Share

Lampu Kuning

Penulis: Muthi Mozla
last update Terakhir Diperbarui: 2023-10-22 21:35:47

“Aduh. Itu si Ela bener-bener bikin ulah, yah.” Bu Romlah muncul dari balik pintu tak lama setelah penjual jamu tadi pergi. “Maaf, ya, neng Hana nunggu kelamaan. Dari semalam saya bolak-balik WC, Neng. Perut melilit. Mau pesan apa, Neng?”

“Pengen gorengan bakwan sama pisang, Bu. Ceban aja,” ucap Farhana kasihan.

Tak beda dengannya, Rey juga memandang Bu Romlah prihatin. “Salah makan mungkin, Mpok,” ujarnya.

“Kayaknya sih gitu.”

“Emang Bu Romlah makan apa?” tanya Farhana.

“Makan martabak yang dibawa Usman. Katanya, sih, martabak angetan. Boleh dibawain jamaah majlis taklim. Karena nggak habis terus diangetin dan dibagiin di sini semalam. Kebetulan banyak bapak-bapak pada nonton bola sampai begadang.”

“Mpok udah minum obat?” tanya Rey.

“Maunya sih berobat. Biar tuntas. Tapi nggak ada yang nganterin. Suami mpok baru balik hari Sabtu nanti. Ya beginilah kalau hidup berjauhan sama suami.” Bu Romlah menyodorkan plastik berisi gorengan kepada Farhana.

“Rey anterin aja, ya, Mpok. Nggak tega lihat Mpok pucet begini. Mpok mau berobat ke mana?”

“Ya Allah, Rey. Bae bener deh elu tuh. Beruntung banget gadis yang bisa jadi istri elu nanti.” Bu Romlah melirik Farhana yang tiba-tiba salah tingkah. Mendengar ucapan Bu Romlah yang apa adanya, Farhana tersipu malu. Gadis itu senyum-senyum sendiri.

“Mpok bisa aja. Amin aja dah. Semoga dapat istri salehah kayak neng Hana. Eh, maaf, Neng. Nggak ada maksud apa-apa kok.” Rey gelagapan.

“Ya udah. Mpok mau tutup warungnya dulu, yah. Rey nanti anterin ke bidan Hayati aja yang dekat.” Bu Romlah segera bersiap menutup warungnya.

“Kalau begitu Hana pamitan ya, Bang Rey, Bu Romlah.”

“Iya, neng,” sahut Rey dan Bu Romlah berbarengan. Farhana berjalan menuju pohon mangga dimana ia biasa memarkirkan sepeda listriknya. Lalu gadis itu mulai mengayuh dan meluncur, meninggalkan Rey yang masih menatap gadis itu dengan tatapan penuh harapan.

***

“Hana, tunggu!” Farhana mengehentikan langkah saat suara yang begitu dikenalnya memanggil.

Seperti biasa, gadis itu baru saja selesai ikut kajian di majelis taklim yang kebetulan diisi oleh Usman.

Ketika menoleh, ia dapati Usman berlari ke arahnya.

“Loh, rumahmu kan ke sana.” Farhana keheranan. Tapi ia berpikir mungkin Usman sedang ada keperluan.

“Iya, aku ada keperluan dengan Pak RT. Rumahnya kan melewati rumahmu. Jadi sekalian saja aku antar kamu pulang.” Usman mensejajarkan langkahnya. Beberapa kali lelaki itu merapat, tapi Farhana segera menjaga jarak.

“Makasih, ya, sudah mau datang ke kajianku.” Usman tampak tersenyum penuh misteri. Entah mengapa Farhana merasa sangat tidak nyaman berada di dekat pemuda yang dipanggil Ustaz itu. Apalagi jika teringat chat W******p yang ditunjukkan Sintya tempo hari dan mendengar cerita Ela si tukang jamu genit tentang Usman. Farhana bergidik.

“Kamu kenapa? Seneng, ya, aku temani pulang?” tanpa basa-basi, Usman dengan rasa percaya dirinya yang tinggi berujat demikian.

“Hah?” Farhana terheran sekaligus terperangah mendengar ucapan Usman barusan. Semakin membuatnya yakin bila Usman yang berada di hadapannya kini bukanlah Usman yang ia kenal dulu. Benar-benar Usman sudah berubah. Farhana merasa asing.

