Share

Nasi Uduk Istimewa

Penulis: Muthi Mozla
last update Terakhir Diperbarui: 2023-10-22 21:34:57

Tak lama, perempuan itu menggelengkan kepala. "Nggah deh! Dulu, kami emang deket. Kalau sekarang, mikir dua kali kayaknya buat dekat-dekat.”

Farhana membuang pandangan ke sekitar. Rumah besar dengan halaman dan taman yang luas ini tampak begitu cantik karena beberapa lampu hias yang menyorot. Bisa serapi dan seindah ini pastinya hasil dekorasi sang ibu, pikirnya.

“Emang kenapa si Usman, Dek? Ustaz muda yang tampan dan mapan, banyak digandrungi gadis-gadis di sini. Kita aja kalah saing. Ya, nggak, Ziq?” Razaq menatap Raziq dengan alis yang dibuat naik-turun bergelombang.

“Sebenarnya, gue juga kurang suka Usman sih.” Di luar dugaan, Raziq justru menjawab demikian membuat Razaq terheran-heran.

“Nah. Bang Raziq sependapat kan sama Hana?” Kedua bola mata gadis itu berbinar. Dia merasa mendapatkan dukungan.

“Karena gue laki-laki. Masak jeruk makan jeruk?” Raziq terkekeh. Apalagi ketika melihat ekspresi sang adik yang langsung jengkel dan bete. Hana terlihat bersungut-sungut. Razaq juga spontan melepaskan tawa.

“Masalahnya, tadi saat kajian di majelis, Sintya curhat ke Hana, Bang. Soal Usman. Tiap malam mereka chattingan gitu. Hana juga ditunjukkin isi chatnya. Pas Hana baca, terkaget-kagetlah Hana ini, Bang. Nggak nyangka kalau si Usman semenjijikan itu. Iiih ....”

Farhana bergidik, merasa jijik jika teringat isi dalam pesan W******p Sintya, sahabat karibnya.

“Sintya gebetan elu kan, Bang?” Raziq menyelidik abangnya. Terlihat kemuraman terpancar di wajah Razaq.

“Emang isi chatnya apa?” tanya Razaq penasaran.

“Usman ngajakin Sintya begini, Bang.” Farhana lalu membuat gerakan jari-jemari tangan kanan dan kiri yang bersentuhan ujungnya. “Pake bibir, Bang, bukan jari!” tegasnya kemudian sambil ngeloyor masuk ke dalam kamar mandi, meninggalkan kedua kakak kembarnya yang terperangah kaget.

Razaq dan Raziq saling pandang, lalu bergidik ngeri.

****

“Wah, asyik nih. Tumben bener di meja makan udah disiapin nasi uduk. Siapa yang beli, Bang?”

Di pagi hari, begitu keluar dari kamar mandi, Farhana mendapati 3 bungkus nasi uduk di atas meja makan.

Harumnya tercium meskipun masih terbungkus rapi. Dari aroma harumnya gadis itu tahu nasi uduk itu buatan siapa.

“Dari fans elu berikutnya, Dek,” jawab Razaq sambil menyambar sebungkus nasi uduk dan membawanya menuju ruang tengah. Sudah menjadi kebiasaan Razaq bila makan sambil menonton televisi.

“Siapa, Bang?” Farhana menyusul abangnya sambil berjalan menuju kamarnya. Rambutnya yang basah itu hendak dikeringkan dengan hair dryer.

“Usman. Hahaha ... Hahaha ...,” Razaq menjawab sambil terbahak karena tontonan yang sedang ia saksikan terlihat lucu. Setelahnya pemuda itu tersedak sambal dan langsung bergegas menuju dapur mencari minum.

Farhana menggelengkan kepala melihat kebiasaan abangnya yang belum juga berubah. Gadis itu bersenandung sambil mengeringkan rambutnya. Setelah kering, ia sisir rapi rambut hitam lurusnya dan ia ikat dengan ikat rambut buatan sang ibu. Selesai mengikat rambut, Farhana menyambar hijab instannya yang tersampir di dipan ranjang.

