“Desa Caerwyn?” Pria bangsawan itu tertawa keras, nyaris menyemburkan anggurnya. “Untuk apa mengurus wilayah miskin seperti itu?”
“Saya percaya desa itu punya potensi,” jawab gadis dihadapannya dengan tenang, meski senyumnya terlihat kaku. “Kami merancang alat pemompa agar mata airnya sejernih Danau Velmoria.”
“Alat?” ejek pria itu. “Kalau kau pikir air bersih cukup melawan Eldros, kau perlu belajar lebih banyak.”
Ia mendekat, tangannya bergerak lancang ke arah pundaknya. “Begini saja, Jadilah istri keduaku. Kudengar Elvanor lebih membutuh dukungan politik.”
Plak!
Tamparan keras mendarat di pipinya, suaranya menghentikan riuh pesta.
“Bangsawan tua sepertimu bahkan tak sadar kalau yang kau lakukan itu pelecehan,” ucap gadis lain yang berdiri di sebelahnya.
“Beraninya kau!” teriak pria itu. Ia mendekat, memperhatikan wajah dan pakaian gadis itu. “Kau ini cuma pelayan?!”
“Dia baru saja menyentuh majikanku, keturunan langsung keluarga Magraville,” seru pelayan itu lantang, menghiraukan perkataannya.
Wajah pria bangsawan itu memerah, malu disaksikan banyak pasang mata.
“Dasar pelayan rendahan, tak tahu diri,” gumamnya geram sebelum berbalik cepat dan meninggalkan ruangan, diiringi bisik-bisik tamu yang menahan tawa.
Pesta mewah yang diselenggarakan oleh keluarga Valemont, dihadiri para bangsawan kerajaan sebagai ajang penting membangun koneksi.
Elma, seperti biasa, paling cepat menerima kabar penting, memaksa Helena menghadiri pesta tersebut untuk membangun relasi diplomatik.
Tentu saja Helena enggan melakukannya.
Agar Helena tak kehilangan peluang, Elma mengusulkan ide gila. Helena akan menyamar sebagai pelayan, sementara Elma akan memerankan dirinya sebagai bangsawan.
“Nona, perkataan Tuan itu ada benarnya,” bisik Elma sambil melirik sekeliling. “Kalau begini caranya, bagaimana Nona bisa mendapat sekutu?”
“Tanpa sekutu pun, aku akan jalan sendiri!” Helena mengepalkan tangan ke udara, penuh keyakinan.
Elma menghela napas panjang. “Membangun relasi saja sulit, apalagi kepercayaan rakyat. Nona bahkan tak bisa mengendalikan emosi.”
Helena menggaruk kepalanya yang tak gatal, tak bisa menyangkal ucapan pelayannya. Namun sebelum sempat membalas, suara berat menyela dari arah kanan.
“Bolehkah saya berbicara dengan Nona?”
Helena dan Elma saling berpandangan, sedikit kaget mendapati pria itu sudah berdiri di sana begitu dekat.
Pakaian rapi dan sikap sopannya memperlihatkan asal-usulnya, jelas dari keluarga berpengaruh.
Helena menunjuk dirinya dengan bingung. “Saya? Anda salah, Tuan. Wanita di samping saya ini bangsawannya.” Ia melirik Elma, yang dengan cepat kembali berpura-pura anggun.
“Tidak, saya ingin berbicara dengan Anda, bukan dia.”
Helena menyipitkan mata. “Ah, saya tahu trik pria berhidung belang seperti Anda,” ujarnya sambil mengusap dagu. Tatapannya menelusuri dari ujung kepala hingga kaki pria itu. “Tapi ini pertama kalinya saya melihat yang tampan.”
Pria itu membalas dengan sedikit tundukan. “Terima kasih, apakah itu artinya saya diizinkan bicara dengan Anda? Putri dari Tuan Alvis Magraville.”
Helena terdiam seketika. “Jadi kau sudah tahu ya…”
Ia perlahan mundur ke arah Elma yang membeku di tempat, menggenggam tangan pelayannya.
“Lari,” bisiknya.
Helena menarik tangan Elma berlari keluar dari area pesta.
“Nona, kenapa kita berlari?” tanya Elma terengah.
“Kita bisa dihukum mati atas penipuan!”