“Aku ngerasa merinding, Usman. Kayaknya ada sosok tak kasat mata yang ngikutin kita deh.” Farhana menjawab asal. Jujur, ia merasa malas berlama-lama jalan berdua dengan ustaz kecakepan ini.

“Ooo ya jelas. Di antara manusia lawan jenis yang berduaan kan ada pihak ketiga. Namanya ....”

“SETAN maksudnya, Taz?” Tiba-tiba suara yang terdengar berat muncul dari arah belakang. Usman terlonjak dan menjerit kaget ketika menoleh ke belakang.

“Bang Rey?” Farhana tersenyum sumringah begitu melihat siapa yang datang. Akhirnya dirinya bisa terlepas dari manusia yang menjengkelkan. Setidaknya kehadiran Rey bisa membuat dirinya merasa aman.

Terlihat Usman begitu kesal ketika menyadari sosok yang membuatnya kaget barusan ternyata Rey, si preman kampung.

“Huh, tadi nggak kelihatan hadir kajian, kok sekarang nongol?” sindir Usman sambil mencibir.

“Rey tadi bantuin enyak bawain barang buat isi toko besok, Ustaz. Maaf, ya, Rey belum bisa hadir di kajiannya Ustaz. Nanti bila sempat, Rey akan hadir.”

“Ah, hadir nggak hadir nggak ngaruh buat saya. Terserah kamu aja.” Usman malah menjadi ketus. Farhana dan Rey saling pandang sambil mengedikkan bahu.

“Bang Rey mau ke mana? Kok lewat sini?” Farhana terlihat bingung ketika di pertigaan Rey tidak berbelok ke arah rumahnya tetapi justru berjalan lurus mengikuti Farhana dan Usman. Sejujurnya Farhana merasa lega, karena jarak rumahnya dari pertigaan masih agak jauh. Ia tidak mau berlama-lama didekati Usman.

“Oh, iya. Abang mau mengantarkan martabak ini ke Bang Razaq. Tadi Bang Razaq titip.”

“Oh, kalau begitu biar saya aja yang antarkan. Kamu pulang aja,” sambar Usman. Tangannya sudah terulur, bersiap menerima bungkusan berisi dua kotak martabak Bang Tan.

“Maaf, Ustaz. Yang diberikan amanah itu kan saya. Ustaz pastinya lebih paham memgenai amanah. Jadi biar saya yang antar langsung. Apalagi nanti merepotkan Ustaz.”

Mendengar jawaban telak dari si preman kampung membuat Usman tidak berkutik dan salah tingkah. Farhana tersenyum geli melihatnya. Apalagi terlihat betul Usman begitu menjaga wibawa saat Rey hadir di antara keduanya.

“Maaf, saya terburu-buru ke rumah Pak RT karena masih ada urusan penting lainnya. Saya permisi duluan.” Usman melihat jam tangan di pergelangan tangan kirinya. Lalu pemuda itu berjalam terburu-buru.

“Silakan, Ustaz,” jawab Farhana dan Rey bersamaan.

“Hati-hati, Ustaz. Kalau jatuh bangun sendiri, ya,” Farhana menambahkan. Begitu sosok Usman terlihat semakin jauh, keduanya tergelak melepas tawa.

“Ada-ada aja si Usman itu. Benar-benar sudah berubah,” ujat Farhana.

“Kamu naksir, ya?” tanya Rey menyelidik. Namun, pria itu diam-diam menahan sakit hati.

“Ih, nggak. Dulu mungkin pernah. Tapi sekarang mikir beberapa kali.”

Senyuman sontak muncul di wajah Rey. “Dia itu banyak digandrungi gadis-gadis di sini. Karena wajahnya tampan dan punya basic pemahaman agama. Apalagi ayahnya seorang Ustaz sesepuh di kampung ini. Masa kamu gak suka?”

“Hana nggak peduli mau dia anak siapa dan profesinya apa. Hana suka lelaki yang memiliki adab, meski penampilannya terlihat urakan.” Farhana tertunduk malu. Gadis itu berharap lelaki yang bersamanya ini mengerti.

“Wah, Bang Rey nggak masuk kriteria. Di sini mana ada yang mau sama Bang Rey yang urakan begini.”

“Masak nggak ada sih, Bang? Ela tempo hari gesit banget deketin abang,” goda Farhana.

