Home / Romansa / Dilamar Nenek-nenek / 1. Pertemuan yang Ditunggu-tunggu

Share

Dilamar Nenek-nenek
Dilamar Nenek-nenek
Author: pramudining

1. Pertemuan yang Ditunggu-tunggu

Author: pramudining
last update Last Updated: 2025-11-28 09:43:55

Happy Reading

*****

Lelaki berperawakan atletis dengan kulit sedikit lebih gelap dari keluarganya, tengah tersenyum bahagia setelah membaca notifikasi chat di ponselnya.

"Sayang, hari jadi, kan, ketemuan?" tulis seseorang di ponsel Cakra.

"Jadi, tunggu sebentar. Aku segera berangkat ke restoran itu," balas sang pemilik benda pintar tersebut.

Prosesi wisuda untuk gelar magister telah rampung, beberapa foto keluarga juga sudah diambil. Mencoba mengajak keluarganya menepi dari keramaian yang ada, Cakra pun menatap kedua orang tuanya bergantian.

"Ma, Pa, kalian pulang sama Kresna saja, ya. Mas, masih ada urusan mendesak yang harus segera diselesaikan," ucap lelaki yang masih menggunakan toga lengkap dengan topi dan ijazah S2 yang baru diperolehnya.

Binar kebahagiaan memancar di wajahnya saat ini. Kedua orang tuanya mengerutkan kening. Tumben putra sulung mereka terburu-buru mengakhiri euforia kebahagiaan yang sudah lama dinanti-nantikan.

"Mau ke mana, Mas?" tanya Arimbi, perempuan yang telah melahirkan lelaki berusia 31 tahun itu. "Acara makan-makannya belum dijalani, lho."

"Bener kata mamamu, Mas. Kamu belum nraktir kita semua," tambah lelaki yang dipanggil Papa oleh Cakra.

"Lain kali saja, Mas traktir, deh." Cakra mulai sibuk, berusaha melepas atribut prosesi wisuda yang melekat di tubuhnya.

"Mau ke mana, sih, Mas. Buru-buru banget." Sang mama makin penasaran.

"Mau memastikan masa depan, Ma." Pemilik nama Cakra Yudha Arimbawa itu tersenyum manis. Wajahnya tampak sangat bahagia. Di hari dia menerima gelar magister, perempuan yang selama setahun ini sudah menjadi kekasih online-nya mengajaknya bertemu.

"Katanya, Mama sama Papa udah kebelet pengen punya mantu. Kayaknya bakal terwujud," sahut si adik, Kresna Adi Makayasa. Dia memainkan alisnya, menatap si sulung yang tersenyum begitu lebar.

"Benarkah itu, Mas?" tanya Sapta, papanya Cakra. Wajah bahagia juga terlihat jelas di matanya mendengar kabar jika si sulung sudah memiliki calon istri.

"Jangan-jangan, kamu mau ketemuan sama pacar online-mu itu, ya?" tambah Arimbi, mamanya Cakra.

Cakra mengusap tengkuknya dan tersenyum. Lalu, menyerahkan topi dan toga yang sudah dilepas serta dilipat rapi pada Arimbi. "Doakan, ya, Ma. Semoga pertemuannya berhasil."

"Ah, kamu, Mas. Masih saja percaya sama permainan dunia maya. Jangan berekspektasi terlalu tinggi. Kalau nggak sesuai harapan, pasti sakit sekali," cibir Arimbi.

Dari awal, ketika si sulung bercerita jika sudah memiliki kekasih online, perempuan berjilbab itu tidak pernah setuju. Biasalah, jiwa emak-emak yang tidak ingin melihat anak-anaknya terluka.

"Ma," cegah Sapta disertai gelengan kepala. "Ya, sudah. Temui saja dia, Mas. Papa sama Mama pulang sama Kresna saja."

"Ish, Papa, nih. Kalau ternyata cewek itu jelek atau kemungkinan terburuknya sudah bersuami dan cuma mempermainkan Cakra, gimana?" protes Arimbi. Sepertinya, perempuan itu masih kesal dengan keputusan Cakra yang akan menemui kekasih online-nya.

Lelaki yang sebagian rambutnya mulai menunjukkan kilau putih di antara rambut hitamnya itu mendengkus. Lalu, merangkul perempuan yang sudah membersamainya dengan senyum. "Biarkan Mas Cakra menentukan pilihan setelah pertemuan itu," nasihatnya pada sang istri.

