Share

Bab 4. Alvendra

Author: QeeA.
last update Last Updated: 2025-07-25 20:41:09

Kediaman Utama Keluarga Alvendra tampak seperti menara marmer kokoh yang berdiri sendiri, terpisah dari hiruk-pikuk dunia bangsawan.

Tidak ada pesta.

Tidak ada gelas anggur beradu.

Hanya bisikan strategi, detak pena mencatat keputusan hukum, dan gema langkah para pengabdi keadilan.

Di tengah ruangan bundar yang dikelilingi pilar-pilar batu putih, Liora Alvendra, pemimpin keluarga, duduk di kursi tinggi menghadap meja bundar. Gaun hitam membalut tubuh rampingnya dan rambutnya yang digelung rapi. Di sekelilingnya, hakim tua dan pewaris muda tengah terlibat dalam diskusi serius.

“Salah satu keputusan komersial dari pihak Eldros baru-baru ini telah melewati batas wewenang. Mereka mengubah struktur pajak tanah bangsawan tanpa pengesahan kerajaan,” ucap Callen, pewaris muda yang cerdas sekaligus tangan kanan Liora.

“Ini contoh yang buruk. Jika dibiarkan, Magraville bukan lagi bawahan kerajaan, tapi penguasa baru di balik layar,” sahut Hakim tertua Alverland, Vanerin.

Beberapa kepala mengangguk setuju. Semua mata kini tertuju pada pemimpin mereka.

“Bagaimana menurut Nona Liora?” tanya Vanerin.

Namun, tak ada jawaban.

Liora menatap lurus ke depan, tenggelam dalam pikirannya sendiri.

“Nona Liora, apakah kau baik-baik saja?” tanya Callen, setengah berbisik menyadarkan lamunannya.

Liora menggeleng kecil. “Maaf… pikiranku sedang bercabang hari ini.”

“Tidak masalah Nona,” sahut Vaneris cepat.

Liora kembali melihat kertas-kerta di depannya. “Apakah pihak kerajaan tidak mengambil tindakan atas pelanggaran ini?”

“Sayangnya tidak, Nona. Raja terlalu banyak bergantung pada Magraville, bahkan wewenang kami sebagai penegak hukum tak lagi memiliki taring.”

Keluarga Alvendra tidak pernah berpihak dalam konflik internal Magraville. Bagi mereka, Eldros dan Elvanor adalah dua wajah dari koin busuk yang sama. Sama-sama haus kekuasaan, tenggelam dalam warisan berdarah, dan menjadikan hukum sebagai alat, bukan dasar.

Kebencian Alvendra terhadap Magraville bukan sekadar dendam lama, tetapi juga karena dominasi keluarga itu yang nyaris melampaui batas. Di mata Alvendra, kekuatan Magraville telah melemahkan sendi-sendi kerajaan, bahkan pengaruh mereka bisa dikatakan hanya satu tingkat di bawah sang raja.

Liora mengusap keningnya. Ia tahu, bahkan sebagai pemimpin Alvendra, ia tak punya kuasa cukup kuat untuk menggugat Reinhard Magraville. Magraville terlalu kuat. Seolah tak akan pernah runtuh.

“Tidak ada gunanya melawan satu nama, yang harus kita hancurkan adalah sistem kekuasaan Magraville itu sendiri.”

“Apakah ini alasannya Nona memberi dukungan kepada Helena Magraville sebagai penerus?” tanya Callen, kemudian dibalas dengan anggukan kecil dari Liora.

“Nona,” ucap Vaneris hati-hati, “kami sangat menghormati keputusan Anda, tetapi Averland tak pernah ikut campur dalam urusan keluarga Magraville.”

Callen menimpali, “Tapi mengapa Nona memilih mendukung Elvanor, bukan Eldros? Apa karena Eldros yang selalu memegang kekuasaan?”

Liora menggeleng pelan. “Kau tahu soal Mahkota Darah Magraville? Untuk pertama kalinya dalam sejarah, mahkota itu bingung memilih darah murninya sendiri.”

“Benarkah?” ujar Callen dan Vaneris bersamaan, tak mampu menyembunyikan keterkejutan.

“Aku tidak pernah memihak Eldros dan Elvanor, kami sepakat jika mereka tetap satu darah yang memiliki ketamakan, tetapi Helena…” 

Ia mengambil sebuah lukisan kecil dari laci, potret dirinya dan Helena yang sedang tersenyum bersama.

