Farhana merenungi kejadian janggal yang dialaminya saat di rumah Pak RT tadi. Reyhan yang menyadari jika istrinya tengah memikirkan sesuatu itu pun mencolek hidung bangirnya.“Isengnya mulai keluar lagi deh.” Farhana merengut manja.“Lagian dari tadi bukannya tidur atau melayani suami, ini malah melamun.”Farhana yang tengah berbaring pun mengubah posisinya. Ia bangkit dan duduk di samping suami sambil memeluk bantal.“Bang ... ada kejadian aneh dan janggal yang Hana rasakan tadi di rumah Pak RT. Tepatnya di kamar Sarah.“Janggal bagaimana?” Reyhan membetulkan posisi sandarannya. Ia bersiap menyimak cerita istrinya saat itu.Lalu Farhana pun menceritakan kronologi kejadian mistis yang dialaminya tadi dengan lengkap tanpa terlewat satu adegan pun.“Kamu yakin, Dik, apa yang dilihat tadi itu penampakan?”“Yakin atuh, Bang. Otakku masih jernih, kok. Bisa bedakan mana kejadian nyata dan tidak nyata.”“Iya, abang percaya apa yang diceritakan olehmu itu nyata. Tapi ... ada maksud d
“Bang, mau sampai kapan kita backstreet begini? Sebenarnya, abang serius ngga, sih?” Gadis berhijab mocca yang bila tersenyum menyembulkan lesung pipi di kedua pipinya itu menatap serius Reynold yang tengah memilin ilalang di tangan kanannya. Pria itu sontak merebahkan tubuh di atas hamparan rumput di tepian sawah dan sungai berarus kecil ini dan mengembuskan napasnya berat. “Abang khawatir keluarga Hana nggak bisa menerima abang.” Mendengar itu, Farhana menoleh dan memerhatikan wajah Reynold. Berusaha mencari keseriusan pada wajah bervwarna eksotis itu. Dirinya paling tidak suka dibohongi. Tapi tak ada kebohongan dari raut wajah pemuda yang sekilas terlihat mirip artis Hongkong, Andy Lau, dengan versi kearifan lokal. “Masak preman kampung ciut menghadap calon mertua?” sindir Farhana. Gadis itu kembali menekuri pandangan ke arah sungai. Namun, tak berapa lama, suara azan berkumandang dan langit tiba-tiba berubah gelap.Hujan pun mengguyur tiba-tiba! Byur!“Bangun! Kebiasaan el
“Assalamu’alaikum, Bu Romlah,” sapa Farhana lembut.Gadis itu baru berjalan-jalan mengelilingi kampung menggunakan sepeda lipat milik salah satu abang kembarnya, Razaq. Ketika melewati warung Bu Romlah yang menjadi langganannya, Farhana pun melipir sejenak.“Ya ampun, Neng Hana! Dari kapan pulang?” “Hana kan sudah lulus, Bu. Ini mau lanjut kuliah. Sudah tes, tinggal menunggu pengumuman.” “Semoga lulus, ya, Neng. Oh iya, tumben pagi-pagi udah ke warung. Kalau mau seblak mah belom siap bahannya, Neng.” Bu Romlah tengah sibuk melayani seorang pemuda yang sepertinya memesan nasi uduk. “Minumnya apa, Rey? Teh manis atau kopi?” tanya bu Romlah pada pemuda yang dipanggilnya Rey. Sekilas Farhana mengintip wajah pemuda yang terhalang tiang kayu. Namanya terasa tidak asing terdengar di telinga. Ketika dilihat sekilas, tiba-tiba gadis itu teringat salah satu aktor Hongkong yang sangat terkenal, Andy Lau. Pemuda bernama Rey itu sedikit mirip dengan aktor tampan itu. Hanya saja kulitnya terli
Untungnya, Farhana dapat mengendalikan diri.Sayangnya, beberapa jam kemudian, dia menginginkan seblak bu Romlah yang terkenal di kampung ini.Jadi, ia pun pergi ke sana.“Eh, Neng Hana lagi. Pasti mau beli seblak, yah?”“Ih, Bu Romlah udah hapal kebiasaan Hana ternyata.” Gadis itu tersenyum mendengar tebakan bu Romlah yang tepat sekali.“Jangankan aye, si Rey aja hapal kalau Neng Hana suka beli seblak di sini.”Deg!“Hah? Bang Rey yang tadi pagi itu? Kok bisa?”“Kayaknya dia naksir sama Neng deh.” Bu Romlah terlihat mondar-mandir menyiapakan beberapa bahan seblak. Lalu ia sibuk memasak camilan berat yang sedang digandrungi masyarakat Indonesia ini. Harumnya bumbu menguar menggelitik penciuman.“Ogah ah, Bu. Udah beristri.”“Hah? Beristri dari Hongkong, Neng? Masih bujangan tulen dia mah.”Tiba-tiba saja Farhana terbatuk-batuk. Entah karena kaget menddengar jawaban Bu Romlah atau karena bumbu yang menggelitik hidung.“Tadi pagi Hana denger obrolan ibu sama bang Rey. Ada nama Saebahnya