“Bang Raziq ke mana, Bang?” tanya Farhana saat menyadari rumahnya terasa sepi. Selain karena bapak dan ibu yang masih menginap, juga karena tidak ada suara musik Linkin Park yang suaranya menggema di dalam rumah.

Raziq suka sekali menyalakan sound system sambil memutar lagu-lagu dari band populer internasional yang begitu digemarinya itu. Tidak hanya lagu, ada saja pertanda kehadiran Raziq di rumah itu.

Misalnya, bunyi sendok yang terjatuh, gelas pecah, jebar-jebur air dalam kamar mandi, siulan dan lupa lagi saking berisiknya kalau Raziq ada di rumah.

“Pantesan rumah ini sepi beuuud.” Farhana langsung ngeloyor menuju dapur. Gadis manis itu mengambil piring dan meletakkannya di atas meja. Lalu ia menyiapkan teh manis hangat untuknya sendiri.

Beberapa detik kemudian perempuan berlesung pipi itu asyik menikmati setiap suapan nasi uduk lezat buatan Bu Romlah.

Tapi sepertinya ia melupakan sesuatu. Farhana pun berhenti mengunyah. “Tumben Usman kirim nasi uduk. Sekaligus tiga juga. Banyak bener.”

Lalu ia melanjutkan suapan kembali. Tapi kemudian kembali berhenti menyuap. “Jangan-jangan ada udang di balik bakwan ini,” pikirnya berburuk sangka. Apalagi jika teringat isi chat antara Sintya dan Usman. Selesai sarapan Farhana menghampiri Razaq yang sedang asyik menjilati sisa makanan di jemarinya.

“Bang, tumben amat itu si Usman kirim uduk. Dalam rangka apa? Ultahkah?” Farhana duduk menyamping menghadap abangnya yang serius menonton.

“Tahu tuh. Katanya, sih, sebagai salam penyambutan karena elu udah lulus pesantren. Kenapa?” Razaq menoleh. “Kegeeran elu kayaknya,” goda Razaq.

“Apa, sih, elu Bang.” Farhana meninju lengan kanan Razaq.

“Beuuh ... atlet mah emang beda ya pukulannya.” Razaq meringis kesakitan. Sementara Farhana berlalu meninggalkan Razaq sendirian di rumah. Gadis itu mengendarai sepeda lipat dan meluncur menuju warung Bu Romlah.

Namun, dia justru menemukan pria tampan yang membayangi mimpinya tadi malam!

“Eh, ada bang Rey dimari. Sarapan, Bang?” tegur Farhana menahan desiran di dada kala melihat Rey duduk sambil menikmati kopi.

Yang ditegur pun menoleh. Lucunya, wajah Rey juga memerah karena tersipu malu. "Cuma minum kopi, kok. Tadi sarapan di rumah. Enyak Saebah masakin semur jengkol kesukaan abang. Eh, maaf ya kalau napas abang bau.” Rey langsung menutupi mulutnya ketika menyadari dirinya lupa menggosok gigi setelah sarapan tadi.

Farhana menggeleng-gelengkan kepalanya sambil sedikit tertawa. “Santai aja, Bang. Hana maklum, kok.”

Ketika keduanya asyik mengobrol, datanglah tukang jamu yang begitu kemayu. Orangnya masih muda, bertubuh agak gemuk, dandanan menor. Kulitnya kuning langsat dan bicaranya mendayu-dayu.

Sedari tadi gadis penjual jamu ini merayu Rey yang belum menghabiskan kopinya.

“Maaf, Mbak. Saya masih minum kopi loh ini. Jadi nggak bisa minum jamu saat ini.” Rey menolak dengan halus. Si penjual jamu pun mengambil duduk sangat dekat dengan Rey hingga Rey bergeser.

Terlihat pemuda itu merasa tidak nyaman. Farhana yang menyaksikan pun begitu risih. Gadis penjual jamu itu berpakaian sangat ketat hingga membuat bagian tubuh atasnya menonjol. Membuat lelaki hidung belang membelalakkan mata jika melihatnya. Sebagai perempuan, Farhana meringis. Pemandangan yang begitu miris baginya.

“Mungkin dek Farhana mau? Nanti abang yang bayar.” Rey justru menawarkan Farhana minum jamu.

