“Ini kantorku, kenapa kamu terkejut seperti itu?” tanya Kenzo yang telah memarkirkan mobilnya di area khusus untuk jajaran direksi di kantornya. “Ayo turun!”
“Tunggu dulu! Bukannya kamu ingin pernikahan kita dirahasiakan dari semua orang? Kalau kamu membawaku ke kantormu, orang-orang pasti penasaran. Apa itu tidak akan membahayakan rencana kita? Kamu juga tidak mengatakan apa pun tadi. Harusnya kamu bilang kalau kamu ingin mengajakku ke kantormu,” sahut Qiyana agak kesal.Sejenak, Qiyana menyingkirkan ketakutan tak berdasar yang dirinya rasakan pada lelaki di sampingnya ini. Ia mulai kesal karena Kenzo selalu merencanakan sesuatu tanpa berkompromi dengannya terlebih dahulu. Kalau tahu lelaki itu akan mengajaknya ke kantor miliknya, lebih baik dirinya tidak perlu ikut.“Aku memang ingin memberitahumu. Tapi, kamu sengaja menghindariku sampai melewatkan waktu sarapanmu juga. Padahal aku sudah menunggumu nyaris satu jam. Bukankah aku yang lebih pantas marah?” balas Kenzo setengah menyindir.Qiyana spontan membuang muka dengan semburat kemerahan yang mulai muncul di wajahnya. Wanita itu berdeham pelan. “Aku memang tidak lapar. Walaupun aku tidak sarapan bersamamu, harusnya kamu tetap memberitahu ke mana kita akan pergi.”Kenzo terkekeh pelan kemudian mencubit pipi Qiyana gemas. “Jadi, kamu marah padaku? Oke, maaf. Aku tahu kamu tidak akan mau ikut bersamaku kalau aku mengatakan ke mana kita akan pergi. Makanya aku langsung mengajakmu pergi. Lagipula kamu tidak bertanya, ‘kan? Jadi, aku tidak memiliki kewajiban untuk menjelaskan.”Qiyana tetap memasang ekspresi marahnya, padahal jantungnya berdebar keras saat ini. Seperti ada sengatan tak kasat mata yang bersentuhan dengan kulitnya hanya karena cubitan kecil dari Kenzo.Wanita itu merutuk dalam hati, meskipun tidak ada hati yang perlu dirinya jaga lagi. Jatuh cinta bukanlah prioritasnya sekarang. Bahkan, ia juga belum benar-benar mengenal latar belakang lelaki yang bekerja sama dengannya ini. Apalagi setelah kejadian semalam, Qiyana tidak ingin tertipu lagi.“Aku sudah memikirkan semuanya matang-matang dan aku yakin kedatanganmu tidak akan membahayakan rencana kita. Sebenarnya, aku ingin kamu menjadi asisten pribadiku mulai hari ini atau kapan pun saat kamu siap.” Kenzo mengeluarkan sebuah kartu tanda pengenal karyawan dan memberikan benda itu pada Qiyana.“Aku sudah membuatkan itu untukmu. Tapi, aku tidak akan memaksamu. Hari ini aku hanya akan mengajakmu melihat-lihat kantorku sekaligus menjelaskan pekerjaanmu ke depannya. Kalau kamu setuju, katakan padaku,” tutup Kenzo seraya membuka seatbelt yang terpasang di tubuhnya.Qiyana menatap kartu tanda pengenal di tangannya sekilas. Kemudian, menyimpan benda itu di tasnya. Sekarang ia mengerti mengapa Kenzo memberikan pakaian kantoran seperti ini untuknya. Seharusnya ia menyadari lebih awal jika lelaki itu memang ingin mengajaknya ke kantor.“Aku akan memikirkannya,” jawab wanita itu singkat. Lagipula dirinya sudah tidak memiliki pekerjaan lagi, mungkin tidak ada salahnya juga menerima tawaran Kenzo. Lebih baik ia mengerjakan sesuatu daripada hanya menumpang hidup pada lelaki itu.Qiyana langsung membuka seatbelt yang terpasang di tubuhnya dan bersiap turun dari mobil mewah itu. Namun, Kenzo malah menahan tangannya. Sontak saja, ia pun menoleh dengan tatapan penuh tanya.