baru Seruni. Entah bagaimana nanti menghadapi teman-teman kantor yang melihat kejadian tersebut. Apalagi mereka tahu kalau dia yang menyelingkuhi Seruni.
Panca berjalan terburu-buru ke kantor sampai hampir tertabrak motor saat menyeberang jalan. Dia ingin segera menjauh dari Seruni dan Catra walau masih merasa penasaran karena mantan kekasihnya tiba-tiba muncul di sekitar kantornya. Padahal selama mereka berpacaran tak sekali pun Seruni datang ke sana. Kini malah menampakkan diri bersama pria lain.
Ada sisi hatinya yang tidak rela melihat Seruni dengan pria selain dirinya. Selama ini Seruni sangat cinta dan bergantung padanya, tapi sekarang sudah tidak lagi. Meskipun selingkuh dengan wanita yang lebih kaya dan seksi dari Seruni, tapi sejatinya dia mencintai mantan tunangannya itu.
Sebenarnya Seruni wanita yang baik. Keluarganya pun suka dengan Seruni karena sikapnya yang sopan. Namun sikap naif mantan tunangannya itu membuatnya muak.
Sejak kegadisannya dia ambil, Seruni tidak mau lagi melakukannya. Katanya dia takut dosa dan hamil. Padahal Panca sudah janji akan bermain aman dan akan bertanggung jawab kalau sampai Seruni hamil, tapi wanita itu tetap menolak.
Tak mendapatkan hal itu dari Seruni, dia mencari wanita lain yang dengan sukarela menyerahkan dirinya. Dari tak sengaja bertemu di pusat perbelanjaan, berkenalan, dan berakhir di hotel, hubungan mereka jadi intens. Dia lebih sering bertemu wanita itu daripada Seruni. Apalagi Panca tak pernah mengeluarkan sepeser pun untuk makan ataupun menyewa hotel karena semua ditanggung oleh wanita itu.
Setelah putus dari Seruni memang Panca jadi lebih bebas bertemu dengan wanita tersebut. Namun ada sisi hatinya yang hilang. Dia tak lagi merasakan cinta karena hubungannya hanya untuk memenuhi kebutuhan biologis mereka bukan karena cinta.
Panca masih tidak percaya kalau Seruni bisa melupakannya secepat itu. Selama ini Seruni sangat bucin padanya, jadi rasanya mustahil kalau langsung pindah ke lain hati dalam jangka waktu yang sangat pendek.
Mungkin saja Seruni hanya bersenang-senang karena pria itu tampan dan juga terlihat kaya. Berbeda dengannya yang hanya mengendarai motor, pria tadi mengendarai mobil. Panca tahu karena tadi tak sengaja melihat saat mereka datang.
Namun Seruni bukan wanita yang gila harta. Selama beberapa tahun mereka pacaran, dia cukup tahu bagaimana kepribadian kekasihnya yang sederhana itu. Meskipun bonus yang didapat Seruni besar bila berhasil menjualkan produk properti perusahaannya, tapi wanita itu tak pernah berfoya-foya. Justru Panca-lah yang lebih suka membeli barang-barang bermerek dengan uang Seruni.
Ada rasa sesal yang muncul di hati saat melihat Seruni dengan pria lain. Bagaimana kalau Seruni benar-benar cinta dan menikah dengan pria tadi? Apakah dia rela?
Runi terkesiap mendengar pertanyaan Bagas. Dia tidak menduga manajer hotel itu akan menanyakan hal itu padanya. "Maksud Mas Bagas pacarku?" Bagas menggeleng. "Ga harus pacar, siapa pun yang sekarang sedang dekat denganmu."Seruni diam sejenak sebelum menanggapi Bagas. "Aku ga punya pacar, Mas. Aku ga mau berkomitmen lagi, Mas. Aku trauma dikhianati," akunya."Maaf karena sudah mengingatkanmu pada hal yang menyakitkan." Bagas jadi merasa bersalah. Seruni tersenyum ke arah Bagas. "Tidak ada yang perlu dimaafkan karena Mas Bagas tidak salah," ucapnya.Setelah itu tak ada lagi yang berbicara. Hening menguasai saat mobil Bagas melaju dengan kecepatan sedang. Seruni yang duduk di samping Bagas, memilih menatap keluar jendela, sementara manajer hotel itu fokus mengendarai mobil sambil sesekali melirik ke samping kirinya."Runi, kamu marah sama aku?" tanya Bagas tiba-tiba. Memecah kesunyian di antara mereka.Seruni menoleh dengan kening mengerut. "Marah? Enggak kok. Memangnya aku kelihatan
