Share

Bab 3. Titah Sang Raja

Author: QeeA.
last update Last Updated: 2025-07-25 20:40:03

Ketegangan masih terasa menggantung di aula keluarga Magraville, hingga suara langkah cepat terdengar dari arah pintu utama. Seorang prajurit istana memasuki ruangan dengan tergesa, membawa gulungan bersegel emas.

“Pesan dari Raja!” serunya lantang.

Seluruh penghuni aula segera berdiri dan menundukkan kepala sebagai bentuk penghormatan. Prajurit itu berjalan dengan sikap hormat, menyerahkan gulungan tersebut kepada Reinhard Magraville.

Reinhard membuka segel dengan tenang, membaca isi surat itu dalam diam. Tatapannya tak menunjukkan banyak perubahan, hanya sebuah anggukan kecil setelah selesai membaca.

Ia menggulung kembali surat itu, menyerahkannya pada prajurit, lalu kembali menatap lurus ke depan.

“Kabar tentang situasi di keluarga kita telah sampai ke telinga Raja. Raja memerintahkan agar proses pemilihan penerus dilakukan dengan adil dan berdasarkan kemampuan, bukan hanya garis keturunan.”

Semua mata kini kembali tertuju pada dua wanita yang berdiri di ujung konflik, Cassandra dan Helena Magraville.

“Oleh karena itu, Cassandra Magraville dan Helena Magraville, kalian berdua ditugaskan langsung oleh Raja.”

Cassandra dan Helena melangkah maju ke hadapan Reinhard, berdiri tegak siap menerima perintah.

“Tugas kalian membangun kembali dan mengelola sumber daya alam setiap kota dan desa kerajaan dalam waktu satu bulan.”

Cassandra mengangguk dengan penuh percaya diri. Senyum tipis menghiasi wajahnya. Ia memang dikenal sebagai bangsawan muda yang cakap dan penuh perhitungan, dididik sejak kecil untuk memimpin.

Berbeda dengan Helena, justru tampak sedikit terkejut. Tatapannya menunjukkan keraguan yang jelas, sesuatu yang jarang ia tunjukkan secara terbuka.

Cassandra melirik sekilas ke arah Helena, lalu tersenyum miring.

“Apa kau sudah ingin menyerah sebelum pertandingan dimulai?” tanya Cassandra mengejek, sadar akan raut wajah Helena.

Helena menoleh dan mengangkat alisnya, berusaha menghilangkan raut keraguannya.

“Kau seperti baru mengenalku, Cassandra. Aku tidak akan pernah menyerah tanpa bertarung.”

Cassandra tertawa kecil sambil membalikkan tubuhnya.

“Teruskan saja bicaramu. Tapi saat kegagalan datang, pastikan kau tak menyalahkan mulutmu sendiri.”

Titah Raja membawa kelegaan sementara bagi keluarga Magraville, terutama pihak Eldros. Mereka yakin dengan penuh kepercayaan diri, bahwa Cassandra jauh lebih unggul dari Helena.

Jika harus dibandingkan, Cassandra sudah berada di titik seratus, sementara Helena bahkan belum memulai dari nol.

Suasana yang semula tegang perlahan mencair. Dentingan gelas mulai terdengar lagi, tawa riang menggema di antara para bangsawan, dan obrolan ringan memenuhi setiap sudut aula keluarga Magraville.

Sementara di luar, di tengah taman senja yang mulai gelap, Helena menarik diri. Ia duduk sendiri di bawah pohon kastanye tua.

“Aku sangat bangga padamu.”

Suara Theo terdengar dari kejauhan. Langkahnya menyusul mendekat, sehingga raut wajah Helena yang murung tampak jelas. Ia menghampiri sang adik, lalu berlutut dan mengusap lembut pipi Helena.

“Hey, ada apa denganmu?” tanyanya lembut.

“Aku tahu kenapa semua orang menganggapku kekanak-kanakan. Bagaimana bisa aku bersuara lantang, tapi tak punya pengetahuan apa pun tentang memimpin?”

Dengan geram, Helena mengacak sanggulnya sendiri hingga beberapa helaian rambut jatuh tergerai di pundaknya.

Theo terkekeh. “Memang kenapa? Buktinya, mahkota itu tak memilih Cassandra. Itu sudah cukup membuktikan kau layak.”

