Share

Terlalu Banyak Beban

Author: Young Lady
last update Last Updated: 2025-11-17 23:33:55

Waktu sudah lewat tengah malam, tapi Tanisha masih terjaga.

Suara detak jam di dinding kamar hotel terdengar jelas dalam keheningan.

Ia berbaring menyamping, menatap lampu meja yang masih menyala temaram.

Tubuhnya lelah, tapi pikirannya sibuk.

Sejak mereka tiba di kota kecil ini sore tadi, Langit tak banyak bicara. Lelaki itu langsung sibuk dengan rapat internal partai, bertemu beberapa tokoh daerah, dan baru kembali ke kamar sebelah lewat pukul sebelas malam.

Tanisha sempat mengira Langit tak akan muncul malam ini — seperti biasanya. Tapi baru saja matanya mulai berat, suara pintu terbuka pelan.

Langit muncul, masih dengan kemeja yang sama, lengan digulung, rambut sedikit acak.

“Kamu belum tidur lagi?” suaranya rendah, tapi terdengar seperti teguran lembut.

Pertanyaan yang sama dalam rentang waktu singkat.

Tanisha menoleh cepat, setengah kaget. “Mas belum tidur juga.”

Langit melangkah masuk tanpa menunggu jawaban,
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Dilamar Adiknya, Dinikahi Kakaknya   Pola yang Sama

    Safe home keluarga Mahadewa tak pernah benar-benar sunyi, meski terlihat steril dan tertata sempurna. Para penjaga bergerak nyaris tanpa suara, CCTV tersebar di setiap sudut, dan kaca jendela yang tampak seperti cermin sebenarnya adalah lapisan perlindungan. Tapi malam ini, keheningan itu terasa lain—lebih tegang, lebih padat, seakan dindingnya menahan sesuatu yang tak ingin dibicarakan.Tanisha berdiri di tengah ruang keluarga, memandangi benda kecil yang sejak tadi menggantung di jari Langit. Kalung itu. Kalung yang pernah ia pikir hilang bertahun-tahun lalu, kalung yang tak pernah ia kira akan muncul kembali di tempat paling mengerikan—di lokasi ancaman mereka.Langit memutar kalung itu beberapa kali, wajahnya datar, tapi Tanisha bisa melihat ketegangan di garis rahangnya. “Ini bukan kebetulan,” ucapnya pelan. Suaranya rendah, tetapi dinginnya menusuk, seperti seseorang yang sudah memutuskan untuk tak lagi bertoleransi pada apa pun.Tanisha menelan luda

  • Dilamar Adiknya, Dinikahi Kakaknya   Kamu Cantik Saat Ketakutan

    Tanisha tidak tidur malam itu. Bahkan setelah Langit mematikan lampu, mengunci semua pintu, dan memastikan seluruh sensor berfungsi, tubuh Tanisha tetap terasa seperti sedang berlari. Setiap kali ia memejamkan mata, pesan itu muncul lagi. “Kamu tetap cantik meski ketakutan.” Kata-kata itu lengket. Masuk ke dalam kepala, menempel di tulang. Ia tidak berani tidur, tidak berani mematikan lampu kamar, bahkan tidak berani berdiri terlalu jauh dari pintu. Pukul tiga lewat dua belas, suara langkah terdengar dari luar kamar. Tanisha menegang seketika. Pintu terbuka sedikit. Langit masuk. Ia tidak mengetuk, tidak tanya—langsung muncul seperti seseorang yang memastikan api kecil tidak jadi membesar. “Kamu belum tidur,” katanya. Tanisha menelan ludah. Ia duduk tegak, punggungnya menempel pada sandaran tempat tidur. “Aku… nggak bisa.” Langit tidak berkata apa pun selama beberapa detik. Ia hanya mengamati Tanisha dengan sorot mata dingin yang tidak pernah benar-benar bisa d

  • Dilamar Adiknya, Dinikahi Kakaknya   Terlalu Dekat

    Tanisha menatap layar ponselnya tanpa berkedip. Pesan itu seakan menampar seluruh sisa ketenangan yang tadi ia miliki.“Halo, Tanisha. Senang akhirnya kamu ingat namaku.”Untuk sesaat, tubuhnya tidak merespons apa pun.Takut dan kaget menyatu, membuat kakinya seolah kehilangan tulang. Tangan yang memegang ponsel perlahan bergetar.“Tanisha.”Suara Langit terdengar pendek, tapi cukup untuk membuat Tanisha kembali sadar.Ia mencoba bicara, tapi suaranya nyaris tidak keluar. “Mas… dia… dia… tahu aku ingat.”Langit langsung mengambil ponsel dari tangannya. Tanpa permisi, tanpa tanya. Seolah benda itu berbahaya kalau terus berada di dekat Tanisha.“Mulai sekarang, kamu jangan pegang ponsel itu lagi,” ucapnya datar.Tanisha mengangguk kecil, meskipun dadanya masih naik turun cepat. Ia mencoba mengatur napas, tapi tubuhnya tak berhenti gemetar. Ada ketakutan yang tidak bisa ia jelaskan—ketakutan yang terasa seperti pernah dialami sebelumnya.Langit mengamati layar ponsel itu dengan rahang me