“Aku tahu ada yang berbeda dari wanita ini sejak pertama kali bertemu. Dia tak tertarik dengan kesepakatan, cukup bodoh jika menyangkut urusan politik. Tapi itulah alasannya, dia tidak suka menang dengan cara berkhianat.”

“Ayah mewarisi kekuasaan untukmu bukan untuk bermain-main dengan teman kecilmu, Liora.”

Suara berat itu datang dari ambang pintu.

Semua kepala menoleh. Dari sana, Kael Averland, ayah Liora sekaligus kepala tertinggi keluarga, melangkah masuk dengan sorot mata dingin. Sontak semua orang berdiri memberi hormat.

“Bagaimana bisa mendukung keturunan Magraville menjadi bagian dari rencanamu?”

Liora tak langsung menjawab. Ia menatap lurus ke arah ayahnya cukup lama, seolah sudah tahu bahwa yang akan ia terima hanyalah penolakan dari ayahnya.

“Kita tidak akan pernah bisa menghancurkan sistem Magraville jika terus menjadi musuh dari luar. Ayah tahu itu.”

Kael menghela napas panjang, lalu menarik kursi dan duduk di lingkaran meja bundar.

“Iya, Ayah tahu.” Suaranya lebih tenang.

“Tapi mendukung mereka, sama saja mengakui bahwa semua dosa dan kejahatan mereka bisa dimaafkan.”

Liora mengepalkan tangannya.

“Pemimpin Alvendra saat ini adalah aku, Liora Averland. Rencana-rencanaku adalah keputusan mutlak.”

“Tidak semata-mata keputusanmu benar, Liora. Sebagai pemimpin, kau harus mendengarkan saran penasihat lain. Dari awal kau memberikan dukungan kepada Helena Magraville, tak ada yang menyetujui.” Suara Kael kali ini meninggi.

“Ayah bisa saja mencabut gelar pemimpimu, Liora. Hati-hati dengan ucapanmu.”

“Bagaimana bisa Ayah yang begitu membenci Magraville, malah berperilaku seperti mereka? Ayah bicara soal hukum, tapi mempermainkannya sesuai keinginan sendiri.”

Perdebatan semakin memanas. Vaneris dan Callen yang duduk di antara keduanya, mencoba menengahi.

“Ehem,” Vaneris berdeham pelan, mencoba memotong pembicaraan. “Tuan, memang rencana Nona Liora terdengar tidak lazim... tapi tak ada salahnya mencoba pendekatan baru.”

“Betul, Tuan,” sambung Callen, meski suaranya ragu. “Lagi pula, kita belum tahu seperti apa Elvanor jika diberi kesempatan memimpin.”

Perkataan Callen mendapatkan respon tidak menyenangkan dari Kael, hingga pemuda itu spontan bersembunyi di balik Vaneris, berbisik, “Saya hanya bicara fakta...”

Liora tersenyum puas. “Lihat Ayah, aku masih punya dua suara.”

Kael mengetuk meja bundar dengan jari-jarinya di depan Vaneris dan Callen yang mencoba mendukung anaknya.

“Kalian sudah lupa siapa ayah Helena? Alvis, si pengkhianat. Darah pengkhianat itu masih mengalir di nadi anaknya.”

“Sayang sekali, darah pengecut Ayah tak sempat mengalir dalam nadiku,” balas Liora tanpa ragu.

Callen menutup mulutnya, tak percaya dengan apa yang ia dengar. Sementara Vaneris, menunduk ketakutan.

“Ucapanmu—” Kael terdiam sejenak, menahan amarahnya. Lalu ia menghela napas berat.

“Jika kau nekat memilih jalan ini, jalankan rencanamu sendiri. Averland tidak akan mendukung. Jika kau jatuh, jatuh sendiri. Jangan memohon Ayah untuk membantumu.”

Tepat saat itu, pintu aula terbuka. Elma, pelayan pribadi Helena, masuk didampingi dua penjaga Alvendra. Di tangannya tergenggam sebuah gulungan bersegel Magraville.

“Pesan dari Nona Helena,” katanya sambil menunduk.

Liora mengambil gulungan itu, membukanya, lalu membaca isinya. Alisnya perlahan terangkat, kemudian ia tertawa kecil.