Helena menyipitkan mata, menatap kakaknya. “Tapi aku masih tak mengerti... kenapa kakak justru memberiku hak ini? Kau jauh lebih pintar, lebih tenang. Mungkin sifat kekanak-kanakanmu lebih parah dariku.”

Theo tertawa pelan, lalu menggenggam tangan adiknya. Ia menariknya berdiri dan membawa Helena ke dataran yang lebih tinggi. Dari sana, hamparan tanah kerajaan Velmoria terlihat jelas.

“Kau tahu sepintar apa keluarga Eldros memimpin, kan?”

Helena mengangguk, matanya mengikuti arah pandang Theo.

“Tapi lihat itu...” ucap Theo sambil menunjuk ke arah desa kecil di kejauhan. “Apakah rakyat kecil hidup makmur? Apakah keahlian mereka di bidang bisnis dan ekonomi cukup untuk membuat kerajaan ini adil?”

Di kejauhan, desa-desa kecil terlihat kumuh. Atap-atap rapuh, rumah-rumah nyaris roboh, dan asap tipis mengepul dari dapur warga yang berjuang untuk bertahan hidup.

“Kakak juga orang yang jujur. Kau jujur dan pintar, bahkan sempurna.”

Theo menggeleng pelan. “Tidak.” Ia menunduk, matanya menatap kosong ke arah tanah. “Aku tak punya keberanian seperti adikku. Orang yang tak punya keberanian akan dengan mudah terjerat oleh orang-orang tamak.”

“Kenapa kau suka sekali merendahkan dirimu?” Helena mendengus. “Kakak orang baik, tak mungkin tertular kejahatan Eldros.”

Theo hanya tersenyum tipis, tatapannya melembut saat menatap adiknya. Perlahan, ia merapikan helaian rambut Helena yang terurai kacau karena ulahnya sendiri.

“Kalau begitu, jadilah seperti diriku yang kau bayangkan.”

Lalu, ia berbalik dan berjalan pergi, meninggalkan Helena sendirian di taman.

Helena terdiam. Ucapan Theo terngiang-ngiang di kepalanya. Ia kembali mengacak rambutnya, seolah ingin mengusir kebingungan yang menumpuk di benaknya.

“Kalau bukan karena kau, Lilith Hale. Aku tak akan pernah senekat ini.” gumamnya.

Ia menatap kedua tangannya, perlahan membuka jemarinya.

“Apakah aku benar-benar reinkarnasi Lilith Hale… Apa aku bisa membalaskan dendammu, atau dendamku?”

Tangannya ia letakkan di dada, tempat rasa sakit itu selalu muncul tanpa alasan. Tapi justru dari situlah, keyakinan terbesar Helena lahir.

“Apa aku hanya harus menghancurkan Magraville Eldros? Apa aku juga harus menghancurkan keluargaku sendiri?”

Helena menggeleng. “Jika Eldros bisa berkuasa selama dua dekade, maka sistem mereka jugalah yang menyebabkan Lilith Hale mati.”

Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar dari balik semak. Helena menoleh cepat. Elma muncul sambil terengah, memeluk dua gulungan surat bertanda segel bangsawan.

“Nona...” Elma berhenti sejenak, berusaha menstabilkan napasnya. “Ada... ada dua surat untuk Anda.”

“Surat?”

Elma menyerahkan kedua gulungan itu. Mata Helena langsung tertuju pada segel di masing-masing gulungan, pedang bersilang milik Cealmont, serta timbangan dan burung hantu yang menjadi simbol kehormatan Alvendra.

“Alvendra dan Cealmont?” gumam Helena sambil mengernyitkan dahi.

Ia segera membuka segel dari Alvendra, yang entah mengapa lebih dulu menarik perhatiannya.

"Klan Elvanor maupun Eldros sama-sama kami anggap sebagai kutukan lama. Tapi jika kau, Helena Magraville, mampu meruntuhkan tradisi busuk itu dari dalam, maka kau akan berdiri bukan sebagai penerus Magraville, melainkan awal dari sistem kerajaan baru yang pantas kami hormati. Jika butuh bantuan, Alvendra dengan senang hati membantu. "

— Liora Alvendra

Helena membatu. Matanya masih terpaku pada setiap kata.

