Qiyana terlonjak hebat menyadari apa yang baru saja dirinya lakukan. Wajahnya langsung berubah pucat pasi dengan jantung yang berdetak dua kali lebih cepat. “Kenapa aku bodoh sekali?!” rutuknya dalam hati. Wanita itu mengedarkan pandangan ke sekitarnya, khawatir ada orang yang melihatnya di sini.
Qiyana ingin segera pergi dari sana. Namun, ia tidak mungkin meninggalkan bekas kekacauan yang baru saja dirinya perbuat begitu saja. Buru-buru wanita itu membereskan serpihan guci yang berserakan di lantai.Ringisan pelan lolos dari bibirnya karena ujung telunjuknya tak sengaja terkena serpihan guci yang tajam. Mengabaikan nyeri dan darahnya yang mulai keluar, Qiyana tetap melanjutkan aktivitasnya secepat mungkin. Ia harus segera pergi dari sini.“Apa yang kamu lakukan di sini?”Suara bariton yang familiar itu membuat tubuh Qiyana menegang. Wanita itu sontak mengangkat kepalanya dan manik matanya langsung bertemu dengan sorot tajam Kenzo. Qiyana gelagapan hingga jemarinya tak sengaja tergores serpihan guci lagi.Kenzo langsung berjongkok di samping Qiyana saat melihat jemari wanita itu terluka. “Kamu sampai terluka seperti ini? Sebenarnya apa yang kamu lakukan di sini?” Lelaki itu kembali mengulang pertanyaannya.Lidah Qiyana terasa kelu untuk sekadar menjawab pertanyaan yang Kenzo lontarkan. Kekhawatiran yang menggerayangi benaknya terlalu mendominasi sampai-sampai ia kesulitan mencari alasan yang tepat. Padahal, niat awalnya memang hanya ingin mengajak lelaki di hadapannya ini makan malam bersama.Kenzo berdecak kesal karena Qiyana hanya diam saja. “Ikut aku! Lukamu harus diobati. Hati-hati, jangan sampai kamu menginjak serpihan guci itu. Kakiku bisa terluka juga.” Lelaki itu langsung membimbing Qiyana melangkah menuju ruang tengah. Kemudian, mengambil kotak obat yang tersedia di sana.“A-aku bisa mengobati luka ini sendiri,” ucap Qiyana seraya menarik tangannya yang sudah berdua dalam genggaman Kenzo. Kepalanya tepat menunduk tidak berani membalas tatapan lelaki yang duduk di sampingnya ini. “Maaf, aku tidak sengaja menyenggol gucimu tadi. Aku akan menggantinya nanti.”Qiyana memang tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di halaman belakang tadi. Namun, pemandangan yang tersaji di depan matanya itu terlihat sangat mengerikan. Ia sudah berusaha mengusir kilasan kejadian itu, tetapi sangat sulit. Bayangan itu terus berputar di kepalanya bagaikan kaset rusak.“Kenapa kamu malah memikirkan guci itu?! Lihatlah sekarang tanganmu yang terluka!” gerutu Kenzo kesal. “Kamu tidak perlu menggantinya. Lukamu jauh lebih penting dari guci itu. Biarkan aku yang mengobati lukamu. Kamu tidak akan bisa mengobatinya dengan satu tangan.”Akhirnya Qiyana memilih pasrah. Membiarkan Kenzo mengobati luka-luka di tangannya meskipun perasaannya masih was-was. Berulang kali ringisan lolos dari bibirnya saat luka di tangannya bersentuhan dengan obat merah.Setelah seluruh lukanya diobati dan ditutup dengan plester, Qiyana langsung bangkit dari tempat duduknya. Hanya kurang dari 15 menit ia duduk bersebelahan dengan Kenzo. Tetapi, entah kenapa dirinya was-was sendiri. Padahal tidak ada gelagat aneh yang lelaki itu tunjukkan.