"Mama, Sayang. Semua orang punya keputusan sendiri. Kalau Mas Cakra nggak pernah ketemu sama cewek itu, aku bakalan lama nikahnya. Dia kan nggak mau aku langkahi," seloroh Kresna. Lelaki yang berusia lebih muda dua tahun dari Cakra itu ikut-ikutan merangkul mamanya. "Yuk, pulang. Kita tunggu kabar selanjutnya dari Mas Cakra di rumah."

Cakra sama sekali tak berniat membantah perkataan mamanya. Bagi lelaki itu, Venya adalah perempuan yang paling mendekati kriteria sebagai calon istri idamannya. Hari ini juga, dia akan langsung menanyakan kesediaan sang kekasih untuk menikah. Bukankah hubungan mereka sudah terjalin lama cukup lama.

"Good luck, Mas," ucap Sapta sebelum meninggalkan Cakra.

"Makasih, Pa."

Antusias, Cakra mengendarai motor milik adiknya. Dia sengaja mengganti kendaraan roda empat miliknya karena tidak ingin terlalu menonjolkan diri di hari pertama pertemuan dengan sang pujaan.

"Sudah sampai mana, Baby?" tanya Cakra pada Venya, kekasih online-nya.

Si lelaki sudah berada di parkiran motor, siap meluncur ke restoran tempat janji temu.

"Aku sudah perjalanan ke restoran, Sayang. Nggak sabar, pengen ketemu pangeran pujaan hatiku. Cepetan ke sininya, ya, Sayang," balas Venya sebelum Cakra melajukan kendaraannya.

Sepanjang perjalanan, pikiran Cakra dipenuhi oleh Venya. Tidak biasanya perempuan itu membalas chat-nya dengan begitu mesra apalagi sampai memanggilnya sayang berkali-kali. Biasanya, perempuan itu cuma memanggil Cakra, Mas, sebagai penghormatan. Namun, kali ini sangat berbeda sehingga mampu menerbangkan bunga-bunga di hati si lelaki.

"Makin penasaran sama Venya. Dia pasti menerima lamaranku. Aku yakin itu," gumam Cakra di sepenjang perjalanan.

Sebelum ke restoran, lelaki yang tahun ini berusia 31 tahun itu menyempatkan diri mampir ke toko bunga.

"Selamat datang, ada yang bisa saya bantu, Mas," sapa pekerja toko tersebut.

"Mbak, saya nyari buket mawar merah. Ada yang ready?" Cakra menampilkan senyum termanisnya. Hati berbunga-bunga karena dipenuhi cinta memancar keluar. Indera penglihatannya menyapu semua buket yang terpajang di sana.

"Masnya mau buket mawar merah kecil apa besar?"

"Kayaknya sedang-sedang saja, Mbak. Nggak terlalu besar atau kecil gitu. Pokoknya yang bisa saya bawa dan nggak rusak karena saya make motor."

Karyawan toko tersebut mangut-mangut, mengerti. Lalu, dia mulai bergerak mencarikan buket mawar yang sesuai dengan keinginan sang pelanggan.

"Apakah seperti ini, Mas?" tanya sang karyawan toko bunga.

"Iya, ini saja, Mbak. Berapa?"

Setelah sang karyawan menyebutkan harga, Cakra segera membayarnya, tak lupa mengucapkan terima kasih. Keluar dari toko bunga, lelaki itu dengan cepat melajukan kendaraannya ke restoran yang sudah ditentukan sang kekasih. Walau jaraknya terbilang jauh karena memakan waktu hampir satu jam perjalanan, tetapi hal tersebut tak menyurutkan niat Cakra untuk bertemu dengan sang kekasih hati.

Berada di parkiran, Cakra kembali menghubungi Venya.

"Baby, aku sudah sampai. Kamu gimana?" tulis Cakra pada sang kekasih.

"Sudah duduk di meja. Lima menit lalu, aku dah sampai."

"Meja berapa? Aku segera masuk."

"16."

Membaca pop up di layar tanpa membuka isi chat sang kekasih lagi, Cakra berjalan menghampiri meja yang disebutkan Venya. Namun, inderanya terbelalak ketika mendapati seorang perempuan yang duduk di sana.

"Nggak mungkin .... ini nggak mungkin. Dia pernah mengatakan jika umurnya selisih satu tahun di bawahku." Cakra segera menyembunyikan buket mawar yang dibawa ketika si perempuan menoleh padanya.

