.
. Maya membuka pintu dan bersedekap dada menatap Dahlia di depan pagar rumahnya."Keterlaluan kamu, Mbak Maya!" ucap Dahlia, "Sadar diri dong, Mbak ... kamu itu orang baru di sini, jangan bikin onar apalagi ngirim-ngirim rekaman CCTV di grup!"Maya menaikkan satu alisnya. "Memang ada larangan kalau orang baru nggak boleh membela diri, Mbak Lia?"Dahlia meradang. "Aku bisa laporkan ini ke polisi loh, Mbak Maya," ancamnya sambil tersenyum sinis. "Orang susah kayak kamu yakin bisa mengelak dari jerat hukum?"Maya tertawa lebar. Dia mengibaskan tangan di udara dan memilih masuk ke dalam rumah meninggalkan Dahlia yang mengomel di depan rumahnya. Tak jarang wanita itu mengumpat dan menghina Maya dengan teriakan-teriakan lantang.Ting ....|Karena grup mulai tidak kondusif, saya selaku ketua RT untuk sementara mengaktifkan mode senyap dan hanya admin yang bisa berkirim pesan||Sekiranya Mbak Lia memang bersalah, tidak ada salahnya meminta maaf pada Mbak Maya||Karena dari pengamatan saya melalui rekaman yang Mbak Maya bagikan, Mbak Lia memang bersalah sudah memutar balikkan fakta dengan mengatakan pada semua orang kalau Mbak Maya berhutang uangnya padahal yang terjadi adalah sebaliknya. Minta maaf tidak membuat kita hina, Mbak Lia|Tiga pesan Bu RT membuat Maya bersorak penuh kemenangan. Sekarang tidak ada yang bisa menyangkal pesan-pesan Bu RT karena grup sudah dibuat senyap."Rasain!" sorak Maya. Dia memungut ponsel di atas meja dan membawanya masuk ke dalam kamar tanpa peduli lagi suara Dahlia yang masih mengoceh di depan rumahnya. Kepalang malu, membuat keributan di depan rumah orang lain dengan mudah Dahlia lakukan demi nama baiknya agar tidak hancur.Dahlia pulang sambil bersungut-sungut karena tidak mendapat respon yang baik dari Maya. Dia menghempaskan b o k o n g nya di sofa dengan perasaan kesal yang luar biasa. Ia pikir jika Maya adalah tetangga baru yang lemah dan gampang mengalah. Tapi ternyata Dahlia salah.Ting ....Dahlia buru-buru membaca pesan yang datang dari grup Perumahan Citra Kencana."K u r a n g a j a r memang kamu, Maya!" teriak Dahlia tanpa peduli putranya yang masih berusia lima tahun menatap heran padanya."Aahhh ... kulang ajal kamu, Boboiboy!" teriak bocah itu lantang. Dahlia terperanjat. Dia menarik tangan Diko-- putra semata wayangnya dan bertanya. "Ngomong apa kamu?""Kulang ajal, Ma," sahut Diko polos."Siapa yang ngajarin, hah?" bentaknya. Belum reda kesalahan yang ia terima dari sikap Maya, kini ia dibuat kesal dengan Diko karena berbicara kasar. "Siapa?" bentaknya lagi.Kedua mata Diko menerawang ke atas. "Kulang ajal kamu, Maya!" ulangnya. "Diko niluin Mama, kan Mama tadi bilang gitu.""Kulang ajal kamu, Boboiboy! Benal kan, Ma?"Dahlia menepuk jidat sambil menggerutu. Dia memilih masuk ke dalam kamar dan menutup tubuhnya dengan selimut menunggu Sang Suami pulang.***Pagi ini Maya berencana masak banyak karena setiap Abian pulang, pria itu selalu mengajaknya berkunjung ke rumah mertua ipar-iparnya.Berpikir jika ke pasar akan memakan waktu yang cukup lama, Maya memilih berbelanja di Tukang Sayur langganan seperti biasa."Dengar-dengar Bu Sur punya mobil baru ya? Baru datang kemarin sore, iya kan?" tanya Eti. "Tapi ... bekas," sahutnya lagi. Julid.Bu Sur mencebik. "Bekas juga nggak masalah, asal nggak kredit," sindirnya. "Itu juga mobil hasil kerja keras Hesti sama suaminya. Beruntung anak dan menantuku sukses di luar kota. Daripada sok kaya hasil dari numpang uang suami, mending kerja bareng-bareng kayak Hesti dan Reyhan. Bangga aku sama mereka."Eti melengos tidak suka. Kini fokusnya beralih pada sosok Maya yang terlihat sibuk memilih ikan segar."Eh, Mbak Maya nanti ikut kan makan-makan di Restoran Mas Satria? Jangan malu, aku udah maafin sikap kamu yang kemarin kok. Ya ... maklum lah ya, kemarin kamu pasti kalang kabut nyariin suami yang entah kemana. Kalau butuh