“Terima kasih sudah mengobati luka di tanganku. Sebenarnya aku hanya ingin mengajakmu makan bersama. Aku sudah memasak makan malam untuk kita. Tapi, sepertinya makanan itu sudah dingin sekarang. Pasti rasanya tidak enak lagi, aku akan memberi—”“Kenapa kamu mendadak aneh malam ini?” potong Kenzo seraya bangkit dan melangkah mendekati Qiyana. “Apa … kamu takut padaku? Apa yang sudah kamu lihat sampai sikapmu berubah seperti ini?” desak lelaki itu tanpa menghentikan langkahnya.Menyadari antara di antara dirinya dan Kenzo semakin menipis, tanpa sadar Qiyana melangkah mundur. Wanita itu mulai panik saat merasakan punggungnya bersentuhan dengan tembok yang dingin. Bola matanya bergerak liar menatap sekelilingnya, berharap ada orang yang datang dan bisa menyelamatkannya.Sayangnya, tidak ada satu pun orang yang berada di sana selain Qiyana dan Kenzo. Dan sekarang, lelaki itu sudah benar-benar memerangkapnya hingga tubuhnya tak dapat bergerak ke mana pun lagi.“A-aku tidak melihat apa pun,” jawab Qiyana dengan suara bergetar.Kenzo menghela napas pelan seraya menangkup wajah Qiyana agar menoleh ke arahnya. “Lupakan apa pun yang kamu lihat tadi, anggap kamu tidak pernah melihatnya. Jangan takut padaku. Satu hal yang harus kamu tahu, aku tidak akan pernah menyakitimu.”Sebisa mungkin, Qiyana memilih menatap ke arah lain alih-alih membalas tatapan Kenzo. Ia tidak tahu apakah bisa mempercayai kata-kata yang lelaki itu lontarkan atau tidak. Dirinya bahkan tidak mengetahui seberapa besar pengaruh yang Kenzo miliki.“Ayo kita makan malam. Kamu sudah repot-repot memasak untukku. Aku sudah tidak sabar ingin mencicipinya,” ujar Kenzo seraya kembali menegakkan tubuhnya dan menggandeng tangan Qiyana menuju ruang makan.Lelaki itu melirik jemari Qiyana yang dibalut plester. “Kalau nyeri di luka itu cukup parah, katakan saja padaku. Aku akan meminta dokter pribadiku memerik—”“Tidak perlu!” sahut Qiyana cepat. “Luka di tanganku tidak terlalu sakit. Aku yakin dalam beberapa hari ke depan akan sembuh dengan sendirinya. Tidak perlu sampai diperiksa oleh dokter. Terima kasih.”Tidak ada yang membuka suara lagi hingga keduanya sampai di ruang makan dan fokus dengan makanan masing-masing. Kenzo langsung memuji masakan Qiyana yang terasa pas di lidah lelaki itu. Sebenarnya Qiyana senang karena Kenzo menyukai masakannya. Namun, euforia itu terhalang oleh sesuatu yang seharusnya tak perlu dirinya pikirkan.Setelah makan malam selesai, Qiyana langsung pamit undur diri dengan alasan sudah lelah. Namun, nyaris semalaman penuh dirinya malah tidak bisa tidur. Padahal ia mengira dapat tidur lebih nyenyak malam ini. Pada kenyataannya, harapan itu tidak tercapai.Qiyana terbangun di pagi hari dengan kantong mata yang menghitam. Ia baru bisa terlelap saat menjelang pagi hari. Kalau bukan karena tak sengaja mendengar suara ketukan pintu. Dan ternyata dirinya memang sudah ditunggu oleh sang tuan besar.