“Sebentar, aku ingin memberikan sesuatu padamu.” Mengabaikan Qiyana yang masih terlihat kebingungan, Kenzo malah langsung mengambil cincin pernikahan yang terpasang di jemari wanita itu.Qiyana mengernyit bingung melihat Kenzo memasukkan cincin pernikahannya ke dalam sebuah kalung. Kalung yang polos dan sederhana, namun tetap terlihat elegan dan pasti harganya juga tidak murahan.“Supaya tidak ada yang mencurigai cincin ini, lebih baik dimasukkan pada kalung seperti ini saja. Aku juga sudah melakukannya. Jadi, kita bisa tetap memakainya tanpa ketahuan.” Setelah mengatakan itu, Kenzo langsung merangsek maju dan memasangkan kalung di tangannya ke leher Qiyana.Sengatan magis itu kembali terasa ketika tangan besar Kenzo bersentuhan dengan kulit leher Qiyana. Ditambah lagi jarak di antara mereka sudah sangat tipis. Sampai-sampai napas panas Kenzo pun menerpa wajah Qiyana.Tubuh Qiyana mendadak membatu dengan debar jantung yang semakin menggila. Dengan jarak sedekat ini, ia dapat menatap wajah menawan Kenzo lebih jelas. Lelaki itu memiliki garis wajah yang tegas dan sempurna. Ditambah lagi dengan manik mata setajam elang yang tetap memancarkan kehangatan di dalamnya.Qiyana yakin, nyaris seluruh wanita yang ada di dunia ini mendambakan lelaki seperti Kenzo. Tampan dan kaya raya, namun misterius. Tetapi, lelaki ini malah memilih menikah dengannya hanya karena sebuah dendam yang akan mereka lampiaskan bersama.Qiyana terlalu fokus dengan pikirannya sendiri sampai tidak menyadari sejak kapan bibirnya dan bibir Kenzo sudah saling bersentuhan. Seharusnya ia langsung mendorong atau mungkin menampar lelaki yang sangat lancang mencuri ciuman pertamanya ini. Namun, ia tak berdaya. Sentuhan lelaki itu membuatnya kehilangan akal.“Maaf.” Kenzo langsung menarik diri setelah mendengar suara ketukan pada pintu mobilnya. Lelaki berdeham pelan. “Kita harus keluar dari mobil ini sekarang,” tutur lelaki itu seraya lebih dulu turun dari mobilnya.Qiyana memejamkan matanya sejenak sembari menyentuh dadanya yang berdebar keras. “Apa yang aku lakukan barusan?” rutuknya sangat pelan.Hanya karena sebuah sentuhan, dirinya menjadi lemah. Ia tidak boleh seperti ini. Setelah mendapat pengkhianatan dari tunangan yang begitu dicintainya, harusnya ia lebih berhati-hati lagi. Luka di hatinya saja belum sembuh, jangan sampai terjadi sesuatu yang tidak diinginkan lagi hanya karena dirinya yang terlalu mudah terbawa perasaan.Lamunan Qiyana buyar karena Kenzo mengetuk jendela di sampingnya. Wanita itu pun memilih langsung turun dari mobil sebelum pikirannya semakin kacau. Ia tidak akan memberikan hatinya pada sembarangan orang lagi. Apalagi untuk lelaki yang sudah jelas-jelas tidak akan mencintainya.Qiyana dan Kenzo berjalan berdampingan memasuki gedung besar yang merupakan kantor Kenzo itu. Namun, ekspresi hangat yang selalu Kenzo tunjukkan di hadapan Qiyana menghilang. Hanya tersisa ekspresi dingin yang bahkan tak pernah Qiyana lihat sebelumnya.Diam-diam Qiyana menatap Kenzo yang berjalan di sampingnya. Lelaki itu memang terlihat sangat baik padanya. Bahkan, terlalu baik untuk hubungan mereka yang hanya berdasar atas perjanjian di atas kertas.