Share

Kontrak Pernikahan

"Baiklah Tuan, saya siap menikah dengan Nona Maria," ucap Arga mantap.

Semua ini dia lakukan hanya demi membantu Maria untuk bisa hidup normal seperti orang kebanyakan.

Tuan Askara tersenyum puas.

"Bagus! Memang harusnya kau memenuhi keinginanku, karena selama ini aku sudah memperkerjakanmu di sini dengan sangat baik. Malam ini, kau akan menikah dengan Maria, tapi hanya dihadiri oleh beberapa orang saja."

"Pernikahannya tertutup! Dan siang ini, kau harus ikut denganku ke kantor pengacaraku," ucap Tuan Askara panjang lebar.

"Ke kantor pengacara?" Arga dibuat bingung oleh permintaan bosnya ini.

"Tentu saja kau harus ikut denganku ke kantor Pak Bima, pengacaraku. Kita harus membuat kontrak pernikahan sebelum pernikahan itu benar-benar terjadi," ucap Tuan Askara dengan enteng.

Hal ini jelas membuat Arga tersentak kaget. "Maksud Anda bagaimana, Tuan?" 

"Iyalah! Kau harus menandatangani surat kontrak pernikahan. Mana tahu, di tengah jalan kau mengingkarinya, atau ketika anakmu lahir, ternyata perempuan, kaun ingin kabur!" kecamnya, "aku tidak akan membiarkan itu terjadi."

"Ingat, Arga! Yang aku mau, hanyalah anak laki-laki darimu dan Maria." 

Arga mengepalkan tangannya. Rasanya, ia ingin menampar pria licik di hadapannya ini yang terang-terangan ingin menjadikan Arga dan adiknya sendiri sebagai penghasil anak.

Jika saja bukan karena Maria, tentu ia tak akan mau direndahkan seperti ini.

"Kau siapkan mobil. Aku mau ke kantor dulu, setelah jam makan siang kita langsung ke kantor pengacaraku," perintah Tuan Askara, tak peduli dengan tatapan marah Arga. Ia tahu benar sopirnya itu tak bisa berbuat apa-apa.

Dan benar saja, Arga memang hanya mengangguk lalu keluar dari rumah itu--untuk mengambil mobil di basement kediaman keluarga Askara.

Ia menjalankan tugasnya untuk membersihkan mobil sebelum dipakai oleh sang majikan yang juga akan menjadi kakak iparnya.

Setelah itu, Arga melajukan mobilnya dari basement dan menunggu sang majikan di halaman depan kediaman Askara.

Hanya 10 menit saja, Tuan Askara pun keluar dari dalam rumahnya.

Berusaha mengendalikan diri, Arga lantas membukakan pintu untuk sang majikan--seperti biasa. "Silakan, Tuan." 

Tuan Askara hanya mengangguk dan tersenyum miring.

Arga memejamkan matanya sejenak, lalu melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang menuju ke kantor Askara Group.

Ia menyiapkan mental untuk seluruh drama yang terjadi dalam beberapa hari belakangan.

******

Tepat setelah majikannya itu menyelesaikan urusan, keduanya pun menuju kantor pengacara pribadi Tuan Askara.

Seketika, mereka disambut oleh resepsionis di kantor tersebut. "Selamat siang, Tuan! Mari saya antarkan ke atas, Pak Bima sudah menunggu sejak tadi." 

"Baiklah, terima kasih," jawab Tuan Askara.

Tak lama, keduanya pun berjalan beriringan. Tentu saja, Arga berjalan di belakang.

Jujur, tak pernah Arga bayangkan akan menikah secara kontrak seperti ini.

Entah apa dosa yang sudah Arga buat sehingga Tuhan mengujinya dengan jebakan terstruktur ini.

Kalau mundur pun, rasanya tidak mungkin. Uang sebanyak 2 miliar tidak mampu mengundurkan keinginan sang majikan untuk menikahi adik kandungnya sendiri.

'Dasar licik!' batin Arga menahan kesal.

Tanpa disadarinya, mereka pun tiba di ruangan kosong yang tampak mewah dan sangat luas--seperti ruangan meeting. Arga dan Tuan Askara pun diarahkan untuk duduk berhadap-hadapan.

"Silakan tunggu sebentar, ya, Tuan. Saya panggilkan dulu Pak Bima," ucap sang karyawan.

"Baik, terima kasih banyak ya," sahut Tuan Askara.

"Sama-sama Tuan."

Wanita itu pun segera pergi dari ruangan itu untuk menuju ke ruangan bosnya. 

Dan tak berselang lama, seorang pria paruh baya dengan perut buncit namun penampilan begitu nyentrik, datang dan bergabung di ruangan itu bersama mereka.

"Halo Tuan Askara, apa kabar?" sapanya hangat sambil menjabat tangan Tuan Askara.

"Halo juga Pak Bima. Baik kok," sahut Tuan Askara pun membalas uluran tangan pria tersebut.

Lalu, Pak Bima pun bersalaman dengan Arga dengan senyum kecil.

Setelahnya, ia meminta keduanya untuk kembali duduk.

"Apa Pak Bima sudah mempersiapkan berkasnya?" tanya Tuan Askara langsung.

"Sudah Tuan! Saya sudah mempersiapkan berkas itu, sebentar lagi akan dibawa ke sini oleh sekretaris saya," ucapnya.

Mereka pun berbincang basa-basi mengenai banyak hal, sampai akhirnya seorang wanita cantik berpenampilan seksi mendekat ke ruangan itu.

Wanita itu menyerahkan map berwarna merah kepada sang atasan.

"Ini Pak Bima, berkas yang Anda minta," ucapnya.

"Terima kasih ya," jawabnya.

Pak Bima lalu menyerahkan berkas itu kepada Tuan Askara dan juga Arga.

"Silakan Arga. Kamu baca dulu perjanjian kontrak pernikahannya. Kalau misal ada yang tidak kamu setujui, kita bisa perbaiki sama-sama dan mencari kesepakatannya," ucap Bima diplomatis.

Dengan tangan gemetar, Arga pun meraih kertas yang diberikan oleh Pak Bima.

Arga tak menyangka pernikahan yang selama ini dianggap sakral di kampungnya, tapi berbanding terbalik ketika ia harus dipaksa menikah dengan adik dari majikannya.

"Apa jalan yang aku tempuh ini sudah benar? Apa yang harus aku lakukan Tuhan?" ucapnya bingung di dalam hati.

Arga mulai membaca berkas itu, dan matanya membulat sempurna saat membaca point keenam dalam kontrak pernikahan itu.

"Kenapa Arga?" tanya Pak Bima menyadari perubahan raut pria muda yang dibawa kliennya ini.

Arga sontak menatap Pak Bima dengan tegas. Dengan jujur, ia berkata, "Maaf pak, poin nomor 6 sangat memberatkan saya." 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status