Mendengar itu, Elma langsung berlari lebih cepat, bahkan mendahului Helena. Sesampainya di halaman luar, matanya langsung mencari-cari arah pelataran.
“Nona, bagaimana ini? Kusirnya tidak ada!”
Helena baru tiba beberapa langkah di belakangnya, kemudian berlari menuju kuda yang terikat di tiang. Ia mencoba naik, tapi kuda itu meringkik keras, hingga mengangkat kedua kaki depannya dan—
Brak!
Helena terjatuh ke tanah, tubuhnya terguling beberapa kali di rerumputan.
Dari arah anak tangga tak jauh dari sana, terdengar tawa pelan.
“Wah, baru kali ini aku melihat putri bangsawan jatuh dari kuda dengan begitu... konyol,”
Helena mendongak. Pria yang tadi ia hindari kini duduk santai di anak tangga, menopang wajahnya dengan tangan.
"Sejak kapan kau di sini?"
Pandangan Helena langsung jatuh ke lambang di dada kirinya, simbol keluarga Cealmont, yang sebelumnya luput dari perhatiannya. Matanya membesar, nyaris tak percaya apa yang ia lihat.
Pria itu menyadari arah tatapannya.
“Kalau aku bisa mendahuluimu, wajar saja Cealmont disebut keluarga militer terbaik.”
Ia berdiri perlahan dan mengulurkan tangan. Tapi Helena bangkit sendiri, merapikan gaun Elma yang ia pinjam.
“Sampai jumpa—”
Helena baru saja berbalik, bersiap melarikan diri lagi, saat tangan pria itu menahan lengannya. Seolah sudah tahu pasti apa yang akan ia lakukan.
“Aku tidak akan memberitahu siapa pun, aku juga tak punya niat buruk.”
Helena berhenti. “Kau salah paham.” Ia melirik kanan kiri, memastikan tak ada yang mendengar, lalu mendekat dan membisik di dekat telinga pria itu.
“Jika kau terlihat bersama putri Elvanor, Eldros bisa mengira kau pengkhianat,” bisiknya pelan, membuat pria di depannya itu tertawa.
“Kalau kau ingin bicara, sebaiknya bukan di tempat terbuka seperti ini.”
Helena menarik lengan pria itu, tanpa banyak tanya ia mengikuti langkah Helena. Senyum kecil muncul di wajahnya saat mereka menjauh dari keramaian pesta, menuju taman kecil yang sepi.
“Tak kusangka, putri Elvanor bisa sebaik ini.”
“Itu karena kau terlalu sering berurusan dengan Eldros. Kau hanya mengenal Cassandra yang temperamental.” Helena bergidik saat menyebut nama itu, lalu buru-buru menggeleng, seolah ingin mengusir bayangannya sendiri.
“Oh, hampir lupa. Helena Magraville,” katanya sambil mengulurkan tangan.
Pria itu hanya menatap, tak menyambut uluran tangannya.
“Bagaimana bisa aku mengirimkan surat padamu tanpa tahu namamu?”
Helena mengerutkan alisnya bingung. Beberapa detik kemudian, ia menutup mulutnya dengan tangan, menyadari sesuatu.
Ia mencondongkan tubuh sedikit, menatap wajah pria itu lebih dekat.
“Jadi kau kepala keluarga Cealmont?” gumamnya pelan, berusaha mengingat. “Nae... Nie... Noa—”
“Noel.”
Helena langsung menepuk kedua tangannya. “Ya, itu! Noel Cealmont.”
“Senang kau mengingatnya,” balas Noel dengan nada sarkastik. “Apakah kau sudah membacanya?”
“Aku kesulitan menyembunyikan surat darimu, jadi aku belum sempat membukanya.”
Noel terkekeh. “Aku memang ingin bekerja sama denganmu, secara terbuka.”
Senyum Helena perlahan memudar dari wajahnya. Nadanya yang sopan terdengar lebih dingin.
“Aku bahkan belum membuka suratmu. Kau datang dan bicara dengan percaya diri, seolah semuanya akan berjalan sesuai rencanamu.”
“Aku bersikap baik hanya karena kau orang asing. Tak lebih,” lanjutnya, menekankan kata asing seolah itu memiliki jarak yang jelas.
“Jadi kau masih tidak mempercayai niatku?”