“Aku akan menemuimu saat waktu makan siang tiba. Maaf tidak bisa mengajakmu berjalan-jalan.” Hanya itu yang Kenzo bisikkan pada Qiyana sebelum mereka berpisah di depan lift karena lelaki itu harus langsung menghadiri meeting dadakan.Qiyana diantar oleh sekretaris Kenzo ke ruangan yang katanya akan menjadi ruang kerjanya nanti. Selama berjam-jam, ia mendekam di dalam ruangan itu tanpa tahu harus melakukan apa. Sekretaris Kenzo mengatakan tidak ada yang perlu dirinya kerjakan saat ini.Kenzo mengirimkan pesan pada Qiyana jika lelaki itu sudah menunggungnya di basement tepat saat waktu makan siang tiba. Wanita itu bergegas menemui Kenzo dan mereka langsung berangkat ke salah satu restoran yang letaknya cukup dekat dari kantor itu.Begitu sampai di dalam restoran tersebut, mimik wajah Qiyana langsung berubah drastis. Langkahnya terhenti di depan pintu restoran itu dengan sorot mata tertuju pada pemandangan yang membuat hatinya tersayat-sayat."Me-mereka ada di sini?"“Aku hanya ingin memberi ucapan selamat ulang tahun pada keponakanku, apa itu salah?” sahut Amanda yang tidak terlihat tersinggung sama sekali oleh kata-kata kasar yang Kenzo ucapkan. “Aku tahu keponakanku berulang tahun hari ini dan aku hanya ingin memberi sedikit hadiah untuknya.”“Dari mana kamu tahu kalau ulang tahun putraku dirayakan di sini?” Kenzo kembali mengulang pertanyaannya dengan nada lebih menuntut dan tatapan yang semakin tajam. “Kalau kamu hanya berniat mengacaukan acara ini, lebih baik kamu pergi.”Qiyana yang bingung harus melakukan apa hanya mengelus bahu Kenzo, berusaha menenangkan lelaki itu. Walaupun selama ini Amanda memang sering melakukan hal-hal tak terduga, tetapi ia yakin kali ini Amanda tidak memiliki niatan buruk. “Jangan terlalu keras padanya, mungkin dia memang hanya ingin memberi ucapan selamat untuk Rey,” bisik Qiyana pada Kenzo. “Jangan langsung mengusirnya seperti ini. Setidaknya kita bisa bicara baik-baik dengannya.”Amanda berdeham pelan sera
“Apa kamu yakin acaranya tidak diadakan di rumah saja? Kalau acaranya di luar, bisa saja ada wartawan yang melihat kita. Hari ini sangat spesial dan aku tidak mau terjadi masalah baru,” tutur Qiyana yang sedang menyuapi putranya. “Tentu saja tidak, Sayang. Semuanya sudah dipersiapkan sejak jauh-jauh hari, sedikit merepotkan jika tempatnya dipindah. Lagipula Rey sangat menyukai tempatnya dan kamu juga tahu kalau aku tidak mengundang banyak orang. Percayalah tidak akan ada masalah yang terjadi,” sahut Kenzo tanpa keraguan sedikitpun. Tepat hari ini, Reynand Pratama Abimana genap berusia satu tahun. Sejak jauh-jauh hari, Qiyana dan Kenzo telah berencana untuk merayakan hari ulang tahun putra mereka. Tentu saja awalnya Qiyana hanya berniat mengadakan acara di rumah, namun siapa sangka Kenzo malah menawarkan untuk menggunakan salah satu ballroom hotelnya. Meskipun sudah saling terbuka sejak lama, nyatanya sampai saat ini Kenzo belum memiliki niatan untuk membuka hubungan mereka di de