Tak lama, perempuan itu menggelengkan kepala. "Nggah deh! Dulu, kami emang deket. Kalau sekarang, mikir dua kali kayaknya buat dekat-dekat.” Farhana membuang pandangan ke sekitar. Rumah besar dengan halaman dan taman yang luas ini tampak begitu cantik karena beberapa lampu hias yang menyorot. Bisa serapi dan seindah ini pastinya hasil dekorasi sang ibu, pikirnya.“Emang kenapa si Usman, Dek? Ustaz muda yang tampan dan mapan, banyak digandrungi gadis-gadis di sini. Kita aja kalah saing. Ya, nggak, Ziq?” Razaq menatap Raziq dengan alis yang dibuat naik-turun bergelombang.“Sebenarnya, gue juga kurang suka Usman sih.” Di luar dugaan, Raziq justru menjawab demikian membuat Razaq terheran-heran.“Nah. Bang Raziq sependapat kan sama Hana?” Kedua bola mata gadis itu berbinar. Dia merasa mendapatkan dukungan.“Karena gue laki-laki. Masak jeruk makan jeruk?” Raziq terkekeh. Apalagi ketika melihat ekspresi sang adik yang langsung jengkel dan bete. Hana terlihat bersungut-sungut. Razaq juga spo
“Aduh. Itu si Ela bener-bener bikin ulah, yah.” Bu Romlah muncul dari balik pintu tak lama setelah penjual jamu tadi pergi. “Maaf, ya, neng Hana nunggu kelamaan. Dari semalam saya bolak-balik WC, Neng. Perut melilit. Mau pesan apa, Neng?”“Pengen gorengan bakwan sama pisang, Bu. Ceban aja,” ucap Farhana kasihan. Tak beda dengannya, Rey juga memandang Bu Romlah prihatin. “Salah makan mungkin, Mpok,” ujarnya. “Kayaknya sih gitu.” “Emang Bu Romlah makan apa?” tanya Farhana. “Makan martabak yang dibawa Usman. Katanya, sih, martabak angetan. Boleh dibawain jamaah majlis taklim. Karena nggak habis terus diangetin dan dibagiin di sini semalam. Kebetulan banyak bapak-bapak pada nonton bola sampai begadang.” “Mpok udah minum obat?” tanya Rey.“Maunya sih berobat. Biar tuntas. Tapi nggak ada yang nganterin. Suami mpok baru balik hari Sabtu nanti. Ya beginilah kalau hidup berjauhan sama suami.” Bu Romlah menyodorkan plastik berisi gorengan kepada Farhana.“Rey anterin aja, ya, Mpok. Nggak te
“Ketemu sebelum pertigaan, Bang. Tadi, sih, sama Usman juga. Tapi dia duluan. Mau ke rumah pak RT, ada keperluan katanya,” jawab Rey dengan tegas.Dia tak ingin nilainya berkurang di depan calon iparnya.“Hahaha.” Tiba-tiba Razaq tertawa.“Kenapa, Bang? Ada yang lucukah?” tanya Rey keheranan.“Pantesan tuh Ustaz muda bersungut-sungut. Gue dengerin sepanjang jalan dia ngoceh kagak jelas. Kayak orang lagi kesal. Ditanya juga kagak jawab apa-apa. Mungkin nggak nyadar ada gue di sini. Sekalian aja gue takutin. Eh dia ngibrit lari. Hahaha.” Razaq tertawa terpingkal-pingkal teringat kejadian saat Usman melewati rumahnya yang belum dinyalakan lampu terasnya.“Ih dasar abang iseng. Kasian loh, Bang. Kalau dia ngompol di jalan gimana?” Farhana ikut tertawa.Setelah itu, Razaq mempersilakan Rey duduk untuk berbincang-bincang. Sekadar mengobrol ngalor-ngidul sambil menikmati menikmat yang ternyata kiriman Rey, bukan pesanan Razaq. Rey terpaksa berbohong pada Usman demi melindungi perjalanan pula
“Bang, kabur, yuk. Cepat! Cepat!” Farhana meminta supaya Rey bergegas menyalakan mesin motornya dan pergi cepat-cepat. Dalam kebingungan, Rey menuruti perintah Farhana tanpa memahami ada hal apa sebenarnya. “Belok kiri aja, Bang.” “Loh, desa sebelah kan harusnya lurus, Neng.” “Udah. Ikuti perintah Hana aja pokoknya.” Farhana mengambil ponsel di sakunya. Jemarinya dengan cekatan menekan tombol nomor dan menghubungi seseorang. Di sambungan telepon itu, Farhana terlihat serius berbicara dengan seseorang di seberang yang entah siapa. Rey tidak begitu jelas mendengarnya. Karena kali ini mereka melewati sebuah pabrik yang bersuara bising. Farhana juga sesekali terdengar mengencangkan suaranya supaya seseorang di seberang mendengar suaranya dengan jelas. Tak lama sambungan telepon terputus. “Bang, kita melipir aja ya di pemancingan Bumi Sarerea.” Rey langsung melajukan motornya ke tempat yang dimaksud. Dari kaca spion, terlihat wajah Farhana begitu sembab. Air mata berjatuhan dari pelup