“Aku dari Elvanor, dan itu alasan cukup bagiku untuk curiga.” Helena menyilangkan tangannya di dada. “Temui saja Cassandra dan lanjutkan hubungan politikmu dengannya.”
“Aku ingin bekerja sama denganmu, Helena.”
“Kerja sama atau rencana dari Eldros? Aku memang bukan orang paling cerdas di istana, tapi juga tidak sebodoh itu.”
“Aku tidak pernah mengatakan kau bodoh, aku—”
“Bagus,” potong Helena. “Aku juga benci pengkhianat. Jika kau bisa dengan mudah meninggalkan Eldros, maka kau juga bisa dengan mudah mengkhianatiku.”
Helena berbalik, melangkah pergi meninggalkan Noel.
“Mengkhianati Eldros?” ujar Noel, suara beratnya membuat langkah Helena terhenti. “Kau lupa satu hal penting dari keluarga Cealmont.”
Langkah kakinya terdengar mendekat dari belakang.
“Kami adalah ahli strategi, Helena. Kerja sama terbuka untuk menjatuhkan lawan, sedangkan kerjasama tertutup adalah dukungan sebenarnya.”
Suaranya semakin jelas terdengar, tepat di telinga Helena. “Aku yakin kau cukup cerdas untuk memahaminya.” Noel kembali berjalan, melewati Helena yang masih berdiri diam.
“Bangsawan lemah tak pantas di sini!”“Keluarga Ardelion rendahan!”Beberapa anak bangsawan berkerumun di halaman sekolah, menertawakan seorang anak laki-laki dari keluarga Ardelion, keluarga bangsawan kecil yang tak memiliki kuasa politik maupun kekuatan militer. Anak itu hanya bisa menunduk, kedua tangannya bergetar menggenggam buku.Tiba-tiba, sebuah batu kecil melayang dan mengenai kepala salah satu dari mereka.“Aduh! Siapa itu?!”Mereka serentak menoleh, mendapati Helena berdiri dengan senyum mengejek, tangannya masih memainkan batu, jelas-jelas menunjukkan siapa pelakunya. Di sampingnya, Liora berdiri dengan tangan tersilang.“Ganggu yang sepadan saja!” seru Liora.“Kalau berani, hadapi kami,” timpal Helena.Anak laki-laki dari keluarga Thornevale yang kepalanya terkena lemparan batu Helena, tak terima. Dengan wajah merah padam, ia berlari ke arah Helena, diikuti beberapa ana
“Kenapa kau begitu ingin bekerja sama denganku? Bukankah Alvendra membenci Magraville?”Liora tersenyum tipis, menyuapkan sepotong ikan ke mulutnya sebelum menjawab.“Benar, selama ayahku masih memimpin, Alvendra akan selalu membenci setiap turunan Magraville, tapi aku berbeda. Aku ingin membantumu, sebagai balasan dengan membantuku menghancurkan Magraville dari dalam.”“Kau tidak takut padaku? Bagaimana jika aku sama saja seperti Magraville?”Liora berdiri, melangkah pelan ke tepi laut. Ia membungkuk, mengambil beberapa batu besar, lalu menyusunnya satu per satu. Satu batu ia letakkan terpisah di samping tumpukan tujuh batu yang ia kumpulkan.Helena mengerutkan kening, bingung dengan apa yang dilakukan Liora, namun ia tetap memperhatikan setiap gerakannya, menunggu penjelasan.“Lihat ini.”Liora melempar satu batu kecil ke arah tumpukan tujuh batu besar. Batu kecil itu memantul dan terhempas jauh tanpa mampu menggeser sedikit pun tumpukan tersebut.“Tumpukan batu besar ini ibarat Mag
Cassandra menjambak rambut Helena, menyeretnya dengan paksa hingga ke ruang bawah tanah kantor kepala desa. Kedua tangan Helena terikat erat, mulutnya tertutup dengan kain, membuat teriakannya hanya terdengar seperti gumaman tidak jelas.“Hmm!” Helena berusaha memanggil Noel yang berjalan di sampingnya, namun Noel tetap menatap lurus seakan tak mendengar.Begitu pintu ruang bawah tanah terbuka, Helena terkejut. Di balik jeruji, ia melihat Ervan, Nenek Mirelda, Selvina, dan beberapa warga Lysteria yang selama ini berdiri di sisinya, kini terkurung.“Nona!” Selvina menjerit begitu melihat Helena.“Apa yang kau lakukan pada Nona Helena!” Ervan meronta, berusaha memaksa tangannya keluar dari sela jeruji.Cassandra berhenti di depan sel, menatap mereka dengan senyum sinis. Ia menyilangkan tangan di dada.“Hanya ingin menunjukkan betapa kelirunya pilihan kalian.”Prajurit membuka pintu besi, lalu menyeret satu per satu warga Lysteria keluar secara paksa. Suara teriakan dan tangisan mereka m
