"Lho, Misyka! Kenapa kamu ada di sini?" Mas Zein nampak terkejut melihat wanita yang berdiri agak jauh di sampingku.
"Iya, Pak," sahutnya sopan, dan bergeser sedikit menghadapku dan Mas Zein berada."Ada apa? Ini masih jam kerja, kenapa kamu tidak berada di kantor?""Anu, Pak. Sa-saya, saya ada perlu penting sama Bapak.""Perlu penting apa? Kan bisa dibicarakan nanti di kantor.""Iya, Pak." Wanita itu menunduk. Sesekali terlihat mengelap keringat di keningnya. Padahal ruangan ini ber-AC loh, kok dia seperti kepanasan begitu.Pasti dia sudah panas dingin takut aku mengadukan tingkahnya barusan.Sayangnya, aku tidak ingin melakukan hal itu. Aku bukanlah wanita yang suka mengadu. Lagipun, aku ingin bermain-main terlebih dahulu dengannya.Aku tersenyum miring melihat tingkah lakunya yang seperti kerupuk tersiram air. Berbeda dua ratus derajat ketika berhadapan denganku tadi."Siapa, sih, Mas?" tanyaku basa-basi."Dia Misyka, sekretaris Mas yang baru.""Owh, pengganti Santi?""Iya. Rekomendasi dari Pak Danu.""Pak Danu rekan bisnis Mas?"Mas Zein menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. Lalu memperkenalkan aku dan si sekretaris s0ng0ng itu."Misyka, kenalkan ini Salsa istri saya."Wanita yang bernama Misyka itu nampak mengangkat tangan bersiap mengulurkannya padaku. Namun, aku sengaja membiarkan tangannya menggantung tak tersambut di sana."Gak usah salaman, ya? Tanganku kotor, belum mandi dari kemarin. Bawaan bayi," ucapku pura-pura terkikik geli sembari mengelus perut yang masih rata."Bisa saja kamu. Bilang saja, bundanya yang malas mandi. Jorok ...." Mas Zein menyentil pelan hidung mungilku."Apaan sih, Mas. Emang bener begitu, kok." Aku mengusap hidung bekas disentilnya sambil melirik pada wanita yang tangannya masih menggantung di udara."Iya ... Iya, Sayang. Percaya deh," ujar Mas Zein terkekeh kecil.Kulihat Naura mau menyambut uluran tangan si Miska. Namun, aku pun buru-buru mencegahnya. "Naura juga jangan salim dulu, ya, tangannya juga kan kotor habis dari luar."Ya Allah, maafkanlah hamba-Mu ini yang sudah mengajarkan anak tidak sopan pada orang. Tapi mudah-mudahan tidak berdosa ya Allah, sebab hamba melakukan ini hanya kepada orang seperti Misyka saja. Semoga, aku tidak bertemu dengan manusia model ini lagi sehingga membuat aku terpaksa melakukan dosa. Doaku dalam hati.Naura mendongak, lalu menempelkan telunjuknya pada dagu seolah-olah tengah berpikir keras. "Tapi ... Kok tadi Naura gak papa salim sama Bunda?" kata Naura akhirnya.Aku nyengir kuda. "Kalau sama Bunda gak pa-pa, kan tangan Bunda sama-sama kotor, jadi nanti sekalian cuci tangan 'nya," sahutku."Oh, gitu ya? Iya deh.""Nah, sekarang Naura masuk kamar aja ya. Bersih-bersih badan, lalu ganti bajunya. Bisa ganti baju sendiri kan?""Bisa dong Bunda, kan Naura udah besar.""Pintarnya anak Bunda." Kuusap kepalanya lalu mencium gemas pipinya."Ya udah, Naura ke kamar duluan ya, Bunda, Ayah," pamitnya, lalu berjalan ke dalam menuju kamarnya.Setelah memastikan Naura tak terlihat lagi, aku kembali melirik wanita yang masih setia pada mode patungnya.Sejak kedatangan Mas Zein, dia hanya diam menunduk dengan tangan saling bertautan. Tadi