“Maaf mengganggu waktu Anda, Nyonya. Saya hanya ingin mengantarkan pakaian yang Tuan Kenzo titipkan untuk Anda. Tuan Kenzo berpesan kalau Anda harus menggunakan pakaian ini. Dan sekarang Tuan sudah menunggu Anda di meja makan,” papar pelayan yang tadi mengetuk pintu kamar Qiyana sembari meletakkan satu set pakaian di pinggir ranjang Qiyana.Qiyana melirik pakaian itu sekilas dengan kening mengerut. “Terima kasih, aku akan segera menyusul ke sana.” Meskipun masih sangat mengantuk, ia terpaksa beranjak dari ranjang dan menyambar pakaian tersebut.Sebenarnya Qiyana masih ingin menghindari Kenzo hari ini, tetapi ia tidak enak menolak ajakan lelaki itu. Apalagi pelayan yang tadi mengantarkan pakaian untuknya juga sudah berpesan kalau Kenzo akan mengajaknya pergi.Qiyana sengaja berlama-lama di kamar sampai melewatkan sarapannya. Ia berharap Kenzo sudah pergi agar mereka tidak perlu bertemu dulu. Namun, ternyata lelaki itu masih menunggunya di dalam mobil.“Maaf, aku membuatmu menunggu lama. Harusnya kamu tidak perlu menungguku,” ucap Qiyana yang akhirnya menyusul Kenzo. Wanita itu kembali menutup pintu mobil di sampingnya dan menyunggingkan senyum kaku.Kenzo tersenyum ramah seperti biasanya. “Tidak apa-apa, lagipula aku sedang tidak buru-buru hari ini.”Kenzo langsung menyalakan mobilnya dan melajukan kendaraan beroda empat itu membelah jalanan yang masih cukup lengang. Lidah Qiyana sudah gatal ingin menanyakan ke mana Kenzo akan membawanya pergi, tetapi ia tidak berani.Setelah kurang lebih 30 menit menelusuri jalanan ibukota, Kenzo membelokkan mobilnya memasuki halaman gedung perkantoran yang sangat luas. “Aku lupa memberitahumu kalau—”“Kenapa kamu membawaku ke tempat ini?” sahut Qiyana dengan mata terbelalak.“Ini kantorku, kenapa kamu terkejut seperti itu?” tanya Kenzo yang telah memarkirkan mobilnya di area khusus untuk jajaran direksi di kantornya. “Ayo turun!” “Tunggu dulu! Bukannya kamu ingin pernikahan kita dirahasiakan dari semua orang? Kalau kamu membawaku ke kantormu, orang-orang pasti penasaran. Apa itu tidak akan membahayakan rencana kita? Kamu juga tidak mengatakan apa pun tadi. Harusnya kamu bilang kalau kamu ingin mengajakku ke kantormu,” sahut Qiyana agak kesal. Sejenak, Qiyana menyingkirkan ketakutan tak berdasar yang dirinya rasakan pada lelaki di sampingnya ini. Ia mulai kesal karena Kenzo selalu merencanakan sesuatu tanpa berkompromi dengannya terlebih dahulu. Kalau tahu lelaki itu akan mengajaknya ke kantor miliknya, lebih baik dirinya tidak perlu ikut. “Aku memang ingin memberitahumu. Tapi, kamu sengaja menghindariku sampai melewatkan waktu sarapanmu juga. Padahal aku sudah menunggumu nyaris satu jam. Bukankah aku yang lebih pantas marah?” balas Kenzo setengah menyin
“Kenapa kamu malah berhenti di sini? Ayo, aku sudah memesan meja untuk—” Kalimat yang Kenzo ucapkan terhenti saat menyadari ke mana arah pandang Qiyana berlabuh. Seulas senyum sinis tersungging di bibirnya, sebelum wajahnya kembali datar. “Ayo kita makan di tempat lain saja.”Qiyana yang masih terpaku melihat pemandangan di hadapannya tersentak saat Kenzo menariknya kembali keluar dari restoran itu. “Tidak perlu, kita makan siang di sini saja. Di mana meja yang sudah kamu pesan?”Qiyana mengalihkan pandangannya dari pemandangan menyakitkan itu dan langsung menggandeng Kenzo ke arah lain. Ia tidak ingin terlalu lama menatap sesuatu yang hanya membuatnya terlihat semakin menyedihkan. Dunia ini terasa begitu sempit. Di depan sana, tepatnya di tengah-tengah restoran ini Jovan dan Feli sedang makan bersama. Yang lebih menjijikkannya lagi, tanpa malu mereka bersikap mesra dan saling menyuapi satu sama lain. Benar-benar tidak tahu diri!Qiyana memang sangat membenci dua manusia biadab i