apa-apa, atau butuh uang datang saja ke rumahku, Mbak Maya. Kasihan aku lihat kamu."Maya mengabaikan semua ucapan Eti. Pagi-pagi yang sejuk sudah dibuat panas oleh ucapan wanita muda itu."Tau nggak ibu-ibu ... kemarin Mbak Maya ini kayak orang linglung. Aku sama Mas Sat hampir saja mengira dia kehilangan akal ...."Maya seketika menoleh. Napasnya memburu mendengar Eti menyebutnya wanita yang kehilangan akal. "Apa maksud Mbak Eti?" tanya Maya terpancing emosi. "Mbak mengira saya gila?""Bukan begitu ... habis kamu datang-datang ke Restoran Mas Sat dan bicara ngaco disana. Sok-sok tanya pekerja lama dan pekerja baru. Siapa situ, hellow ...?!"Bu RT yang merasa akan ada keributan segera mengusap punggung Maya dengan lembut seraya berbisik. "Semakin Mbak Maya jawab, semakin dia senang. Yuk luaskan lagi sabarnya."Maya menghela napas kasar. "Restoran orang pakai ngaku-ngaku Restoran suaminya. Nggak tau malu!" gerutu Maya."Bilang apa tadi?" bentak Eti tidak terima. "Asal kamu tau, sebentar lagi Restoran itu akan jadi milik kami. Mas Sat sudah menandatangani surat-surat pembelian, tau nggak?!"Maya mengedikkan bahu. Dia menyerahkan beberapa bahan untuk memasak pada Tukang Sayur dan menyudahi aktivitas panasnya pagi ini. Panas karena ucapan Eti Susilowati."Miskin aja belagu!" teriak Eti meluapkan rasa kesalnya. "Lihat aja, kalau suami kamu kembali bekerja lagi, akan kupecat dia!" Bu Sur dan Bu Hanum yang terkenal pandai meramu omongan terlihat tidak banyak bicara. Begitupun dengan ibu-ibu yang lain. Beberapa dari mereka mengasihani nasib Maya yang mendapat penilaian kurang hanya karena tidak memakai perhiasan. Maya meletakkan kresek hitam berisi bahan masakan dengan kasar di atas meja dapur. Pindah ke lingkungan baru ia pikir akan mendapat tetangga-tetangga baik seperti tetangganya di tempat Sang Mertua. Tapi harapan hanyalah tinggal harapan. Meskipun banyak tetangga yang juga baik, tetap saja beberapa dari mereka memiliki mulut yang tajam seperti Bu Sur, Bu Hanum, Eti dan Dahlia. Atau mungkin ada yang lebih julid lagi namun Maya masih belum menyadari."Kenapa, Sayang?" tanya Abian ketika melihat bahan belanjaan sang istri hampir berserakan di atas meja."Pokoknya setelah urusan suami Mbak Eti selaku kepala pelayan kamu yang baru itu selesai, aku mau kamu memperkenalkan aku di depan semua calon pekerja di Restoran baru kamu nanti. Aku nggak mau masalah seperti ini terulang lagi," ucap Maya bersungut-sungut."Siap, Bu!" sahut Abian membuat Maya mencebik dan mencubit pinggangnya kuat.Jam menunjukkan pukul 09.00 WIB. Ponsel Maya tidak berhenti berdenting karena pagi tadi Bu RT sudah membuka kembali obrolan di grup Perumahan Citra Kencana.|Jangan sampai telat, acara makan-makan kita diadakan jam 10.00 pagi ini ya|Maya tersenyum sinis dan berteriak. "Mas, kita ke Restoran jam 10.00, buruan siap-siap!"Bersambung. . Maya sudah bersiap dengan setelan blazer berwarna nude dengan kaos ketat berwarna putih sebagai dalamannya. Tak lupa, kalung berlian berbentuk bulat dengan aksen mungil melingkar indah di lehernya yang putih dan jenjang. Satu gelang dan satu cincin emas putih menambah kesan betapa mewah dan elegan tampilan Maya kali ini. "Mau pakai mobil apa motor?" tawar Abian. Maya yang sedang memoles bibir pun menoleh. "Mobil dong, Mas. Sekalian ke rumah Ibu sepulang dari Restoran nanti."Abian mengangguk patuh. Dia memilih keluar dan memanaskan mesin mobil terlebih dahulu.Setelah dirasa cukup, Maya membuka lemari tas-nya dan mengambil salah satu koleksi tas paling mahal miliknya. Tas kecil berwarna putih semakin menyempurnakan tampilan Maya siang ini."Wah, Mbak Maya sudah siap juga ternyata. Mau ikut gabung di mobilnya Bu Sur?" Bu RT menyapa Maya yang kebetulan hendak membuka pintu pagar. "Saya bareng Mas Abian saja, Bu," tolak Maya halus. "Sepulang nanti mau sekalian berkunjung ke rumah