“Ya ampun, Hana. Ela sama sekali bukan tipe abang. Berat bagi abang kalau punya istri seperti Ela. Abang yang minim pemahaman agama beginj, mana bisa bimbing Ela supaya bisa berperilaku baik. Mendingan abang cari istri yang memang sudah baik akhlaknya, yang bisa membersamai abang menjadi pribadi yang jauh lebih baik.”

“Masya Allah, Bang. Jarang lelaki berpikiran seperti abang ini.” Farhana semakin mengagumi sosok Rey yang terlihat apa adanya.

Tak berasa keduanya hampir sampai. Terlihat Bang Razaq sudah menunggu di teras rumah. Begitu mencapai pagar, kedua muda-mudi itu mengucapkan salam yang dijawab Razaq.

“Kalian pulang bareng?” Tatapan Razaq begitu tajam pada keduanya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dikira Preman, Ternyata Cucu Kyai   Pesan Gaib

    Farhana merenungi kejadian janggal yang dialaminya saat di rumah Pak RT tadi. Reyhan yang menyadari jika istrinya tengah memikirkan sesuatu itu pun mencolek hidung bangirnya.“Isengnya mulai keluar lagi deh.” Farhana merengut manja.“Lagian dari tadi bukannya tidur atau melayani suami, ini malah melamun.”Farhana yang tengah berbaring pun mengubah posisinya. Ia bangkit dan duduk di samping suami sambil memeluk bantal.“Bang ... ada kejadian aneh dan janggal yang Hana rasakan tadi di rumah Pak RT. Tepatnya di kamar Sarah.“Janggal bagaimana?” Reyhan membetulkan posisi sandarannya. Ia bersiap menyimak cerita istrinya saat itu.Lalu Farhana pun menceritakan kronologi kejadian mistis yang dialaminya tadi dengan lengkap tanpa terlewat satu adegan pun.“Kamu yakin, Dik, apa yang dilihat tadi itu penampakan?”“Yakin atuh, Bang. Otakku masih jernih, kok. Bisa bedakan mana kejadian nyata dan tidak nyata.”“Iya, abang percaya apa yang diceritakan olehmu itu nyata. Tapi ... ada maksud d

  • Dikira Preman, Ternyata Cucu Kyai   Kematian Bu Ratna

    Area penemuan mayat Bu Ratna sudah diberi garis polisi. Polisi yang menyelidiki kasusnya menemukan banyak kejanggalan pada lokasi juga pada tubuh Bu Ratna. Pak RT dan Sarah langsung menuju lokasi setelah memastikan ke rumah sakit jika memang benar itu adalah mayat istri dan ibu mereka.Ayah dan anak itu masih menahan sakit, ketika mendapati mayat itu benar Bu Ratna. Tambah lagi ketika mereka tiba di lokasi di mana tubuh Bu Ratna ditemukan sudah membusuk.Ada rasa penyesalan mendalam di dalam hati Pak RT. Seandainya ia dari awal melaporkan hilangnya Bu Ratna, mungkin tidak akan seperti ini kejadiannya. Namun saat itu ia hanya mengira jika Bu Ratna kabur entah ke mana. Sayang, nasi telah menjadi bubur. Waktu tak dapat diputar kembali.Berita duka ini sudah sampai ke telinga warga. Mereka kembali bahu-membahu membantu Pak RT menyiapkan segala keperluan. Seperti saat berita kematian Usman menyebar beberapa hari lalu.Usman yang ikut ke lokasi bersama ayahnya, mendekati Sarah yang masi

  • Dikira Preman, Ternyata Cucu Kyai   Didatangi Polisi

    “Kudengar Usman sudah melamar Sarah saat masih di rumah sakit, Sin,” ujar Farhana saat saudara suaminya tengah membantu merapikan undangan pernikahan. Sekitar semingguan lagi resepsi Farhana dan Reyhan digelar, malam ini mereka akan menyebarkan undangan ke tetangga dan kerabat yang dekat. Untuk tamu undangan yang lokasinya sulit dijangkau, Farhana hanya mengirim undangan online melalui media sosialnya.“Iya, Hana. Alhamdulillah, aku senang sekali begitu mengetahui kabar itu langsung dari Sarah. Akhirnya mereka menikah juga.” Sintya tersenyum riang. Sama sekali tidak ada kecemburuan pada dirinya mengetahui berita itu.“Kamu nggak cemburu, Sin?” goda Farhana.“Apa?! Aku cemburu? Nggak lah, Hana.” Sintya menyikut lengan Farhana. “Lagian, aku sudah punya gebetan baru loh,” imbuh Sintya membuat Farhana menoleh cepat. Sepertinya kecurigaan Farhana akhir-akhir ini akan segera terjawab.“Siapa tuh? Kayaknya aku tahu deh,” ledek Farhana. Gadis itu melirik dengan tatapan meledek.“Apa aih?