saja, ganasnya minta ampun. Sekarang, udah kaya budak tersakiti. Benar-benar orang aneh.Aha! Aku punya ide. Bermain-main sebentar dengannya, sepertinya akan menyenangkan.Aku menyeringai tipis."Mas ..." panggilku manja pada suami sambil memegang satu tangannya.Posisi Mas Zein yang masih berdiri tepat di sampingku, membuatku mudah menyandarkan kepala pada pahanya."Kenapa, Sayang?""Aku lemes lagi.""Sebaiknya Ibu istirahat saja di kamar. Mungkin Anda kecapek'an." Bukan Mas Zein yang menimpali, melainkan si Misyka itu.Selain sombong, rupanya dia juga muka tembok ternyata. Bisa-bisanya dia berkata seperti itu setelah apa yang dia lakukan padaku.Baiklah, kamu ingin bermain-main juga denganku? Ayo, aku jabanin."Apa yang dikatakan Misyka benar, Sayang. Kamu istirahat saja di kamar ya. Ayo, Mas antar," ucap Mas Zein.Ada sedikit lengkungan tipis yang tercetak di bibir wanita itu. Tipis sekali. Jika tidak memperhatikan dengan seksama, orang tidak akan tahu kalau dia tengah tersenyum."Tapi, Mas Zein temenin aku, ya," pintaku sambil terus memperhatikan Misyka.Misyka yang menunduk, seketika melirik padaku sekilas. "Tapi, ada hal penting yang harus saya bicarakan pada Pak Zein sekarang. Itulah sebabnya mengapa saya bisa berada di sini."Owh, jadi itu maksudnya. Menyuruh aku ke kamar supaya dia bisa berduaan dengan suamiku. Tidak semudah itu, Misyka. Kamu salah langkah kali ini."Itu bukan urusan saya. Ini rumah saya, berarti urusan saya dengan suami saya. Kalau urusan kantor, ya di urus di kantor, dong. Jangan dibawa-bawa ke sini!" sergahku.Mas Zein mengelus kepalaku. "Iya, Sayang. Sudah, jangan pakai emosi, ya. Mas temenin kamu, kok.""Tapi, pekerjaan rumah masih banyak Mas, gimana dong? Kan Mba yang biasa bantuin beberes gak datang hari ini," ucapku."Tidak apa-apa, nanti Mas yang kerjakan.""Jangan. Kan Mas baru pulang, pasti capek habis nemenin Naura.""Tidak apa-apa, Sayang, dari pada kamu yang capek. Kasihan dede bayinya.""Gimana kalau minta tolong sama Misyka saja. Dia udah dari tadi loh di sini gak ngapa-ngapain. Hitung-hitung mengganti jam kerjanya yang terbuang sia-sia. Kalau pun mau balik ke kantor sekarang, pasti sampai sana sudah masuk jam istirahat siang. Terus kerja dia ngapain?" Aku mulai melancarkan aksi.Sekarang sudah pukul 10.55. jarak antara rumah dan kantor Mas Zein menempuh sekitar setengah jam lebih. Itupun kalau tidak macet.Terhitung sudah hampir satu jam wanita cantik tapi tak beradab ini berada di rumahku.Mas Zein nampak berpikir sesaat. "Benar juga." Kemudian menengok pada Misyka. "Bagaimana, kamu bersedia 'kan? Urusan kantor, nanti kita bicarakan di kantor saja.""Tap-tapi, Pak. Saya--," sahut Misyka ragu."Nanti saya kasih kamu bonus. Dan saya akan telpon Daniel untuk menghandle urusan kantor," potong Mas Zein, yang membuat Misyka hanya menghembuskan napasnya, tak berkutik.'Yes! Misiku berhasil.' Aku bersorak dalam hati."Nah, gitu, nurut apa kata BOS!" ujarku, menekan kata bos. "Tolong kamu cuci piring dulu ya. Baru setelah itu, nyapu ngepel dan elap-elap semua furniture dan kaca. Semua alat bersih-bersih ada di belakang, dekat dengan dapur.""Tidak perlu masak, karena saya sudah pesan