Qiyana yang semula ingin membantu membereskan barang-barang berserakan milik seseorang yang bertabrakan dengannya spontan kembali berdiri. Wanita itu melangkah mundur tanpa sadar ketika mengetahui siapa orang yang baru saja bertabrakan dengannya. Mantan tunangannya. Seeorang yang tak ingin Qiyana temui lagi sampai kapan pun. Saat lelaki di hadapannya itu mengangkat kepala, akhirnya Qiyana benar-benar yakin kalau penglihatannya tidak salah. Lelaki yang sedang berjongkok di hadapannya ini memang Jovan, mantan tunangannya. Qiyana sudah tidak lagi memikirkan pengkhianatan yang lelaki itu lakukan padanya. Akan tetapi, kilasan kejadian tentang bagaimana pertemuan terakhir mereka. Bagaimana Jovan memperlakukan dirinya sangat buruk, bahkan berani mengusirnya dari perusahaan ayahnya. Itu yang masih melekat di ingatannya hingga saat ini. “Tunggu, Qiyana. Aku tahu kamu memang Qiyana. Jangan pergi, ada sesuatu yang ingin aku bicarakan denganmu!” cegah Jovan setelah membereskan barang-barangnya
“Kamu ingin mengunjungi makam siapa? Orang tuamu?” tanya Qiyana yang sudah turun dari mobil dan kini berdiri bersisian di samping Kenzo. Kini, pasangan suami-istri itu sedang berada di depan tempat pemakaman umum, tepatnya di samping mobil yang mereka tumpangi sebelumnya. Qiyana benar-benar tidak menyangka kalau Kenzo akan mengajaknya ke tempat seperti ini. Bukannya tidak mau, ia hanya terkejut dan bingung saja. Seingat Qiyana, kalau tidak salah ia pernah membaca berita gosip dalam sebuah artikel yang menyebutkan kalau kedua orang tua suaminya ini memang telah tiada. Sama seperti dirinya yang tidak lagi memiliki orang tua. Kemungkinan besar Kenzo pasti akan mengunjungi makam orang tua lelaki itu. Yang membuat Qiyana keheranan, kenapa Kenzo malah mengatakan kalau kunjungan ini dilakukan karena dirinya sedang merindukan seseorang. Padahal ia juga tidak tahu makam siapa yang akan mereka kunjungi. “Bukan. Kamu akan tahu sebentar lagi. Ayo, mataharinya sudah mulai terik. Harusnya tadi k
Qiyana meraba sisi ranjang di sampingnya yang dingin dengan senyum kecut. Rupanya Kenzo benar-benar tidak kembali ke rumah semalaman. Mungkin, dirinya tidak akan merasa sedih seperti ini kalau bukan karena tak sengaja melihat postingan seseorang. Qiyana tak pernah memiliki niatan untuk menjadi seorang penguntit. Akan tetapi, rasa penasaran membawanya melakukan sesuatu yang sedikit melenceng dari prinsipnya. Ia memang tidak mau terlalu mencampuri urusan orang lain. Tetapi, wanita itu sangat penasaran mengapa Kenzo tiba-tiba membatalkan janji yang jelas-jelas lelaki itu buat sendiri. ‘With my beloved man' Seperti itulah caption yang Amanda tulis di postingan terakhirnya beserta foto lengan seorang lelaki. Dari jam tangan juga kemeja yang lelaki itu gunakan, Qiyana sudah bisa menebak kalau orang itu memang suaminya. Jika dilihat dari yang tertera di foto itu, sepertinya Kenzo sedang menyuapi Amanda. Baru kemarin Qiyana merasa berada di atas angin dan sekarang dirinya malah dihempaskan
Wajah Amanda terlihat memucat setelah melihat gambar yang terpampang di atas mika hitam putih itu. Bukan hanya wanita itu yang terlihat syok, ekspresi Kenzo dan Qiyana pun tak kalah berbeda. Terutama Qiyana yang ingin segera merebut hasil USG nya itu dari tangan Amanda. Sayangnya, ia tidak bisa melakukannya. “Apa-apaan ini?! Apa hubungan kalian berdua sebenarnya?!” banyak Amanda dengan suara melengking yang terdengar ke seluruh penjuru ruangan. Sebelah tangannya mencengkeram hasil USG Qiyana, sedangkan yang satu lagi kini menunjuk wajah wanita di hadapannya. “Dan sekarang dia hamil!” Amanda merangsek maju yang sontak membuat Kenzo menarik Qiyana mundur perlahan-lahan. Tentu saja perhatian kecil itu menyebabkan luapan amarah yang Amanda rasakan semakin memuncak hingga wajahnya berubah merah padam. “Jadi, selama ini kalian menipuku?! Kalian berpura-pura menjadi rekan kerja profesional padahal semuanya palsu, iya ‘kan? Dan sekarang dia sedang mengandung anakmu, Ken?! Kamu tega melakuka