Vaneris dan Callen saling berpandangan, bingung dengan reaksi tersebut. Ayahnya Kael menyilangkan tangannya di dada, menunggu Liora menyerah. Sedangkan Elma yang mengenal majikannya dengan baik, hanya bisa menunduk dalam-dalam, malu, dan pasrah.

Liora membalik gulungan itu dan menunjukkannya pada mereka.

“Tidak, terima kasih.”

— Helena

“Sudah kubilang, wanita ini berbeda dari semua Magraville yang kita kenal.” Ia meletakkan gulungan itu di tengah meja bundar.

“Aku pastikan Ayah tak akan terseret dalam rencanaku, dan Averland tak perlu membantuku. Aku sendiri yang akan membawa kemenangan bagi nama Averland, dengan atau tanpa restumu.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dilahirkan Kembali sebagai Anak Musuh   Bab 7. Codex Magravillensis

    “Sejarah… Magraville… Velmoria…”Tanpa memedulikan gaunnya yang masih berlumuran lumpur, Helena berlari melintasi lorong-lorong perpustakaan Velmoria. Jejak kaki kotor tertinggal di lantai marmer.“Kalau saja sihir masih ada di Velmoria, mungkin akan menjadi dorongan yang kuat.” Ucapan Noel berputar lagi di kepalanya. Velmoria telah membuang sejarah sihir dari buku-buku pelajaran sejak puluhan tahun lalu. Tapi Helena percaya, selalu ada celah dalam sejarah yang bisa membawanya menemukan petunjuk.Ia menapaki rak bagian timur yang jarang dijamah. Katalog energi dan aliran fluida dari zaman kuno tak banyak tersedia, tapi ia terus mencari, prinsip pompa militer, mekanika air, bahkan catatan irigasi dari zaman perang.“Kenapa hampir tak ada yang membahas sihir,” gumamnya frustrasi.Helena menarik napas panjang, menutup buku yang baru saja ia baca, lalu menunduk menelusuri rak pal

  • Dilahirkan Kembali sebagai Anak Musuh   Bab 6. Titik Awal Caerwyn

    Sejak pagi, Helena menyebarkan kabar penting di seluruh desa Caerwyn. Warga mulai berdatangan dengan tatapan penasaran.Seorang ibu tua melangkah maju, menatap Helena dari ujung kepala hingga kaki.“Jadi kau dari istana, ya? Datang untuk memberi bantuan?” tanyanya dengan nada tak ramah.Helena mengangguk dan tersenyum. “Kami membawa pompa yang bisa mengalirkan air dari mata air terdekat. Danau disini akan sejernih Danau Velmoria.”“Danau apa?” sela seorang kakek dari bangku kayu. “Yang penting airnya cukup untuk mencuci celana cucu saya!”Tawa pun pecah di antara sebagian warga. Helena ikut tertawa, meski terdengar canggung.“Kami benar-benar ingin membantu,” ucapnya, berusaha terdengar meyakinkan.Namun, tidak semua warga tertawa. Seorang pemuda kurus melangkah maju dengan perlahan.“Kami sudah terlalu sering mendengar janji seperti itu, Nona. Para bangsawan datang, berkata manis, lalu pulang dengan bersih. Sementara kami tetap hidup dari air keruh dan lumpur.”Ia menunjuk ke arah su

  • Dilahirkan Kembali sebagai Anak Musuh   Bab 5. Aliansi

    “Desa Caerwyn?” Pria bangsawan itu tertawa keras, nyaris menyemburkan anggurnya. “Untuk apa mengurus wilayah miskin seperti itu?”“Saya percaya desa itu punya potensi,” jawab gadis dihadapannya dengan tenang, meski senyumnya terlihat kaku. “Kami merancang alat pemompa agar mata airnya sejernih Danau Velmoria.”“Alat?” ejek pria itu. “Kalau kau pikir air bersih cukup melawan Eldros, kau perlu belajar lebih banyak.”Ia mendekat, tangannya bergerak lancang ke arah pundaknya. “Begini saja, Jadilah istri keduaku. Kudengar Elvanor lebih membutuh dukungan politik.”Plak!Tamparan keras mendarat di pipinya, suaranya menghentikan riuh pesta.“Bangsawan tua sepertimu bahkan tak sadar kalau yang kau lakukan itu pelecehan,” ucap gadis lain yang berdiri di sebelahnya.“Beraninya kau!” teriak pria itu. Ia mendekat, memperhatikan wajah dan pakaian gadis itu. “Kau ini cuma pelayan?!”“Dia baru saja menyentuh majikanku, keturunan langsung keluarga Magraville,” seru pelayan itu lantang, menghiraukan pe