Namun, hal itu justru membuat penjual jamu itu cemberut. “Ih, Bang Rey ini jual mahal sama saya. Nggak kayak ustaz Usman. Dia itu kalau saya dekati nggak lepas pandangan matanya dari tubuh saya ini, loh. Punya selera bagus dia itu.” Gadis penjual jamu itu melirik ke arah Farhana sambil mencibir. “Permisi.”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dikira Preman, Ternyata Cucu Kyai   Pesan Gaib

    Farhana merenungi kejadian janggal yang dialaminya saat di rumah Pak RT tadi. Reyhan yang menyadari jika istrinya tengah memikirkan sesuatu itu pun mencolek hidung bangirnya.“Isengnya mulai keluar lagi deh.” Farhana merengut manja.“Lagian dari tadi bukannya tidur atau melayani suami, ini malah melamun.”Farhana yang tengah berbaring pun mengubah posisinya. Ia bangkit dan duduk di samping suami sambil memeluk bantal.“Bang ... ada kejadian aneh dan janggal yang Hana rasakan tadi di rumah Pak RT. Tepatnya di kamar Sarah.“Janggal bagaimana?” Reyhan membetulkan posisi sandarannya. Ia bersiap menyimak cerita istrinya saat itu.Lalu Farhana pun menceritakan kronologi kejadian mistis yang dialaminya tadi dengan lengkap tanpa terlewat satu adegan pun.“Kamu yakin, Dik, apa yang dilihat tadi itu penampakan?”“Yakin atuh, Bang. Otakku masih jernih, kok. Bisa bedakan mana kejadian nyata dan tidak nyata.”“Iya, abang percaya apa yang diceritakan olehmu itu nyata. Tapi ... ada maksud d

  • Dikira Preman, Ternyata Cucu Kyai   Kematian Bu Ratna

    Area penemuan mayat Bu Ratna sudah diberi garis polisi. Polisi yang menyelidiki kasusnya menemukan banyak kejanggalan pada lokasi juga pada tubuh Bu Ratna. Pak RT dan Sarah langsung menuju lokasi setelah memastikan ke rumah sakit jika memang benar itu adalah mayat istri dan ibu mereka.Ayah dan anak itu masih menahan sakit, ketika mendapati mayat itu benar Bu Ratna. Tambah lagi ketika mereka tiba di lokasi di mana tubuh Bu Ratna ditemukan sudah membusuk.Ada rasa penyesalan mendalam di dalam hati Pak RT. Seandainya ia dari awal melaporkan hilangnya Bu Ratna, mungkin tidak akan seperti ini kejadiannya. Namun saat itu ia hanya mengira jika Bu Ratna kabur entah ke mana. Sayang, nasi telah menjadi bubur. Waktu tak dapat diputar kembali.Berita duka ini sudah sampai ke telinga warga. Mereka kembali bahu-membahu membantu Pak RT menyiapkan segala keperluan. Seperti saat berita kematian Usman menyebar beberapa hari lalu.Usman yang ikut ke lokasi bersama ayahnya, mendekati Sarah yang masi

  • Dikira Preman, Ternyata Cucu Kyai   Didatangi Polisi

    “Kudengar Usman sudah melamar Sarah saat masih di rumah sakit, Sin,” ujar Farhana saat saudara suaminya tengah membantu merapikan undangan pernikahan. Sekitar semingguan lagi resepsi Farhana dan Reyhan digelar, malam ini mereka akan menyebarkan undangan ke tetangga dan kerabat yang dekat. Untuk tamu undangan yang lokasinya sulit dijangkau, Farhana hanya mengirim undangan online melalui media sosialnya.“Iya, Hana. Alhamdulillah, aku senang sekali begitu mengetahui kabar itu langsung dari Sarah. Akhirnya mereka menikah juga.” Sintya tersenyum riang. Sama sekali tidak ada kecemburuan pada dirinya mengetahui berita itu.“Kamu nggak cemburu, Sin?” goda Farhana.“Apa?! Aku cemburu? Nggak lah, Hana.” Sintya menyikut lengan Farhana. “Lagian, aku sudah punya gebetan baru loh,” imbuh Sintya membuat Farhana menoleh cepat. Sepertinya kecurigaan Farhana akhir-akhir ini akan segera terjawab.“Siapa tuh? Kayaknya aku tahu deh,” ledek Farhana. Gadis itu melirik dengan tatapan meledek.“Apa aih?