online. Cucian kotor juga akan diambil laundry nanti. Kalau begitu, selamat bekerja ya. Saya dan suami mau istirahat di kamar," lanjutku, memberi ultimatum.Baru setelah itu, aku beranjak dibantu oleh Mas Zein, lalu berjalan dirangkul menuju kamar.Sebelum benar-benar menghilang ke ruang tengah, aku menoleh pada Misyka yang cemberut sambil berkata, "Aku ratu, bukan babu."Meski pelan dan tanpa suara, tapi bisa aku pastikan Misyka mengerti dengan ucapanku.Apa aku jahat?Enggak dong!.."Ya sudah kalau Mas Zein keberatan. Aku akan memberikan bayi itu pada panti asuhan saja. Tapi, aku boleh mengunjunginya setiap waktu 'kan Mas?"Melihat wajah datar dan dingin suaminya, Salsa pada akhirnya memutuskan untuk mengaihkan pengasuhan bayi itu pada sebuah panti. Meski begitu ia akan tetap memantau perkembangan bayi itu. Ia tak ingin egois. Berusaha memaklumi jika suaminya berat menerima bayi wanita yang secara terang-terangan menghancurkan impiannya mempunyai banyak anak.Ya, rencana Zein mempunyai 5 atau 6 anak dari Salsa harus kandas karena ulah mereka yang membenci Zein. Dan melalui Misyka semua kebahagiaan yang dirasakan Zein dengan keluarga kecilnya menjadi porak-poranda."Sebaiknya kita istirahat saja dulu, Sayang. Mungkin suami kamu masih capek. Kamu juga sepertinya kelelahan, lihat matamu sudah seperti mata panda saja." Mama Rita mencoba mencairkan suasana. Sebagai orang yang paling tua dia lebih bijak.Mama Rita dapat melihat sebuah keinginan besar di dalam diri Sal
"Tidak ...!!!"Tepat ketika Danu menekan pelatuk senjatanya, Risa berlari kencang memasang badan di depan Zein sehingga mau tidak mau timah panas itu menancap pada perutnya."Risaaa ...." Tangan Danu gemetar, senjatanya jatuh begitu saja saat mendapati kenyataan bahwa pelurunya justru mengenai anak kandungnya sendiri."Tidak. Tidak, tidak mungkin." Danu terus bergumam sembari matanya nanar memandang telapak tangan yang selalu mengasihi dan membelai anaknya, justru kini tangan itulah yang melukai buah hati tercintanya.Darah berceceran pada lantai keramik putih di mana kini Risa terkapar dalam pangkuan Zein dengan nafas tersengal."Zein. Maafkan ayahku," ucap Risa lemah.Satu tangannya memegangi luka dan satunya lagi menggapai-gapai wajah Zein."Bertahanlah, Ris. Bantuan akan segera datang." Zein berusaha menguatkan sembari menggenggam erat tangan Risa."Tidak Zein. Aku tidak kuat. Tapi, aku sudah cukup bahagia jika harus pergi dalam keadaan berada di pangkuanmu. Maafkan Aku yang tidak
Di sisi lain, Zein saat ini tengah beradu kekuatan dengan beberapa anak buah yang berjaga di bangunan penyekapan Mama Rita.Dibantu oleh Bima, Santos dan anak buahnya, Zein berhasil menerobos masuk ruangan itu.Begitu pintu terbuka lebar, Zein dapat melihat dengan jelas mamanya kini tengah terikat pada kursi dengan mulut tersumpal lakban. Di sampingnya berdiri seorang pria yang begitu dia kenal memegang senjata api tengah menyeringai padanya."Selamat datang, Zein Mahardika yang terhormat. Apa kabar? Saya tidak menyangka loh Anda bisa sampai di sini," ucap Danu congkak."Katakan, apa maumu? brengsek!" sergah Zein."Ini yang aku tunggu. Kamu ingin tahu apa mauku? Baiklah akan ku beritahu."Zain hanya memberi tatapan menghunus. Dia ingin segera tahu apa maksud semua rencana ini. Apa tujuan dari rekan bisnisnya ingin menghancurkan dirinya beserta keluarganya."Tanda tangani kertas ini sekarang," perintah Danu sambil menyodorkan map hijau di tangannya."Apa itu?" tanya Zain.Danu melirik