"Oh, Sayang. Akhirnya kita benar-benar bertemu," ucap si perempuan.

"Maaf, Anda siapa, ya?" tanya Cakra.

"Aku Venya Maheswari. Kamu Mas Cakra, kan?"

Runtuh sudah dunia Cakra ketika mendengar sang perempuan menyebutkan namanya.

"Maaf, sepertinya kita harus mengakhiri semua ini. Kita nggak pantas menjalin hubungan seperti sebelumnya," ucap Cakra yang langsung berbalik arah meninggalkan perempuan sepuh yang lebih pantas menjadi neneknya ketimbang kekasihnya.

"Hei, tunggu. Apa yang salah denganku?" teriak si nenek.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dilamar Nenek-nenek   11. Sayangku yang Ganteng

    Happy Reading*****Menepuk kening sendiri setelah melihat wajah si nenek, mau tak mau Cakra tetap menampilkan senyuman walau sedikit enggan bertemu dengan wanita tersebut. "Nenek mau nyari siapa di sini?" tanya Cakra sedikit canggung. Kakinya bersiap melarikan diri jika jawaban si nenek sesuai dengan pemikirannya tadi. "Mau nyari siapa lagi? Pastinya, nyari kesayanganku, dong, Mas," jawab si nenek sedikit genit. Tanpa basa-basi lagi, Cakra memilih melarikan diri. Meninggalkan si nenek tanpa membalas perkataan wanita berambut putih di hadapannya. Langkah kaki si sulung begitu cepat bahkan panggilan namanya yang diteriakkan si nenek tak mampu menghentikan langkahnya. Namun, di tikungan jalan yang tak jauh dari taman, langkah Cakra terhenti karena ada beberapa orang berpakaian serba hitam yang menghadangnya."Siapa kalian?" tanya Cakra dengan kening berkerut. Dia merasa tak mengenal orang-orang tersebut. Apalagi di komplek perumahannya hampir tidak ada yang memiliki pengawal maupun a

  • Dilamar Nenek-nenek   10. Jomblo Karatan

    Happy Reading****Aktifitas Cakra kembali seperti semula. Setelah adanya konfirmasi dari Venya bahwa dirinya tidak pernah bertemu. Seperti biasa, sepulang kerja, dia langsung menghubungi kekasih online-nya. Kantor baru di tempat kliennya membuat sang lelaki cukup menguras tenaga. Sifat si bos wanita yang curigaan bahkan terkadang meremehkannya membuat kepala Cakra pening. Padahal dia sudah punya program sendiri untuk memajukan usaha si bos. Menatap foto profil yang dipakai sang kekasih online, Cakra menarik garis bibir tinggi-tinggi. Hamparan pasir pantai yang terkena sinar senja begitu memukau mata pemandangnya. Lekas, Cakra pun mengetikkan chat pada Venya. "Baby, gimana kalau kita video call. Sudah setahun berhubungan, tapi kamu nggak pernah mengirimkan foto atau hal lainnya yang bisa mengidentifikasi wajahmu. Nanti, kalau ketemu di jalan terus nggak saling sapa, kan, aneh. Paling parah, kalau kita ternyata bisa menjadi musuh satu sama lain di dunia nyata," tulis Cakra. Entah me

  • Dilamar Nenek-nenek   9. Dikejar Istri Orang

    Happy Reading***** "Hilih, ngelak aja kamu. Terus, tadi ngomong apa? Sampai nyebut kata gila, kalau nggak kepikiran si nenek, kamu nggak akan ngomong gitu. Ayolah, Cak. Akui saja dengan jujur kalau kamu muai tertarik dengan lamaran si nenek itu," goda Hanif. "Dih, apa coba? Kamu salah dengar kayaknya, aku nggak ngomong apa-apa," jawab Cakra, "sudah. Nggak usah bahas masalah aku sama nenek. Jadi, mau apa kamu nyariin aku?"Cakra membenarkan posisi duduknya menjadi tegak. Sudah saatnya bicara serius, bukan cuma membahas masalah pribadinya seperti tadi. Hanif pun melakukan hal yang sama seperti sahabatnya, duduk dengan posisi tegak. Tak lupa, sahabat yang sejak kuliah sudah mengenal Cakra itu mengambil map hitam di depannya. Sejak tadi, Hanif meletakkan map tersebut begitu saja, lebih tertarik mendengar cerita Cakra dengan segala kisah cita dunia maya yang dimiliki. "Aku ke sini cuma mau nyerahin berkas yang kemarin kamu minta." Lelaki berambut lurus dan hitam lebat itu menyodorkan