Qiyana tidak berhasil menemukan siapa dalang dari perekam video tersebut yang sebenarnya. Hanya selang beberapa menit sejak insiden tersebut terjadi dan video yang menampilkan dirinya menampar Feli sudah tersebar di mana-mana. Anehnya, hanya bagian saat Qiyana menampar Feli saja yang ada dalam video-video itu. Apa yang terjadi di sana sebelumnya tidak terlihat. Seolah-olah sengaja dipangkas menjadi seperti itu. Walaupun tidak mengetahui siapa yang merekam video tersebut, ia yakin ada campur tangan Feli di sana. “Ada apa? Kenapa wajahmu terlihat tegang seperti itu?” tanya Kenzo yang melirik sekilas ke arah Qiyana. Qiyana yang tersentak langsung menggeleng dan buru-buru mematikan ponselnya sebelum Kenzo semakin curiga. Ia tidak ingin lelaki itu mengetahui masalahnya kali ini. Lagipula semuanya bermula karena dirinya tidak bisa menahan emosi. “Tidak apa-apa. Mungkin aku hanya terkejut karena kejadian barusan. Maaf sudah membuatmu malu di sana. Harusnya kamu tidak perlu menghampiriku s
Qiyana membuka matanya perlahan-lahan. Ringisan pelan lolos dari bibirnya karena pening tiba-tiba menyerang kepalanya. Wanita itu mengerjapkan matanya berulang kali. Keningnya mengerut saat menyadari kalau tempatnya berada saat ini bukanlah kamarnya yang ada di rumah Kenzo. Qiyana terlonjak hebat ketika merasakan pergerakan seseorang di belakangnya. Saat itu pula ia baru menyadari ada lengan kokoh yang memeluk perutnya dari belakang. Mengabaikan pening yang masih mendera, wanita itu langsung mengubah posisinya menjadi duduk. Tubuhnya berubah pucat pasi dan gemetar ketakutan. Qiyana masih belum berani menoleh ke belakang. Ia berusaha mengingat apa yang terjadi sebelumnya, namun dirinya tidak bisa mengingat apa pun. Wanita itu membekap mulutnya dengan kedua tangan setelah memberanikan diri melihat siapa yang berbaring di sampingnya. “Kenapa bisa sampai begini? Apa yang sudah aku lakukan?” lirih wanita itu dengan mata berkaca-kaca. Qiyana menyingkirkan tangan yang melingkari peru
Sebelah sudut bibir Qiyana terangkat membentuk senyum miris. Setelah menyentuhnya tanpa izin, kini ia malah mendapati Kenzo sedang bermesraan dengan wanita lain. Qiyana semakin meyakini kalau lelaki itu memang sama saja dengan lelaki lain di luar sana. Qiyana ingin beranjak pergi dari sana, mungkin lebih baik ia menitipkan berkas di tangannya pada sekretaris lelaki itu. Tetapi, kakinya tak bisa bergerak ke mana pun. Seolah-olah ada sesuatu yang menahannya agar tetap berdiri di sana. Kenzo dan perempuan itu memang hanya berpelukan, begitulah yang terlihat di depan mata Qiyana. Namun, entah apa yang sedang mereka lakukan sebelumnya. Mungkin malah sudah lebih dari yang terlihat saat ini. Kedatangan Qiyana menyebabkan Kenzo dan perempuan yang bersama lelaki itu terkejut. Sang perempuan langsung mengambil tasnya yang berada di atas sofa. “Sepertinya aku harus pergi. Sampai jumpa lagi, jangan lupa dengan janjimu!” Sebelum benar-benar pergi, perempuan itu mengecup pipi Kenzo sekilas.