Seruni menatap Intan lekat. Dia seolah bertanya pada sahabatnya itu lewat tatapan mata, apakah mau menemani Bagas mencari sepatu atau pulang saja seperti niat mereka sebelumnya. Intan memandang Bagas dengan senyum menyeringai. "Nanti kita dapat apa kalau nemenin Mas Bagas?" Dia tidak mau kalau tidak mendapatkan apa-apa dari kakak sepupunya itu. "Kalian bisa beli apa pun yang kalian mau. Sepatu, tas, baju, atau apa saja terserah," timpal Bagas dengan santai. Dia terus menampakkan senyum di wajah tampannya. Intan mengangguk. "Oke kalau begitu. Ayo, kita temani Mas Bagas, Run," ucapnya dengan penuh antusias. Ketiga orang itu akhirnya masuk ke salah satu toko yang menjual sepatu impor. Bagas melihat-lihat model sepatu olahraga, tapi tak ada yang cocok di hatinya. Mereka pun masuk dan keluar toko beberapa kali karena lagi-lagi Bagas belum menemukan yang sesuai keinginannya. "Mas, sebenarnya model kaya apa sih yang pengen dibeli. Masa sudah lima toko kita masuki tapi belum ada yan
Seruni menutup matanya sambil menghela napas panjang. “Aku tahu, In, tapi aku ga bisa berhenti begitu saja. Jujur, aku nyaman saat bersama dia. Baru kali ini aku merasa dihargai.”"Apa dia pernah menyatakan cinta dan bilang mau berpisah dengan istrinya kalau kamu menerimanya?" tanya Intan dengan nada sinis.Seruni mengangguk. "Pernah. Tapi aku ga mau, In. Aku ga mau jatuh cinta dan berkomitmen lagi. Aku benar-benar trauma."“Terus hubunganmu sama dia itu apa kalau tidak ada komitmen, Run?” desak Intan yang merasa gemas pada sahabatnya.“Kami tidak ada komitmen apa pun, In. Hanya saling memberi kenyamanan satu sama lain,” aku Seruni.Intan membelalakkan mata mendengar pengakuan sahabatnya. Dia tak percaya sahabatnya yang dulu sangat lugu, benar-benar berubah 180 derajat dalam waktu sebentar. Tak bertemu dua bulan saja, Intan sudah merasa asing dengan perubahan Seruni.“Jadi hubungan kalian tanpa status?” tanya Intan memastikan.Seruni mengangguk. “Iya, In. Aku sudah trauma dikhianati.
Pertanyaan Intan sontak membuat Seruni terkejut. Bukannya bercerita tentang keseharian mereka malah menanyakan pria yang sudah mengkhianati cintanya. Namun dia juga bisa mengerti kenapa sahabatnya itu bertanya, mengingat betapa hancur hatinya saat mengetahui perselingkuhan sang mantan tunangan. Dan setelah peristiwa tersebut, baru hari ini mereka bertemu.Seruni mengulum senyum. “Buang-buang waktu dan energi saja kalau aku tidak langsung move on dari dia, In. Buat apa mengingat-ingat pria yang sudah mengkhianati cinta tulus kita,” tukasnya.Intan tampak menghela napas lega. “Syukurlah kalau kamu sudah move on. Apa itu berarti sekarang kamu lagi dekat sama seseorang?” tanyanya sambil menatap san
Intan tertawa mendengar pertanyaan kakak sepupunya. “Normalnya ‘kan orang itu sukanya sama yang sebaya atau yang selisih umurnya tidak banyak, bukan sama anak kecil, Mas. Udah kaya pedo—” Belum sempat gadis itu menyelesaikan kalimatnya, Bagas sudah menyela.“Heh, aku pria normal ya. Aku bukan pria seperti yang ada di pikiranmu itu.” Bagas dengan cepat meluruskan pemikiran sang adik sepupu yang mengira dia punya kelainan s3ksual karena suka dengan Seruni yang selisih umurnya delapan tahun lebih muda darinya.Intan kembali tertawa. “Iya, aku percaya Mas Bagas pria yang normal, kalau ga normal pasti udah jadi tulang lunak.” Gadis itu malah makin meledek sang kakak sepupu.
Seruni menyadari perubahan sikap Catra jadi dia harus bisa bersikap bijak agar tidak membuat pria yang sudah banyak membantunya itu tidak tersinggung atau sakit hati. “Kalau memang benar apa yang Pak Catra katakan tadi, saya tidak peduli. Saya tidak kenal dekat dengan Mas Bagas, kami juga baru dua kali bertemu,” ucapnya.“Berulang kali sudah saya katakan kalau saya tidak percaya lagi pada cinta dan komitmen. Jadi tidak mungkin saya menerima cintanya atau pria mana pun. Kita yang sudah sedekat ini dan melakukan hubungan yang sudah melampaui batas saja, tetap tidak ada komitmen 'kan?” sambung Seruni.“Banyaknya luka dan sakit yang sayang rasakan, membuat saya tidak mau membuka hati lagi. Bi