Salsa tak ingin peduli dengan apapun yang terjadi pada Misyka yang kini sudah dibawa ke rumah sakit oleh pihak hotel setempat. Tetapi bayangan bayi dalam perut perempuan itu terbayang-bayang dalam benak Salsa.Jika terjadi apa-apa dengan Misyka, bagaimana dengan nasib bayi itu. Bunda dari Naura itu berjalan bolak-balik tak tenang dalam kamarnya.Waktu sudah larut, Naura sudah tertidur lelap, tapi Zein belum juga pulang. Bukannya mengkhawatirkan Zain yang belum ada kabar, Salsa justru mengkhawatirkan keadaan Misyka dan bayinya. Hatinya merasa bersalah karena dialah yang menyebabkan semua itu terjadi.Tak bisa tenang, akhirnya Salsa memutuskan untuk menyusul Misyka ke rumah sakit. Dia meminta bantuan pada anak buah Santos untuk menjaga Naura. Beruntung salah satu dari orang kepercayaan Santos itu ada yang seorang wanita, sehingga Salsa mengizinkan penjaga wanita itu untuk masuk ke dalam kamar di mana Naura tengah tidur lelap.Diantar oleh anak buah Santos yang satunya lagi, Salsa menuj
Pov authorMalam harinya Bu Clara memutuskan untuk bersedia bertemu dengan Salsa, setelah beberapa waktu lalu dirinya melihat foto suaminya dengan perempuan bergandeng mesra di sebuah minimarket, yang dikirim oleh Salsa.Derap langkah high heels istri dari pengacara Aldo itu menggema di lobby hotel tempat Salsa menginap, lalu menghubungi Salsa."Saya sudah di lobby Anda di mana?" ucapnya melalui ponsel."Baik, tunggu sebentar. Saya segera turun," sahut Salsa.Bergegas Ibu dari Naura itu memakai hijab instannya. Sebelumnya iya meyakinkan Naura terlebih dahulu untuk tetap di kamarnya selama ia belum kembali. Naura pun mengiyakan. di samping karena memang dia sudah mengantuk.Agar lebih aman Salsa mengunci kamar hotelnya dari luar. Lalu berjalan menemui Clara di bawah, tak lupa masker penutup wajahnya ia kenakan."Halo, Bu Clara." Salsa langsung menyapa saat melihat wanita persis seperti di foto profil nomor yang baru saja menghubunginya.Wanita yang lebih tua dari Salsa itu memicingkan
Usai pelepasan, aku masih menempel pada dada bidang suamiku sebagai sandaran. Dan Mas Zein mengelus kepalaku dengan sayang."Mas," panggilku."Hmmm," sahutnya."Bagaimana keadaan Mama Rita sekarang? Semalam mama menemui beberapa orang yang membuat keributan, dan setelah itu aku tidak tahu apa yang terjadi. Aku membawa Naura pergi dan meninggalkan mama begitu saja." Aku mengencangkan pelukan pada Mas Zein sekedar menghilangkan rasa bersalah yang menghinggapi."Mas sedang berusaha mencari tahu, Sayang. Tenanglah, berdoa saja semoga Mama tidak kenapa-kenapa.""Kita lapor polisi saja Mas, supaya mama segera ditemukan.""Tidak semudah itu, Sayang. Kita harus menunggu 24 jam terlebih dahulu baru laporannya akan diterima. Bima dan orang-orangnya sudah mengetahui di mana Mama berada. Tinggal menunggu waktu yang tepat, Mas akan menjemput mama. Kamu tenang dan jangan banyak pikiran, ya.""Benarkah? Alhamdulillah kalau begitu. Memangnya apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa mereka membawa mama?"Ak