  • Dilahirkan Kembali sebagai Anak Musuh   Bab 4. Alvendra

    Kediaman Utama Keluarga Alvendra tampak seperti menara marmer kokoh yang berdiri sendiri, terpisah dari hiruk-pikuk dunia bangsawan.Tidak ada pesta.Tidak ada gelas anggur beradu.Hanya bisikan strategi, detak pena mencatat keputusan hukum, dan gema langkah para pengabdi keadilan.Di tengah ruangan bundar yang dikelilingi pilar-pilar batu putih, Liora Alvendra, pemimpin keluarga, duduk di kursi tinggi menghadap meja bundar. Gaun hitam membalut tubuh rampingnya dan rambutnya yang digelung rapi. Di sekelilingnya, hakim tua dan pewaris muda tengah terlibat dalam diskusi serius.“Salah satu keputusan komersial dari pihak Eldros baru-baru ini telah melewati batas wewenang. Mereka mengubah struktur pajak tanah bangsawan tanpa pengesahan kerajaan,” ucap Callen, pewaris muda yang cerdas sekaligus tangan kanan Liora.“Ini contoh yang buruk. Jika dibiarkan, Magraville bukan lagi bawahan kerajaan, tapi penguasa baru di balik layar,” sahut Hakim tertua Alverland, Vanerin.Beberapa kepala mengang

  • Dilahirkan Kembali sebagai Anak Musuh   Bab 3. Titah Sang Raja

    Ketegangan masih terasa menggantung di aula keluarga Magraville, hingga suara langkah cepat terdengar dari arah pintu utama. Seorang prajurit istana memasuki ruangan dengan tergesa, membawa gulungan bersegel emas.“Pesan dari Raja!” serunya lantang.Seluruh penghuni aula segera berdiri dan menundukkan kepala sebagai bentuk penghormatan. Prajurit itu berjalan dengan sikap hormat, menyerahkan gulungan tersebut kepada Reinhard Magraville.Reinhard membuka segel dengan tenang, membaca isi surat itu dalam diam. Tatapannya tak menunjukkan banyak perubahan, hanya sebuah anggukan kecil setelah selesai membaca.Ia menggulung kembali surat itu, menyerahkannya pada prajurit, lalu kembali menatap lurus ke depan.“Kabar tentang situasi di keluarga kita telah sampai ke telinga Raja. Raja memerintahkan agar proses pemilihan penerus dilakukan dengan adil dan berdasarkan kemampuan, bukan hanya garis keturunan.”Semua mata kini kembali tertuju pada dua wanita yang berdiri di ujung konflik, Cassandra da

  • Dilahirkan Kembali sebagai Anak Musuh   Bab 2. Darah di Atas Mahkota

    “Nona Helena, Tuan Theo menyuruh Nona untuk menghadiri pertemuan keluarga besar.”Pelayan pribadi Helena, Elma, hendak mengetuk pintu kamar. Namun sebelum jemarinya sempat menyentuh permukaan kayu, pintu itu terbuka dari dalam.Helena keluar mengenakan gaun berwarna kuning terang. Elma terpaku, ini pertama kalinya majikannya bangun lebih dulu tanpa paksaan.Helena dikenal sebagai gadis bangsawan yang membenci aturan dan menolak kekakuan tradisi. Ia tahu klannya terbagi dua karena ambisi, kekuasaan, dan ketamakan, tapi ia tidak tertarik.Anehnya, Theo Magraville sang kakak, justru memindahkan hak sebagai calon penerus utama keluarga Magraville kepadanya. Keputusan itu membuat seluruh keluarga bingung, apalagi Helena terang-terangan menolak dan bahkan mengancam tidak akan datang ke pertemuan keluarga.Itulah sebabnya, Elma mendapat tugas berat, membujuk Helena agar hadir pagi ini. Air mata perlahan menetes dari ujung matanya, terharu.“Apakah dunia sebentar lagi akan berakhir?” ucap Elm

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status