Share

Berlian VS Emas Dahlia

.

.

Maya sudah bersiap dengan setelan blazer berwarna nude dengan kaos ketat berwarna putih sebagai dalamannya. Tak lupa, kalung berlian berbentuk bulat dengan aksen mungil melingkar indah di lehernya yang putih dan jenjang. Satu gelang dan satu cincin emas putih menambah kesan betapa mewah dan elegan tampilan Maya kali ini. 

"Mau pakai mobil apa motor?" tawar Abian. Maya yang sedang memoles bibir pun menoleh. "Mobil dong, Mas. Sekalian ke rumah Ibu sepulang dari Restoran nanti."

Abian mengangguk patuh. Dia memilih keluar dan memanaskan mesin mobil terlebih dahulu.

Setelah dirasa cukup, Maya membuka lemari tas-nya dan mengambil salah satu koleksi tas paling mahal miliknya. Tas kecil berwarna putih semakin menyempurnakan tampilan Maya siang ini.

"Wah, Mbak Maya sudah siap juga ternyata. Mau ikut gabung di mobilnya Bu Sur?" Bu RT menyapa Maya yang kebetulan hendak membuka pintu pagar. "Saya bareng Mas Abian saja, Bu," tolak Maya halus. "Sepulang nanti mau sekalian berkunjung ke rumah mertua," sambungnya.

Bu RT mengangguk paham. Dia berlalu bersama dua ibu-ibu lainnya menuju rumah Bu Sur. Sepertinya mereka sudah membuat janji untuk pergi bersama. 

"Cantik sekali ya Mbak Maya, mana kalungnya bersinar lagi. Tapi emas bukan ya, kok warnanya putih?"

"Eh, jangan salah, sekarang banyak kok emas putih. Lebih mahal malah," sahut Bu RT.

"Tapi kayanya itu kalung mainan deh, Bu RT. Aku nggak yakin Mbak Maya punya perhiasan mahal, apalagi kata Eti suaminya itu cuma tukang cuci piring di Restoran Mas Surya."

Sayup-sayup Maya mendengar obrolan tiga tetangganya yang baru saja berjalan melewati rumahnya.

"Bu RT, tunggu ...!!!"

Dahlia buru-buru mengunci pintu setelah menarik putranya keluar dengan kasar. "Cepat dong, nanti Mama ketinggalan ini," celetuknya tanpa kelembutan. 

Bu RT dan dua orang lainnya berhenti. Mereka menoleh dan mendapati Dahlia berlari-lari kecil sembari menggandeng tangan mungil di sisi kanan.

"Ck, mobil rental aja belagu!" sindirnya ketika melihat Abian mengeluarkan mobil dari dalam halaman yang diaplikasikan sebagai garasi terbuka. "Segitunya pengen dibilang kaya. Dasar madesu!"

Maya yang memang sedang berdiri di samping pagar yang terbuka pun menoleh serta menatap tajam pada sosok wanita yang mengenakan gamis berwarna hitam dipadukan dengan jilbab kuning menyala. Seperti biasa, jilbab segi empat yang seharusnya menjuntai ke depan itu dia singkap ke belakang menampakkan kalung panjang yang ia kenakan. Dua gelang menghiasai pergelangan tangan kanan dan kiri, tak lupa beberapa cincin juga bertengger rapi di jari-jari gemuk Dahlia.

"Segitunya pengen dibilang kaya, itu emas-emas udah lunas kan cicilannya?" sindir Maya tanpa menoleh ke arah Dahlia. Wanita itu menghentakkan kaki dan kembali berjalan mendekati Bu RT. "Gaya hasil ngutang, malu dong!" teriak Maya.

Abian hanya geleng-geleng melihat sikap istrinya yang berubah julid sementara Dahlia menoleh lagi sembari mengepalkan tangannya. Lagi-lagi wanita itu mencak-mencak dan menyeret putranya agar berjalan lebih cepat.

***

Suasana Restoran terlihat cukup ramai. Seperti biasa. Memang selalu begini kondisi Restoran cabang milik Abian. Hanya saja, satu bulan belakangan Satria membodohinya dengan mengatakan bahwa Restoran begitu sepi, bahan-bahan banyak yang membusuk dan akibatnya Abian diminta mengirim dana tambahan untuk menutup biaya dapur.

Desain Restoran yang terbuat dari kaca transparan membuat siapapun yang ada di luar bisa melihat kondisi di dalamnya.

"Sepertinya Eti dan suaminya belum datang, Mas," ucap Maya ketika menatap kumpulan ibu-ibu yang berada di pintu masuk. "Lihat, mereka seperti sedang mau demo." Maya cekikikan melihat para tetangganya yang berdiri berjajar di depan Restoran. 

"Mas ingin dengar kebohongan apa yang akan Satria katakan nanti."

Maya mengangguk. Dia keluar dari dalam mobil dengan disaksikan semua tetangga julid-nya. Dahlia mencebik, Bu Sur mengipasi wajahnya dengan mengibaskan tangan di udara membuat gelangnya bergemerincing, sementara Ibu-ibu yang lain menatap heran ke arah Maya yang begitu ... cantik dan anggun.

"Cantik sekali sih, Mbak Maya," puji Bu Puji, sekretaris di Perumahan Citra Kencana. "Seperti wanita karir," sambungnya.

Maya menanggapi dengan tersenyum. "Terima kasih, Bu. Kenapa nunggu di depan, ayo masuk!" ajak Maya.

Semua tetangga bergeming. Mereka saling pandang lalu kemudian menatap bingung ke arah Maya. 

"Mbak Eti belum datang sepertinya, Mbak. Kita tunggu di depan saja, malu kalau sudah masuk tapi nggak pesan apa-apa," sahut Bu RT. "Lagipula kami kesini niatnya mau makan gratisan. Kalau Mbak Eti gagal datang, bisa tekor kita."

Ibu-ibu yang lain mengangguk menyetujui. "Mari masuk, ibu-ibu bisa makan sepuasnya di Restoran ini. Tidak perlu menunggu Satria dan istrinya. Mari!"

Suara Abian semakin membuat mereka ternganga. "Kalau Mbak Eti nggak jadi datang, emang situ mau bayarin? Yakin gaji cuci piring di sini cukup buat bayarin kita semua?" celetuk Dahlia pedas. 

"Seandainya uang Mas Abian tidak cukup, sepertinya kalung berlian ini bisa digunakan untuk membayar biaya makan kita semua. Beli semua emas yang ada di badan Mbak Lia saja cukup loh. Mau bukti?" sombong Maya sembari mengusap-usap kalung mungilnya.

Dahlia mencebik. "Kalung imitasi saja sombong!'

Maya hendak membuka mulut ingin menyangkal ucapan Dahlia, tapi genggaman tangan Abian membuat bibirnya kembali mengatup rapat.

Tiba-tiba dari arah belakang ....

"Aduh, ibu-ibu maaf ya kalau aku sama Mas Sat telat."

Maya dan Abian menoleh. Eti berjalan pongah melenggak-lenggok sementara Satria terpaku melihat siapa yang ada di depan matanya saat ini.

"P-- pak Abian?"

Bersambung 

Comments (6)
goodnovel comment avatar
Sujadi Mulyanto
makin panas
goodnovel comment avatar
Tak Taoh Koh
good wenak
goodnovel comment avatar
GAGAK AGUNG
ya bagus dan ok
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status