  • Dilamar Nenek-nenek   8. Terngiang-ngiang

    Happy Reading*****Hening sejenak, tiba-tiba saja merasakan udara di sekitarnya mencekik leher. Sekujur tubuhnya merinding, membayangkan wajah si nenek yang kemarin bertemu dengannya. "Mas, halo. Kamu masih di sana, kan? Kamu dengar pertanyaan ku tadi, kan?" tanya si perempuan di seberang sana. "Eh, iya," sahut Cakra tergagap. "Jadi, bukan kamu yang ketemuan sama aku kemarin atau kamu ada nyuruh orang untuk ketemuan sama aku?" "Mas, ih. Ada-ada saja ngomongnya. Gimana bisa ketemuan atau nyuruh orang buat ketemuan sama Mas? Seharian kemarin, aku ngurus masalah keluarga," jelas perempuan di seberang sana. "Nggak bisa ngapa-ngapain atau keluar.""Benarkah?" "Hu um," jawab sang perempuan d seberang sana. Ingin rasanya Cakra berteriak sekencang mungkin. Antara bahagia sekaligus bingung mendengar penjelasan kekasih online-nya. "Kamu yakin, Baby?""Harus berapa kali aku menjelaskannya, Mas. HP-ku hilang nggak tahu di mana. Mungkin saja, seseorang telah menemukannya, lalu menghubungimu.

  • Dilamar Nenek-nenek   7. Penjelasan Mengejutkan

    Happy Reading*****Baru saja Cakra keluar dari ruangan Ari, ponsel perempuan itu sudah berdering. Ada panggilan masuk dari sang Nenek. Walau hatinya masih jengkel karena perbuatan elaki tadi,"Ya, Nek," ucap perempuan yang masih menyimpan jengkel pada lelaki yang baru saja pergi itu."Ar, kamu sudah teken kontrak dengan perusahaan, Cakra, kan? Awas saja kalau kamu menolak kerja sama yang dia tawarkan dan memarahinya gara-gara masalah kemarin," tanya si nenek tanpa berniat basa-basi sama sekali. Perempuan yang baru saja bertemu dengan Cakra, mengembuskan napas. "Nenek benar-benar dibutakan oleh cinta, ya? Segitunya pengen lelaki itu ada di kantor kita. Apa, sih, hebatnya dia?"Bukannya marah, perempuan sepuh itu malah tertawa. "Nenek memang sudah dibutakan oleh ketampanan Cakra. Nenek jatuh cinta sejak pertemuan dengannya kemarin. Dia harus menjadi bagian dari keluarga kita. Awas saja kaau kamu menolak atau menghalanginya." "Nenek, ingat umur!" Si perempuan sampai berteriak mendeng

  • Dilamar Nenek-nenek   6. Antara Terpesona dan Benci

    Happy Reading*****"Ih, amit-amit. Kok, bisa aku ketemu lagi sama kamu," ucap Cakra lirih. Badannya bergerak, menggeliat seperti jijik terhadap perempuan di depannya. "Oo ... Jadi, kamu orang yang direkomendasikan Pak Hardinata. Kok nggak cocok sama sekali, sih, sama cerita beliau. Aku kira, orang yang direkomen sama beliau itu bakalan waw gitu. Ternyata cuma lelaki ...," ejek perempuan dengan kemeja ketat berwarna putih serta rok motif bunga mawar, membungkus tubuh indah di depan Cakra."Cuma apa? Lanjutkan saja ejekanmu." Entah mengapa suara Cakra meninggi. Tiap kali bertemu dengan perempuan di depannya, si lelaki selalu emosi. Seperti ada yang mendorongnya untuk terus marah. "Dasar cowok mokondo," hina si perempuan. "Kayaknya kamu nggak cocok sama pekerjaan ini. Aku yakin, ilmu pemasaran yang kamu miliki cuma digunakan untuk memikat cewek-cewek seperti pada nenek.""Iich, kamu." Telunjuk Cakra mengacung ke wajah si perempuan. Emosi Cakra makin terpancing dengan kalimat tadi. "Ka

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status