“Aku tidak bisa, Qiyana. Mohon maaf, tapi aku tidak mungkin melakukan itu. Kalau kamu ingin meminta bantuan lain, pasti aku akan berusaha mengabulkan. Namun, tidak dengan yang ini, sekali lagi mohon maaf,” tolak Nadira dengan kepala tertunduk. Qiyana sudah bisa menebak kalau jawaban yang dirinya terima akan seperti ini. Rencananya memang di luar nalar, tetapi wanita itu tidak tahu lagi harus meminta bantuan pada siapa. Bagaimanapun caranya, ia akan berusaha meyakinkan Nadira untuk membantunya. Respon yang Nadira tunjukkan membuat Qiyana yakin kalau wanita di hadapannya ini memang mengetahui sesuatu. Mencari tahu sendiri akan sangat sulit, siapa tahu Nadira memiliki akses lebih jauh tentang teka-teki yang ingin dirinya pecahkan. Qiyana menangkup kedua tangannya di atas meja seraya berucap, “Aku tidak tahu harus meminta tolong pada siapa lagi. Kamu tahu, aku sendirian. Kamu tidak perlu terus menerus mencari tahu. Aku hanya ingin kamu mengatakan padaku saat mendapatkan informasi apa pu
Qiyana yang terlonjak spontan bergerak menjauh hingga tanpa sadar nyaris terjungkal dari ranjang. Untung saja, seseorang yang berbaring di sampingnya langsung menahan tubuhnya dengan sigap dan mengembalikan ke posisi semula. Qiyana mengerjapkan matanya berulang kali, khawatir apa yang tersaji di depan matanya hanya khayalan semu. Tetapi, rengkuhan erat di pinggangnya sudah membuktikan jika visual seseorang di hadapannya ini memang nyata. “Berhati-hatilah. Kalau kamu sampai jatuh, itu akan membahayakan dirimu sendiri dan anak kita. Kenapa kamu terkejut sekali melihatku? Apa kamu tidak suka aku datang kemari?” tutur Kenzo sembari menyelipkan rambut yang menutupi sebagian wajah Qiyana ke belakang telinga wanita itu. Qiyana langsung menyingkirkan lengan Kenzo dari tubuhnya dengan decih sinis. Tidak ada gunanya lelaki ini kembali bersikap baik dan manis setelah mengusirnya secara paksa dari rumah hanya karena orang lain. Harga diri Qiyana benar-benar tercoreng karena diperlakukan begitu
Langkah Qiyana spontan terhenti karena kata-kata suaminya. Wanita itu menoleh dan menatap lelaki itu dengan sorot tak percaya. Gila saja! Apartemen ini hanya memiliki satu kamar saja, tidak mungkin Kenzo ikut menginap di sini juga. Tungkai jenjang Qiyana kembali bergerak mendekat ke arah suaminya yang memasang ekspresi tak berdosa. “Kamu harus pulang sekarang! Kamu tahu di sini hanya ada satu kamar. Kalau kamu ingin menginap di sini, memangnya kamu ingin tidur di mana?!” Qiyana melontarkan ancaman dan pengusiran itu dengan berbisik di samping telinga Kenzo. Sebab, Nadira juga berada di sini, meski sekarang wanita itu beranjak ke dapur, tetap saja masih bisa mendengar perdebatan mereka. Jujur saja, Qiyana masih sakit hati atas perlakuan Kenzo padanya kemarin. Setelah lebih mementingkan orang lain dibanding dirinya, bisa-bisanya sekarang lelaki itu bersikukuh ingin mengajaknya pulang. “Tenang saja, aku bisa tidur di sana,” jawab Kenzo santai sembari menunjuk sofa panjang yang tersedi
Kata-kata Qiyana membuat manik mata Kenzo terbelalak. Seakan-akan tak mempercayai apa yang baru saja keluar dari bibir istrinya. Lelaki itu membeku selama beberapa saat dengan tatapan yang masih menyorot sepenuhnya ke arah Qiyana. “Oh, kamu sudah benar-benar berubah pikiran? Ya sudah kalau begitu, silakan pergi. Aku akan tidur saja kalau kamu tidak mau.” Qiyana melepaskan lengan Kenzo dan hendak mengubah posisinya. Namun, lelaki itu lebih dulu mencegah. “Kamu yakin dengan apa yang kamu katakan barusan?” tanya Kenzo yang masih sangat terkejut. “Setelah menyakitimu kemarin, aku merasa tidak pantas meminta apa pun, apalagi ini. Lain kali saja, jika kamu sudah benar-benar siap.” Decak pelan lolos dari bibir Qiyana. “Kamu mau atau tidak? Cepatlah sebelum aku berubah pikiran. Kalau kamu tidak mau juga tidak apa-apa. Jangan menunggu lain kali, karena belum tentu aku bersedia.” Kenzo berdeham pelan seraya menempatkan tubuhnya di posisi sebelumnya lagi. “Apa kamu yakin? Kamu tahu, aku tidak