“Apa yang direncanakan Alvendra sampai memberi dukungan padaku?”

Dengan cepat, ia menoleh ke gulungan lain di tangan kirinya, milik Cealmont.

“Dan apa yang dipikirkan Cealmont? Keluarga yang selama puluhan tahun mengabdi pada Eldros tiba-tiba memberi dukungan padaku?” pikirnya penuh curiga.

Helena berpikir sejenak, kemudian menarik napas panjang. Ia menyerahkan surat dari Alvendra kepada Elma.

“Simpan gulungan ini di mejaku. Aku akan membalasnya malam ini.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dilahirkan Kembali sebagai Anak Musuh   Bab 7. Codex Magravillensis

    “Sejarah… Magraville… Velmoria…”Tanpa memedulikan gaunnya yang masih berlumuran lumpur, Helena berlari melintasi lorong-lorong perpustakaan Velmoria. Jejak kaki kotor tertinggal di lantai marmer.“Kalau saja sihir masih ada di Velmoria, mungkin akan menjadi dorongan yang kuat.” Ucapan Noel berputar lagi di kepalanya. Velmoria telah membuang sejarah sihir dari buku-buku pelajaran sejak puluhan tahun lalu. Tapi Helena percaya, selalu ada celah dalam sejarah yang bisa membawanya menemukan petunjuk.Ia menapaki rak bagian timur yang jarang dijamah. Katalog energi dan aliran fluida dari zaman kuno tak banyak tersedia, tapi ia terus mencari, prinsip pompa militer, mekanika air, bahkan catatan irigasi dari zaman perang.“Kenapa hampir tak ada yang membahas sihir,” gumamnya frustrasi.Helena menarik napas panjang, menutup buku yang baru saja ia baca, lalu menunduk menelusuri rak pal

  • Dilahirkan Kembali sebagai Anak Musuh   Bab 6. Titik Awal Caerwyn

    Sejak pagi, Helena menyebarkan kabar penting di seluruh desa Caerwyn. Warga mulai berdatangan dengan tatapan penasaran.Seorang ibu tua melangkah maju, menatap Helena dari ujung kepala hingga kaki.“Jadi kau dari istana, ya? Datang untuk memberi bantuan?” tanyanya dengan nada tak ramah.Helena mengangguk dan tersenyum. “Kami membawa pompa yang bisa mengalirkan air dari mata air terdekat. Danau disini akan sejernih Danau Velmoria.”“Danau apa?” sela seorang kakek dari bangku kayu. “Yang penting airnya cukup untuk mencuci celana cucu saya!”Tawa pun pecah di antara sebagian warga. Helena ikut tertawa, meski terdengar canggung.“Kami benar-benar ingin membantu,” ucapnya, berusaha terdengar meyakinkan.Namun, tidak semua warga tertawa. Seorang pemuda kurus melangkah maju dengan perlahan.“Kami sudah terlalu sering mendengar janji seperti itu, Nona. Para bangsawan datang, berkata manis, lalu pulang dengan bersih. Sementara kami tetap hidup dari air keruh dan lumpur.”Ia menunjuk ke arah su

  • Dilahirkan Kembali sebagai Anak Musuh   Bab 5. Aliansi

    “Desa Caerwyn?” Pria bangsawan itu tertawa keras, nyaris menyemburkan anggurnya. “Untuk apa mengurus wilayah miskin seperti itu?”“Saya percaya desa itu punya potensi,” jawab gadis dihadapannya dengan tenang, meski senyumnya terlihat kaku. “Kami merancang alat pemompa agar mata airnya sejernih Danau Velmoria.”“Alat?” ejek pria itu. “Kalau kau pikir air bersih cukup melawan Eldros, kau perlu belajar lebih banyak.”Ia mendekat, tangannya bergerak lancang ke arah pundaknya. “Begini saja, Jadilah istri keduaku. Kudengar Elvanor lebih membutuh dukungan politik.”Plak!Tamparan keras mendarat di pipinya, suaranya menghentikan riuh pesta.“Bangsawan tua sepertimu bahkan tak sadar kalau yang kau lakukan itu pelecehan,” ucap gadis lain yang berdiri di sebelahnya.“Beraninya kau!” teriak pria itu. Ia mendekat, memperhatikan wajah dan pakaian gadis itu. “Kau ini cuma pelayan?!”“Dia baru saja menyentuh majikanku, keturunan langsung keluarga Magraville,” seru pelayan itu lantang, menghiraukan pe