Warga Lysteria maju dengan tombaknya, namun Helena segera menepisnya dengan hembusan angin.“Aku akan menghabisi prajurit yang mengepung desa ini. Setelah itu, kita akan membebaskan saudara-saudara kita yang masih terjebak di dalam Lysteria. Aku tidak akan pergi sebelum mereka bebas.”“Kau… kau benar-benar akan menolong kami, Nona Helena?”“Ya, aku bersumpah.”Hening sejenak hingga terdengar suara langkah prajurit yang kembali dari kejauhan.“Katakan, apa yang harus kami lakukan.”Helena mengangguk, memahami bahwa warga Lysteria mulai bersedia bekerja sama.“Kalian lebih mengenal jalan-jalan kecil di desa ini daripada siapa pun. Aku membutuhkan kalian untuk memandu warga yang masih bersembunyi. Lindungi mereka, bawa keluar secara diam-diam. Sementara itu, aku akan mengalihkan perhatian prajurit Cassandra.”“Kami akan ikut bersamamu,” seru pemuda, genggaman tangannya pada tombak semakin erat. Yang lain mengangguk setuju.“Kalau begitu mari kita jalani bersama.”Helena memberi isyarat d
“Ikutlah denganku, ada rencana yang harus kita jalankan.”Noel menuntun Helena menuju bagian belakang kastil, tempat kereta kuda milik keluarga Cealmont terparkir.“Aku akan menjadi kusirmu mulai saat ini.”“Kenapa harus begitu?”“Supaya aku bisa melindungimu tanpa menimbulkan kecurigaan dari Eldros.”Helena terdiam, menunggu lanjutan penjelasannya.“Kau akan pergi ke Lysteria. Di sana, kau harus mencari tahu siapa saja yang masih bersedia mendukungmu. Setelah itu, mereka harus kau bawa ke ibu kota Velmoria.”“Untuk apa melakukan itu?”“Aku akan membawamu beserta warga Lysteria ke sana seolah kalian adalah tahananku. Dengan begitu, kau bisa menyusup tanpa menarik perhatian. Cassandra pun tidak akan lagi menaruh curiga padaku, sementara aku bisa membantumu dari dalam.”Helena menggigit ujung jarinya, bimbang, lalu menatap Noel dengan penuh keraguan.“Kau yakin cara itu akan berhasil?”“Jika kau berani mempertaruhkan segalanya, maka aku pun takkan ragu melakukan hal yang sama.”***Hele
“Laporan.”“Nona Helena belum menuju Desa Lysteria, Nona Cassandra.”“Belum?”Cassandra melempar gulungan yang ia bawa dengan kasar ke meja, suaranya sangat keras hingga membuat Thorian bergidik ngeri.“Kau tahu apa yang terjadi jika berani berbohong padaku, bukan?”Thorian terjatuh berlutut di hadapan Cassandra. “Saya tidak berani melakukan hal seperti itu kepada Anda.”Cassandra berdiri dan melangkah mendekat. Ia berjongkok di depan Thorian, jemarinya mengangkat dagu pria itu agar menatap matanya.“Kau adalah mataku, Thorian. Jika Helena bergerak selangkah saja ke arah yang tidak kusukai, wargamu akan menanggung akibatnya.”Thorian terdiam, keringat dingin membasahi pelipisnya.Cassandra kembali berdiri, lalu berjalan ke kursinya.“Kau harus menghadapku setiap pagi, jangan pernah terlambat. Jangan sekali pun membuatku meragukan kesetiaanmu.”Thorian menunduk, mengangguk cepat. “Baik, Nona.”Ia membungkuk hormat, lalu berjalan keluar dari tempatnya sendiri, ruang kepala desa Lysteria