Setelah panggilan terputus, aku mulai sedikit menata barang-barang yang berantakan di kamar. Menumpuk baju-baju yang keluar dari lemari dengan asal di keranjang, dan juga mengumpulkan beberapa barang lainnya yang juga berserakan di lantai. Semua aku jadikan satu dalam sebuah wadah kotak yang aku ambil dari gudang. Biarlah nanti setelah keadaan membaik aku suruh orang untuk merapikan lagi semua ini.Tak berselang lama decitan mobil terdengar di halaman rumah. Pasti itu suara mobil Mas Zein yang terburu-buru."Sayang ... Bunda, Naura, kalian di mana?"Benar saja itu suara Mas Zein yang berteriak memanggil namaku dan Naura."Ayah ..." sahut Naura tak kalah kencang.Sejurus kemudian derap langkah seperti berlari terdengar menuju kamar di mana aku dan Naura berada. Pintu yang sedikit terbuka memudahkan Mas Zain menerobos masuk."Salsa, Naura! Alhamdulillah ya Allah ..." Mas Zain berseru gembira ketika mendapatiku dan Naura dalam keadaan baik-baik saja.Dia berlari merengkuhku dan Naura sec
POV SalsaAku baru saja selesai melaksanakan sholat isya ketika suara keributan terdengar dari luar. Entah kenapa perasaanku mengatakan ini tidak baik-baik saja.Gegas aku keluar kamar untuk mencari Naura dan mama."Ma ...!" panggilku.Mama Rita langsung muncul dari dari kamarnya. Tak berbeda denganku, wajah mama juga terlihat panik."Salsa," sahut Mama. "Suara gaduh Apa itu, ya, Sal?" sambungnya."Salsa nggak tahu, Ma. Tapi perasaan Salsa gak enak. Naura di mana?""Naura di kamarnya sama Rini. Kamu pergilah ke kamar Naura. Biar mama yang lihat suara gaduh itu di luar."Aku pun mengangguk patuh, lalu kita sama-sama berjalan ke arah yang berlawanan.Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, aku langsung menerobos masuk ke kamar Naura."Bu Salsa! Ibu sudah sembuh?" Rini terlihat kaget ketika melihatku.Sementara Naura, Dia terlihat sudah memejamkan matanya."Nanti saya jelaskan. Sekarang kamu keluar bantu Mama Rita. Saya akan menjaga Naura di sini," perintahku memaksa."Memangnya ada apa, B
Aku mendekat pada pintu untuk sedikit menghilangkan penasaran.Samar-samar aku seperti mendengar suara Santos berbicara."Silakan masuk kalau kalian ingin berurusan dengan polisi karena membuat gaduh di rumah orang."Polisi? Jadi Santos bawa-bawa nama aparat? Pantas mereka tak berkutik.Baiklah. Aku juga harus bisa melakukan sesuatu.Sejurus kemudian aku memutuskan untuk keluar. Pasti semua ini sudah terencana. Menarik napas panjang, sebelum akhirnya aku membuka pintu perlahan.Saat aku muncul, semua mata beralih tertuju padaku."Nah! Itu dia orangnya. Ayo kita seret saja dia. Bisa-bisa penduduk sini terkena sialnya kalau tetap dibiarkan!" Salah satu dari mereka berseru padaku."Memangnya apa yang sudah saya perbuat?" ucapku santai."Halah! Tidak usah berkelit kamu! Kita semua tahu kalau ternyata kamu itu bukan suami perempuan itu. Hampir setiap hari kamu datang ke sini. Apa lagi kalau bukan untuk berbuat mesum. Pasti wanita itu sedang hamil anak haram kamu 'kan?!" sentaknya lagi.Ka