. . "Masih punya muka mau ikut makan-makan di Restoran Mas Sat, Mbak Maya?" sindir Eti. "Eh, pakai bawa-bawa suami lagi. Ketemu dimana, di rumah istri barunya?""Kalau aku jadi Mbak Maya, nggak kebayang gimana malunya, ya nggak, Bu Sur?" celetuk Bu Hanum sambil melirik Bu Sur yang terlihat mulai antusias. "Sudah bikin keributan, jambak-jambak rambutnya Eti, eh ... sekarang datang bawa suami mau makan gratis. Astaga ...."Dahlia dan Bu Sur tergelak. Juga beberapa ibu-ibu yang lain yang hidupnya hanya sebatas ikut-ikutan saja. Sementara Bu RT dan Bu Puji saling pandang, merasa suasana sebentar lagi pasti memanas."Kalau sudah puas menghina istri saya, mari masuk!" Abian merangkul bahu Maya dengan mesra membuat bibir Eti mencebik dan menoleh ke belakang dimana Satria berdiri terpaku dengan keringat dingin yang mulai bercucuran."Mas, ayo! Masa yang ngajakin ibu-ibu masuk malah dia sih, harusnya kan kamu. Tuan rumah di Restoran ini," teriak Eti kesal. "Jangan lupa sama janji kamu kemari
.."Sudah, cukup!" Suara bariton Abian membuat suasana yang semula memanas jadi makin panas. "Kamu yang menjelaskan, atau saya yang mengatakan kebenarannya di depan semua orang, Satria?"Eti menoleh. Wajahnya memerah mendengar Abian memanggil suaminya tanpa embel-embel "Pak.""Ngelunjak ya kamu!" desis Eti. "Pekerja seperti ini masih kamu pertahanan? Iya, Mas?""Diam, Eti. Diam!" bentak Satria lantang. "Aku lama-lama muak mendengar suaramu. Bisa tidak kamu diam?"Eti terperanjat. Kedua matanya memanas bahkan kristal bening sudah siap meluncur karena ini kali pertama Satria membentaknya di depan banyak orang."Ka-- kamu bentak aku, Mas?""Kamu ... kamu lebih membela suami Mbak Maya ini daripada aku, iya?""Apa susahnya kamu pecat dia, Mas? Dia cuma tukang cuci piring, itu kan yang kamu bilang?""Setelah apa yang Mbak Maya lakukan ke aku, rambutku rontok, kepalaku pusing, dia jambak-jambak aku di depan Restoran dan sekarang kamu justru membela suaminya?" "Apa yang ada di otak kamu, Ma
"Keterlaluan kamu, Mbak Maya!" geram Eti. "Jangan mentang-mentang kamu istri dari pemilik Restoran ini lalu bisa bersikap seenaknya ya!"Maya tergelak. Dia bertepuk tangan melihat Eti yang sedang menangis. Playing victim!"Hei, bukankah kamu yang lebih dulu bersikap angkuh dan mentang-mentang sebagai istri dari kepala pelayan lalu dengan sombongnya mengusirku tanpa memberikan kesempatan buatku mengatakan siapa aku sebenarnya," sahut Maya. "Kamu yang keterlaluan, Mbak Eti! Kamu mendorongku sampai terjerembab di depan Restoran, tidak mendadak amnesia, bukan?"Eti melengos sementara Satria mati kutu tidak bisa menyangkal semua kebenaran yang Maya katakan. "Ta-- tapi itu bukan salahku. Lagipula kenapa semua pekerja disini tidak mengenalmu, hah?""Mbak Eti ingin tau jawabannya?" tanya Maya sinis. "Dia ... suami kamu sudah memecat semua pekerja dan menggantinya dengan pekerja baru tanpa ijin dari suamiku! Dia ... suami kamu yang berlagak seakan-akan ini adalah Restoran miliknya ... menilap
"Wah, siapa tuh? Cantik banget ya, jangan-jangan selingkuhannya Mas Satria," tuduh Dahlia.Eti yang mendengar celetukan Dahlia seketika menoleh dan melempar tatapan tajam."Kalian mau pulang kan? Kenapa masih ada disini, hah? Sana pulang!" usir Eti geram. "Tetangga seperti kalian hanya mau enaknya saja. Giliran ada yang kesusahan sok buta semuanya!"Bu Sur mencebik. Dia melangkah lebih dulu meninggalkan Restoran sembari memainkan gelang di tangannya."Beruntung Hesti bebelian emas tanpa menilap uang orang lain. Duh, ngeri sekali jaman sekarang ya," sindir Bu Sur. "Pantas saja maharnya emas sampai puluhan gram, eh ... nggak taunya. Ayo lah, ibu-ibu kita pulang saja."Wajah Eti memerah. Sejenak ia lupa pada sosok wanita cantik di depannya. Wanita itu terlihat heran dengan apa yang ia lihat di depan mata."Mas Satria lupa siapa saya?" tanya wanita itu. "Indira, Mas. Teman Nabila, istri kamu ..