  • Dikira Preman, Ternyata Cucu Kyai   Mati Suri

    Jenazah Usman yang terbangun tiba-tiba membuat warga di dalam rumah Ustaz Arfan yang sedang melayat kaget dan ketakutan. Sebagiannya keluar sambil lari terbirit-birit. Mereka berlarian tunggang langgang tak tentu arah.Usman keheranan melihat ke sekitarnya sudah ramai orang. Lalu pemuda itu memerhatikan dirinya sendiri. Tubuhnya sudah dikafani. Hidungnya pun disumbat kapas. Noda darah pada kain berwarna putih di bagian dadanya mengeluarkan bau yang cukup menyengat hingga membuat pemuda itu muntah.Keluarga Usman dan beberapa warga yang masih tinggal dalam ruangan membantu melepaskan kafan dan memakaikan pemuda itu pakaian. Ummi Yumna menangis terharu, melihat keajaiban anaknya hidup kembali. Wanita itu bersujud syukur atas kehidupan kedua untuk putranya.Farhana dan Sintya yang penasaran melongok ke dalam rumah. Keduanya terperangah menyaksikan Usman yang tengah duduk dan dilepaskan kain kafannya. Setelah Usman beres dipakaikan baju dan sarung, kedua gadis itu masuk dan menghampiri.

  • Dikira Preman, Ternyata Cucu Kyai   Bangkit

    Berita kematian Usman sudah terdengar di seluruh penjuru. Pagi ini jenazahnya akan tiba di rumah duka dengan diantar ambulan. Desas-desus pun mencuat. Beberapa warga berbisik-bisik membicarakan kelakuan Usman semasa hidupnya.“Ela juga sering banget digangguin ustaz gadungan itu, Ibu-Ibu. Sering dichat, diajak jalan-jalan malam mingguan loh,” ujar Ela saat menjajakan jamu di depan warung Mpok Romlah.“Masak, sih, La? Bukannya Usman seleranya tinggi ya?” cibir Bu Eha, yang suaminya sering menggoda Ela di belakang dirinya. Bu Eha benci bukan main pada penjual jamu yang keganjenan itu. Apalagi kalau Ela sudah berlenggak-lenggok hingga membuat mata para bapak-bapak di kampung ini melotot. Bukan main kesalnya wanita itu hingga pernah suatu ketika kedua wanita itu bertengkar dan saling jambak.“Ih, Ela kan memang kesukaan para pria yang berselera tinggi, Bu Eha. Emangnya situ. Suaminya sendiri kepincut sama Ela, kan?” Gadis yang sudah tidak perawan itu balas menyindir.Sebelum terpancing

  • Dikira Preman, Ternyata Cucu Kyai   Kritis

    Pak RT kelimpungan. Sudah mencari ke seluruh penjuru kampung tapi tak juga menemukan putrinya. Pria itu begitu ketakutan, khawatir anak semata wayangnya itu berbuat nekat. Dalam kondisi seperti ini ia tak habis pikir pada sang istri yang sama sekali tidak peduli. Bahkan wanita itu kabur meninggalkan rumah dan keluarganya. Entah apa yang dipikirkan wanita itu. Pak RT merasa keluarganya selama ini begitu harmonis. Dirinya selalu menutup telinga dari perbincangan orang sekitar mengenai sikap istrinya di luar rumah.“Saya harus mencari kemana lagi, Kyai? Saya khawatir Sarah nekat melakukan hal membahayakan.” Pak RT mencoba meminta pendapat seseorang yang dianggapnya tetua itu. Berkali-kali ia mengusap wajahnya. Peluh mulai membanjiri. Air muka Kyai Subki begitu tenang dan teduh mendengarkan keluh kesah lelaki yang menjabat perangkat kampung itu.“Kita tetap akan melapor pada polisi. Tapi tenangkanlah dirimu, Roji. Dalam kondisi panik, kita tidak akan bisa berpikir jernih,” nasihat Kyai

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status