  • Dikira Preman, Ternyata Cucu Kyai   Mati Suri

    Jenazah Usman yang terbangun tiba-tiba membuat warga di dalam rumah Ustaz Arfan yang sedang melayat kaget dan ketakutan. Sebagiannya keluar sambil lari terbirit-birit. Mereka berlarian tunggang langgang tak tentu arah.Usman keheranan melihat ke sekitarnya sudah ramai orang. Lalu pemuda itu memerhatikan dirinya sendiri. Tubuhnya sudah dikafani. Hidungnya pun disumbat kapas. Noda darah pada kain berwarna putih di bagian dadanya mengeluarkan bau yang cukup menyengat hingga membuat pemuda itu muntah.Keluarga Usman dan beberapa warga yang masih tinggal dalam ruangan membantu melepaskan kafan dan memakaikan pemuda itu pakaian. Ummi Yumna menangis terharu, melihat keajaiban anaknya hidup kembali. Wanita itu bersujud syukur atas kehidupan kedua untuk putranya.Farhana dan Sintya yang penasaran melongok ke dalam rumah. Keduanya terperangah menyaksikan Usman yang tengah duduk dan dilepaskan kain kafannya. Setelah Usman beres dipakaikan baju dan sarung, kedua gadis itu masuk dan menghampiri.

  • Dikira Preman, Ternyata Cucu Kyai   Bangkit

    Berita kematian Usman sudah terdengar di seluruh penjuru. Pagi ini jenazahnya akan tiba di rumah duka dengan diantar ambulan. Desas-desus pun mencuat. Beberapa warga berbisik-bisik membicarakan kelakuan Usman semasa hidupnya.“Ela juga sering banget digangguin ustaz gadungan itu, Ibu-Ibu. Sering dichat, diajak jalan-jalan malam mingguan loh,” ujar Ela saat menjajakan jamu di depan warung Mpok Romlah.“Masak, sih, La? Bukannya Usman seleranya tinggi ya?” cibir Bu Eha, yang suaminya sering menggoda Ela di belakang dirinya. Bu Eha benci bukan main pada penjual jamu yang keganjenan itu. Apalagi kalau Ela sudah berlenggak-lenggok hingga membuat mata para bapak-bapak di kampung ini melotot. Bukan main kesalnya wanita itu hingga pernah suatu ketika kedua wanita itu bertengkar dan saling jambak.“Ih, Ela kan memang kesukaan para pria yang berselera tinggi, Bu Eha. Emangnya situ. Suaminya sendiri kepincut sama Ela, kan?” Gadis yang sudah tidak perawan itu balas menyindir.Sebelum terpancing

  • Dikira Preman, Ternyata Cucu Kyai   Kritis

    Pak RT kelimpungan. Sudah mencari ke seluruh penjuru kampung tapi tak juga menemukan putrinya. Pria itu begitu ketakutan, khawatir anak semata wayangnya itu berbuat nekat. Dalam kondisi seperti ini ia tak habis pikir pada sang istri yang sama sekali tidak peduli. Bahkan wanita itu kabur meninggalkan rumah dan keluarganya. Entah apa yang dipikirkan wanita itu. Pak RT merasa keluarganya selama ini begitu harmonis. Dirinya selalu menutup telinga dari perbincangan orang sekitar mengenai sikap istrinya di luar rumah.“Saya harus mencari kemana lagi, Kyai? Saya khawatir Sarah nekat melakukan hal membahayakan.” Pak RT mencoba meminta pendapat seseorang yang dianggapnya tetua itu. Berkali-kali ia mengusap wajahnya. Peluh mulai membanjiri. Air muka Kyai Subki begitu tenang dan teduh mendengarkan keluh kesah lelaki yang menjabat perangkat kampung itu.“Kita tetap akan melapor pada polisi. Tapi tenangkanlah dirimu, Roji. Dalam kondisi panik, kita tidak akan bisa berpikir jernih,” nasihat Kyai

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status