Qiyana nyaris menjatuhkan ponsel di tangannya saat melihat video syur Jovan dan Feli yang tersebar luas di mana-mana. Baru melihat beberapa detik pertama saja, ia sudah mual dan jijik. Buru-buru wanita itu menekan ikon kembali sebelum benar-benar muntah hanya karena melihat video tersebut. Entah siapa yang menyebar dan dari mana asalnya video tersebut. Qiyana yang baru berani kembali berselancar dengan dunia maya sangat terkejut melihatnya. Dan secara tidak langsung, video ini juga berhasil membuat pemberitaan tentang perkelahian Qiyana dan Feli di restoran tempo hari terkikis. Qiyana perlu berterima kasih sebanyak-banyaknya pada orang yang menyebar video ini walaupun tindakan tersebut bilang dibilang keterlaluan. Bahkan, hanya menyebar video seperti itu saja tidak dibenarkan. Apalagi disebar luas di mana-mana seperti ini. “Apa mungkin Kenzo yang melakukannya?” gumam Qiyana menebak-nebak. Wanita itu langsung menggeleng. “Dia tidak mungkin repot-repot melakukannya. Apalagi dia ju
Qiyana memaksakan matanya yang berat terbuka karena merasakan kerongkongannya begitu kering. Keningnya mengerut saat menyadari ruangan tempatnya berada sangat temaram. Wanita itu terlonjak ketika ingat kalau seharusnya ia sudah berangkat ke luar kota. Dan sekarang ia malah sudah berada di kamarnya. Sesuatu yang jatuh dari keningnya berhasil mengalihkan atensi Qiyana. Rupanya benda itu adalah sebuah handuk kecil yang dilipat-lipat dan sedikit basah. Saat itu juga ia baru menyadari kalau suhu tubuhnya meningkat drastis, bahkan napas pun berubah panas. “Apa yang terjadi padaku sebenarnya? Siapa yang membawaku pulang?” gumam wanita itu seraya berusaha menggerakkan tubuhnya yang terasa remuk redam. Kilasan kejadian yang terjadi di kantor kembali berputar di kepala Qiyana. Saat dirinya hendak pergi ke toilet dan malah berpapasan dengan sekretaris Kenzo hingga akhirnya ia pingsan di toilet. Menyadari saat ini hari sudah gelap, manik mata Qiyana membulat sempurna. Itu artinya sudah berjam-j
Kenzo yang sudah berbaring di sofa spontan bangkit dari posisinya setelah mendengar tawaran mengejutkan Qiyana. Sedangkan di tempatnya berada, Qiyana masih berusaha mempertahankan ekspresinya meskipun wajahnya sudah merah padam. Secara status, Qiyana dan Kenzo memang sudah sah menjadi suami-istri yang tentunya boleh melakukan apa pun. Namun, semuanya masih terasa sangat asing bagi Qiyana. Terlebih, kapan pun pernikahan ini bisa berakhir dan Qiyana tidak ingin ada apa pun yang tersisa. Qiyana kembali berdeham pelan. “Aku serius dengan tawaranku barusan. Kalau kamu ingin tidur di sini, tidurlah di sampingku, jangan di sofa. Rumah ini milikmu, kamu yang lebih berhak mendapat tempat paling nyaman. Meski sebenarnya kamu tidak perlu repot-repot menemaniku. Lagipula aku sudah merasa lebih baik.” Meskipun kilasan kejadian di club malam itu masih terus terbayang di kepala Qiyana, ia tidak ingin berlarut-larut dalam masalah tersebut. Walaupun harus berhati-hati, ia tetap tahu diri di mana dir