  • Dilahirkan Kembali sebagai Anak Musuh   Bab 4. Alvendra

    Kediaman Utama Keluarga Alvendra tampak seperti menara marmer kokoh yang berdiri sendiri, terpisah dari hiruk-pikuk dunia bangsawan.Tidak ada pesta.Tidak ada gelas anggur beradu.Hanya bisikan strategi, detak pena mencatat keputusan hukum, dan gema langkah para pengabdi keadilan.Di tengah ruangan bundar yang dikelilingi pilar-pilar batu putih, Liora Alvendra, pemimpin keluarga, duduk di kursi tinggi menghadap meja bundar. Gaun hitam membalut tubuh rampingnya dan rambutnya yang digelung rapi. Di sekelilingnya, hakim tua dan pewaris muda tengah terlibat dalam diskusi serius.“Salah satu keputusan komersial dari pihak Eldros baru-baru ini telah melewati batas wewenang. Mereka mengubah struktur pajak tanah bangsawan tanpa pengesahan kerajaan,” ucap Callen, pewaris muda yang cerdas sekaligus tangan kanan Liora.“Ini contoh yang buruk. Jika dibiarkan, Magraville bukan lagi bawahan kerajaan, tapi penguasa baru di balik layar,” sahut Hakim tertua Alverland, Vanerin.Beberapa kepala mengang

  • Dilahirkan Kembali sebagai Anak Musuh   Bab 3. Titah Sang Raja

    Ketegangan masih terasa menggantung di aula keluarga Magraville, hingga suara langkah cepat terdengar dari arah pintu utama. Seorang prajurit istana memasuki ruangan dengan tergesa, membawa gulungan bersegel emas.“Pesan dari Raja!” serunya lantang.Seluruh penghuni aula segera berdiri dan menundukkan kepala sebagai bentuk penghormatan. Prajurit itu berjalan dengan sikap hormat, menyerahkan gulungan tersebut kepada Reinhard Magraville.Reinhard membuka segel dengan tenang, membaca isi surat itu dalam diam. Tatapannya tak menunjukkan banyak perubahan, hanya sebuah anggukan kecil setelah selesai membaca.Ia menggulung kembali surat itu, menyerahkannya pada prajurit, lalu kembali menatap lurus ke depan.“Kabar tentang situasi di keluarga kita telah sampai ke telinga Raja. Raja memerintahkan agar proses pemilihan penerus dilakukan dengan adil dan berdasarkan kemampuan, bukan hanya garis keturunan.”Semua mata kini kembali tertuju pada dua wanita yang berdiri di ujung konflik, Cassandra da

  • Dilahirkan Kembali sebagai Anak Musuh   Bab 2. Darah di Atas Mahkota

    “Nona Helena, Tuan Theo menyuruh Nona untuk menghadiri pertemuan keluarga besar.”Pelayan pribadi Helena, Elma, hendak mengetuk pintu kamar. Namun sebelum jemarinya sempat menyentuh permukaan kayu, pintu itu terbuka dari dalam.Helena keluar mengenakan gaun berwarna kuning terang. Elma terpaku, ini pertama kalinya majikannya bangun lebih dulu tanpa paksaan.Helena dikenal sebagai gadis bangsawan yang membenci aturan dan menolak kekakuan tradisi. Ia tahu klannya terbagi dua karena ambisi, kekuasaan, dan ketamakan, tapi ia tidak tertarik.Anehnya, Theo Magraville sang kakak, justru memindahkan hak sebagai calon penerus utama keluarga Magraville kepadanya. Keputusan itu membuat seluruh keluarga bingung, apalagi Helena terang-terangan menolak dan bahkan mengancam tidak akan datang ke pertemuan keluarga.Itulah sebabnya, Elma mendapat tugas berat, membujuk Helena agar hadir pagi ini. Air mata perlahan menetes dari ujung matanya, terharu.“Apakah dunia sebentar lagi akan berakhir?” ucap Elm

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status