"Nggak kebayang deh jadi Mbak Eti, udah suaminya tukang tipu, eh ternyata udah punya istri pula," celetuk Bu Sur memulai obrolan di dalam mobil.Mobil yang seharusnya muat hanya untuk delapan orang, terpaksa diisi sepuluh orang dengan bentuk tubuh yang beberapa diantaranya memang terlihat subur."Ah, biarin aja, Bu Sur! Salah sendiri sombong, bilang-bilang ke semua tetangga katanya mahar dari suaminya emas tiga puluh gram, belum lagi koar-koar katanya Satria mau beli Restoran. Eh ... nggak taunya," sahut Bu Hanum julid. "Orang sombong ya gitu emang. Ada aja balasannya."Bu Puji geleng-geleng mendengar ucapan Bu Hanum. Jika berbicara, wanita itu suka lupa berkaca. "Yang keterlaluan itu Mbak Maya, sudah tau Mbak Eti kesusahan, dapat masalah sama suaminya, eh ... masih saja ancam-ancam Satria mau dipecat. Nggak punya hati memang!" Dahlia mengompori. "Harusnya ikhlaskan saja uang segitu ya, itung-itung bantu tetangga. Ya kan?""Kalau bicara itu dipikir dulu, Mbak Lia," sela Bu Puji. Lida
"Tumben jalan-jalan sampai ke sini, Mbak Maya?" sapa Bu Sur basa-basi. Maya menoleh, dia melempar senyum tipis tapi enggan menanggapi pertanyaan tetangganya yang satu itu."Budek! Baru ketahuan kaya udah budek," gumamnya lirih.Maya mencebik. "Mau lihat-lihat rumah di sekitar sini, Bu," jawab Maya pada akhirnya. "Oh ya, rumah Mbak Lia kenapa dari kemarin tutup ya, Bu Sur tau dia kemana?"Bu Sur berdiri di depan rumah sambil menenteng satu kotak kue lapis khas Surabaya. "Eh, emang iya? Wah, padahal aku mau kasih kue ini ke Dahlia. Kasihan, dia itu tampang dan lagaknya aja sok kaya, padahal mah aslinya ....""Bu Sur, tumben banget ngobrol sama Mbak Maya. Nggak lagi cari kesempatan dalam kesempitan kan?" sindir Bu Hanum lantang. Wanita berusia matang itu berjalan mendekat. Maya menghela napas kasar. Rencana ingin melihat-lihat pembangunan rumah barunya pupus lah sudah karena ada dua manusia paling julid di perumahan tempatnya tinggal."Ck! Mbak Maya ini loh, Bu Hanum, katanya mau lihat-
"Nah, ini dia anak sama menantuku. Hesty dan Reyhan. Mereka juga pasangan sukses, sukses di usia muda," papar Bu Sur bangga.Hesty menunduk sambil sesekali melirik ke arah Abian yang masih menatapnya dengan tajam."Anaknya Bu Sur?" tanya Abian."Lah, Mas Abian gimana sih, kan sudah aku jelasin. Dia Hesti, dan itu menantuku namanya Reyhan. Malah tanya lagi!" gerutu Bu Sur. "Terpukau sama kecantikan Hesty, iya? Makanya, suruh Mbak Maya pakai perhiasan yang banyak biar berwibawa seperti anakku!"Abian mengerutkan kening mencoba mengingat-ingat apakah benar wanita di depannya saat ini adalah wanita yang ia temui di lampu merah tempo hari."Reyhan, Mas!" sapa Reyhan ramah sambil mengulurkan tangan. Abian terperanjat. "Ah, iya. Aku Abian dan ini Maya, istriku."Reyhan mengangguk menghadap Maya dan berkata. "Pantas saja lihatin Hesty sampai segitunya. Istrinya nggak pernah diajakin perawatan mahal?"Mahal cengo. Untuk pertama kalinya dia bertemu pria bermulut tajam seperti Reyhan."Istri say