  • Dilamar Adiknya, Dinikahi Kakaknya   Bagian dari Masa Lalu

    Hening di dalam safe house terasa seperti ruang air yang membeku.Setiap detik diam itu berdesakan, menekan dada Tanisha sampai ia sulit bernapas. Langit belum bergerak dari posisi terakhirnya—berdiri di sudut ruangan, memegang ponsel seperti memegang rahasia paling gelap yang pernah datang dalam hidup mereka.“Seseorang yang dekat sama aku…?” Tanisha mengulang pelan. Suaranya terdengar seperti suara orang yang kehilangan pijakan. “Dekat yang kayak gimana, Mas?”Langit menatapnya sebentar, kemudian mengalihkan pandangan. Ia tidak langsung menjawab. Sikap itu saja sudah cukup membuat jantung Tanisha berdegup lebih keras.“Mas…” Tanisha memanggil lagi. “Tolong jangan diem kayak gitu.”Langit berjalan mendekat. Tidak cepat, tapi setiap langkahnya memberi tekanan baru ke dalam ketegangan yang menggantung di udara.“Tadi aku bilang, dia dekat sama kamu.” Nada suaranya rendah, tapi bukan marah—lebih ke sesuatu yang sedang dipaksa tetap stabil. “Tapi aku nggak mau bilang sebelum aku yakin se

  • Dilamar Adiknya, Dinikahi Kakaknya   Sosok yang Terlalu Dekat

    Tanisha menutup ponselnya dengan tangan gemetar. Pesan terakhir dari nomor tak dikenal itu terus berputar di kepalanya, seperti suara yang sengaja menggesek dinding pikirannya.“Kunci rumah kamu bagus. Tapi nggak sebagus ingatan yang kamu bilang kamu lupa.”Ingatannya.Ia bilang ia lupa.Tapi orang itu… tahu.Rasa dingin merayap dari tengkuknya sampai ke punggung. Tanisha menelan ludah, tapi tenggorokannya ikut terasa nyeri. Ia duduk di ujung sofa safe house itu, memegangi perutnya, berusaha menenangkan napas.Langit berdiri tak jauh darinya. Dua meter lebih, tapi Tanisha bisa merasakan dinginnya sorot mata itu, fokus dan tajam.“Ada pesan baru?” suara Langit rendah, seperti selalu—irit bicara, tapi tiap katanya memukul.Tanisha nggak langsung menjawab. Ia menunjukkannya saja, menyerahkan ponsel itu pelan. Langit mengambilnya, membaca tanpa ekspresi… tapi rahangnya terlihat mengeras.“Kamu takut?” tanyanya tanpa berusaha terdengar lembut.Tanisha mengangguk pelan. “Iya.”Langit menata

  • Dilamar Adiknya, Dinikahi Kakaknya   Rumah Tanpa Nama

    Tanisha tidak pernah menyangka hari itu akan berakhir di depan sebuah bangunan yang bahkan tidak terlihat seperti rumah. Dari luar, tempat itu tampak seperti gudang besar dengan dinding semen abu-abu, pagar besi tinggi menjulang, dan lampu sorot di empat sudut pagar yang menyala otomatis begitu mendeteksi gerakan.Safe house keluarga Mahadewa.Tempat yang tidak pernah disentuh media, tidak pernah muncul di rapat internal partai, tidak pernah disebut dalam wawancara atau dokumenter mana pun tentang keluarga itu.Sejujurnya…Tanisha tidak tahu tempat seperti ini benar-benar ada.Mobil berhenti di depan pagar.Langit mematikan mesin tanpa mengucapkan sepatah kata pun.Tanisha menunduk, tubuhnya masih gemetar akibat perjalanan yang terasa seperti kabur—bukan dari hotel, tapi dari sesuatu yang mengikuti mereka tanpa wajah.“Mas…” Tanisha memanggil pelan. “Tempat apa ini sebenarnya?”Langit tidak langsung menjawab.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status