“Aku yakin kamu memang penguntit,” jawab Qiyana sembari melirik foto-fotonya yang pernah Kenzo tunjukkan beberapa waktu lalu. “Kalau tidak, mana mungkin kamu masih menyimpannya. Lagipula tidak ada yang bagus juga dari foto-foto itu. Buang saja.” Akan tetapi, jujur saja sekarang Qiyana malah lebih penasaran dengan foto-foto tersebut daripada dokumen di tangannya. Waktu itu Kenzo sudah berjanji akan memberi penjelasan lebih lanjut, namun akhirnya terlupakan begitu saja. Qiyana yakin ayahnya tidak mungkin memberikan fotonya secara cuma-cuma pada Kenzo. Ayahnya adalah tipe orang yang tidak terlalu terbuka dengan orang lain, apalagi untuk memberikan hal privasi seperti ini. “Buang? Aku tidak mungkin melakukannya, untuk apa aku melakukan itu setelah mendapatkannya dengan susah payah? Aku berbohong tentang ayahmu yang memberikan foto-foto ini padaku. Anggap saja aku memang penguntit,” jawab Kenzo santai tanpa beban. Qiyana kontan menoleh dengan mata terbelalak dan mulut menganga. “Apa?! J
“Aku ingin ikut denganmu,” pinta Qiyana seraya mencekal lengan suaminya. Kekhawatiran terpampang jelas di wajah Qiyana. Terlepas dari segala kejahatan dan luka yang telah ibu tirinya torehkan, ia tetap tidak bisa mengelak kekhawatirannya. Baru minggu lalu mereka bertemu, meski akhirnya juga tidak menyenangkan dan sekarang dirinya mendapat kabar seperti ini. “Tidak bisa, Sayang. Kalau kamu ikut, bagaimana dengan Rey? Kita tidak bisa membawanya ke rumah sakit. Kamu tunggu di rumah saja ya? Kalau terjadi sesuatu, aku pasti langsung mengabarimu. Aku pergi.” Kenzo mengecup kening Qiyana dan Reynand sekilas sebelum beranjak pergi. “Tapi—”Sebelum Qiyana sempat melanjutkan kalimatnya, Kenzo lebih dulu beranjak pergi tanpa menoleh lagi. Lelaki itu tampak sangat terburu-buru dan kembali bertelepon, sepertinya dengan Rangga. Qiyana pun memilih tidak memaksakan diri karena menyadari jika situasi yang dihadapi saat ini cukup rumit. Qiyana hanya bisa menunggu dengan perasaan campur aduk y
Semua orang yang berada di ruangan itu panik dan langsung berusaha menjauhkan Ambar dari Qiyana. Namun, wanita paruh itu malah semakin mengeratkan cekikannya. Ia nyaris membuat Qiyana terseret dari ranjang karena mengerahkan seluruh tenaganya untuk mencekik putri sambungnya itu. Qiyana terbatuk dengan napas putus-putus setelah cekikan Ambar terlepas dari lehernya. Wajahnya sudah berubah merah padam. Cekikan itu benar-benar membuatnya nyaris kehabisan napas. Entah bagaimana caranya Ambar membuka borgol yang jelas-jelas masih terpasang di tangan wanita paruh baya itu. Ambar yang masih mengamuk langsung ditarik paksa oleh polisi yang berada di sana. Dengan sigap, para polisi itu memborgol tangan Ambar lagi dan memastikan borgol tersebut tidak akan terlepas lagi. “Panggilkan dokter sekarang!” perintah Kenzo pada sang asisten yang langsung bergegas kelaur dari ruangan tersebut. Lelaki itu menatap sang istri yang masih terbatuk dengan sorot khawatir. “Maaf, Sayang. Aku tidak tahu akhi
Qiyana menatap sosok yang baru saja datang dan kini berdiri tepat di hadapannya dari atas sampai bawah. Tatapan tak percaya masih terlihat sangat jelas dari sorot matanya. Wanita itu mengerjapkan matanya berulang kali, khawatir sesuatu yang terlihat di depan matanya hanya ilusi. “Kamu sudah bisa berjalan?” tanya Qiyana dengan ekspresi campur aduk melihat Kenzo sudah dapat kembali berjalan meski dengan langkah tertatih-tatih. “Ssshhh … di mana kursi rodamu? Jangan memaksakan diri, bagaimana kalau keadaanmu malah semakin parah?” Sejak beberapa hari terakhir, Kenzo memang sangat gencar berlatih agar otot tubuhnya tidak kaku dan dapat segera digerakkan normal lagi seperti sediakala. Namun, sejauh ini belum terlihat hasil yang memuaskan karena lelaki itu masih kesulitan berdiri. Dan seharusnya lelaki itu tidak memaksakan diri sampai seperti ini. “Maaf, aku meninggalkanmu sendirian terlalu lama. Kenapa kamu turun dari brankar? Kamu pasti ingin ke toilet lagi ya?” Alih-alih menanggapi pert
