Share

Terpaksa Menikah

"Enam?" tanya Pak Bima melihat berkasnya kembali.

Dalam poin itu tertulis bahwa Arga baru boleh pergi dari kehidupan keluarga Askara setelah dirinya berhasil memberikan satu orang anak laki-laki.

[ Bila anak pertama, kedua, dan ketiga perempuan, maka itu menjadi tanggung jawab Arga. ]

[ Karena Tuan Askara hanya menginginkan anak laki-laki, dan setelah yang diinginkan terwujud Arga beserta anak perempuannya, harus pergi dari kediaman Askara tanpa mengajak Maria.]

Ini seakan Arga adalah sapi jantan yang harus siap membuahi demi keinginan majikannya!

"Bagaimana Tuan?" tanya Pak Bima kepada Tuan Askara.

"Biarkan saja seperti itu Pak Bima. Dia tidak punya kesempatan untuk mengatakan kalau dirinya tidak setuju, semua sudah menjadi keputusan saya!" serunya.

Pak Bima pun mengangguk. "Ya sudah, kalau seperti itu silahkan tanda tangani Arga," ucap Pak Bima dengan penuh wibawa.

Sejujurnya, pengacara itu pun sangat kasihan pada sopir pribadi Tuan Askara ini. Siapa pun dapat melihat bahwa  Arga pasti dijebak.

Keluarga Askara memang lain dari pada yang lain. Sulit menemukan orang yang cocok untuk bekerja di keluarga mereka.

Di posisi sopir pun, hanya Arga yang paling betah bekerja. 

Sebelum Arga, berkali-kali Tuan Askara berganti sopir pribadi hanya karena memiliki istri yang sangat tempramental dan selalu menyalahkan pelayan serta sopir di rumahnya.

Pak Bima pun yakin Arga pasti diperlakukan buruk oleh istri Tuan Askara dan tantenya, namun pria ini ternyata tetap bisa bertahan.

Sayangnya, anak muda itu malah berakhir menyedihkan.

"Tapi, Tuan. Ini tidak adil untuk saya," kata Arga mendadak yang menyadarkan Pak Bima dari lamunan. Pemuda itu terus saja menolak poin ke-6.

"Kalau kau tidak mau, aku akan panggilkan polisi saat ini juga dengan tuduhan kau tidak mau bertanggung jawab atas kesalahan yang kau lakukan!" ancam Tuan Askara kepada Arga.

"Saya bahkan sudah membawa uang sebesar 2 miliar untuk ganti rugi, tapi anda tetap menginginkan saya untuk menikahi Nona Maria," jawab Arga sambil menunjuk tas yang berisi uang 2 miliar.

Pak Bima lantas kaget mendengar pengakuan Arga. Dua Miliar?!

Hanya saja, ia menormalkan ekspresinya karena Tuan Askara tampak marah. "Diam kau! Kau pikir, aku percaya begitu saja uang yang kau dapatkan itu halal?"

"Sopir miskin sepertimu jangankan mengumpulkan uang 2 miliar, dua ratus ribu pun, tidak akan ada yang berani percaya meminjamkan uang! Aku yakin itu," hinanya lagi.

Arga pun bingung. Bagaimana harus menjelaskan ini uang halal?

Hanya saja, pemuda itu memilih diam dan tidak akan mengungkap siapa sebenarnya yang sudah memberinya uang sebanyak 2 miliar.

Tring!

Tak berselang lama, ponselnya berdering--menandakan ada pesan masuk dalam ponsel itu.

Arga segera merogoh saku celananya untuk mengambil ponsel yang disimpan di sana.

Matanya kembali membelalak, ketika melihat ada nominal yang masuk ke rekeningnya sebesar 1 triliun rupiah--jumlah yang ditawarkan Gavin bila dirinya adalah anak kandung pria itu.

Ini benar-benar di luar nalar!

"Lelucon macam apalagi ini? Aku akan mencari tahu kebenarannya setelah urusanku dengan Tuan Askara selesai. Aku yakin aku adalah anak ayah dan ibu, bukan anak Tuan Gavin," gumam Arga menolak fakta yang ada.

Melihat Arga yang masih menatap ponselnya, Tuan Askara semakin kesal. Dengan kejam, ia berkata, "Cepat tanda tangani surat perjanjian kontrak itu! Lalu, kita akan segera pulang untuk melaksanakan pernikahan kalian." 

Arga yang sebenarnya tak kalah kesal, lantas meraih bolpoin yang diserahkan oleh sang pengacara.

Dia terpaksa menandatangani surat perjanjian nikah kontrak itu meski di sana terlihat jelas kalau Arga benar-benar dijebak oleh bosnya.

Setelah proses penandatanganan selesai, surat pernikahan kontrak asli segera disimpan oleh Tuan Askara. Arga hanya mendapatkan salinannya.

Mereka pun kembali ke kediaman keluarga Askara.

****

Malam harinya tepat pukul 19.00 waktu Indonesia bagian barat, pernikahan itu pun berlangsung.

Kini Arga sudah duduk di depan penghulu sambil menunggu acara akan segera dimulai.

Dia sangat merasa berdosa kepada ayah dan ibunya, bahkan untuk menyampaikan berita ini saja pun dia tak mampu, karena sang atasan melarang Arga untuk berkata jujur kepada kedua orang tuanya.

Tak berselang lama Maria datang dengan hiasan wajah sangat natural, namun begitu cantik di mata Arga.

Maria juga kebaya modern, serta kain batik senada seperti yang Arga kenakan saat ini.

Arga menatap kagum ke arah wanita yang sebentar lagi akan menjadi istrinya.

Mata Maria tampak bengkak menandakan kalau wanita itu pasti habis menangis.

Hati Arga berdenyut ngilu membayangkan betapa rapuhnya perasaan wanita yang sebentar lagi akan dinikahinya.

"Bagaimana Tuan, apa bisa kita mulai pernikahan hari ini?" tanya Pak penghulu.

Bukan Arga yang menjawab, justru Tuan Askara yang bersemangat. "Bisa Pak, semakin cepat semakin baik." 

Lalu, istri dari Tuan Askara meletakkan selendang di atas kepala Maria dan juga kepala Arga.

Tuan Askara segera menjabat tangan Arga karena pernikahan sebentar lagi akan dimulai.

"Arga Dewantara, aku nikahkan dan kawinkan engkau dengan adik perempuanku yang bernama Maria Putri Askara dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai."

"Saya terima nikah dan kawinnya Maria Putri Askara dengan mas kawin tersebut di atas dibayar tunai!"

Hanya dengan satu kali tarikan nafas, Arga menyelesaikan Ijab Qabul dengan sangat sempurna.

Terdengar kata "SAH" dari para saksi yang hadir di sana, hingga membuat Arga bisa bernafas lega.

"Aku akan membantumu untuk sembuh Maria," janji Arga di dalam hati.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Fendy
Baguss sekali
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status