“Apa? Kamu akan melahirkan sekarang?! Bagaimana mungkin? Bukannya dokter mengatakan kamu akan melahirkan minggu depan?” cerca Kenzo seraya berusaha meminta tolong pada orang-orang yang ada di sekitar taman tersebut. Di saat seperti ini, Kenzo merasa dirinya benar-benar tidak berguna. Seharusnya ia langsung bangkit dan menggendong istrinya ke ruang IGD atau ruangan apa pun itu. Namun, untuk bangkit dari kursi rodanya saja dirinya sangat kesulitan. Qiyana yang sudah tidak kuat menahan bobot tubuhnya sudah terduduk di rerumputan sembari mencengkeram blouse selutut yang dikenakannya. Nyeri yang menjalari perutnya semakin kuat dengan sakit yang tidak bisa didefinisikan dengan kata-kata. “Aku tidak tahu kenapa seperti ini. Sakit sekali, aku tidak kuat,” lirih Qiyana dengan keringat dan air mata yang bercucuran. Sejak bangun tidur pagi ini, Qiyana memang tetalh merasakan sesuatu yang janggal dari tubuhnya. Sejak beberapa jam lalu dirinya selalu bolak-balik ke toilet untuk buang air kecil
“Coba ulangi kata-kata terakhirmu tadi,” cerca Kenzo sembari mencekal lengan Qiyana. Qiyana yang sebenarnya sedang menenangkan debar jantungnya yang menggila tetap memasang senyum di wajahnya. Seolah-olah kata-kata yang barusan terlontar dari mulutnya bukanlah sesuatu yang mengejutkan. Padahal sesungguhnya wanita itu ingin segera melarikan diri dari sini karena malu. Kata-kata itu tiba-tiba meluncur dari mulutnya tanpa bisa dicegah. Tetapi, Qiyana tidak menyesalinya sama sekali. Selama ini ia terlalu banyak bersembunyi di balik gengsi dan harga diri. Tidak ada salahnya mencoba lebih jujur dibanding hanya menyimpannya seorang diri. “Aku hanya mengatakannya sekali dan tidak ada pengulangan lagi. Sekarang bukan waktunya mengobrol, jadi lebih baik kamu tidur saja. Kamu masih dalam masa pemulihan, harus banyak-banyak beristirahat,” sahut Qiyana dengan senyum miring. Kenzo menggeram rendah. “Kamu pikir aku bisa tidur setelah kamu mengatakan itu tanpa kejelasan lagi? Aku tidak akan t
“Ka-kamu sudah sadar?” gumam Qiyana dengan tatapan terbelalak. Sepasang mata berwarna kecokelatan itu berkaca-kaca. “Aku akan—aw!” Wanita refleks meneggakkan kepalanya dan saat itu juga nyeri yang menjalari tengkuknya semakin terasa.Kenzo membuka peralatan medis yang terpasang di mulutnya setelah mengumpulkan tenaga untuk mengangkat tangannya. “Sayang, apa kamu baik-baik saja? Lehermu pasti sakit karena tidur dengan posisi duduk,” tanya lelaki itu dengan suara serak.Suara bariton yang sangat Qiyana rindukan itu kembali terdengar. Meskipun sangat serak dan lirih, itu sudah cukup untuk membayar perasaan campur aduk yang selalu membelenggunya setiap hari selama berbulan-bulan ini. Sekali lagi Qiyana menatap sang suami yang juga menatapnya, memastikan jika ini semua bukanlah halusinasi. Tanpa membalas pertanyaan suaminya, Qiyana langsung merengkuh tubuh lelaki itu dengan isak tangis yang berurai dari bibirnya. Ketika kulitnya bersentuhan dengan kulit Kenzo, ada kehangatan yang teras