Claudia mengurungkan pembicaranya dengan suaminya, karena terdengar suara ketukan pintu yang membuatnya untuk beranjak dan membuka pintu kamar.
"Claudia, itu orang tua kamu datang. Temui sana, jangan di kamar terus. Sudah sembuh juga, masih saja malas-malasan," sinis Eva menatap sengit menantunya."Iya, Mah. Claudia ke sana sekarang," ujar Claudia.Setelah Eva pergi, Claudia memberitahukan kepada Rayhan kalau orangtuanya datang dan mengajak menemuinya."Ayah ... Ibu ... !" teriak Claudia langsung memeluk Ayah dan Ibunya secara bergantian."Ayah dan Ibu, kenapa tidak bilang kalau mau datang? Rayhan kan, bisa jemput," ujar Rayhan sembari menjabat tangan kedua mertuanya."Kita tidak mau bikin repot, Nak," sahut Ibu Claudia. Beliau mengeluarkan plastik berisi pisang goreng, dari dalam tasnya dan memberikan kepada Claudia.Pisang hasil tanamannya dari kebun belakang rumah, kemudian beliau goreng lalu dibawa ke tempat Claudia."Claudia, sini temani Papah ngopi," pinta Papah Andi."Iya, Pah," sahut Claudia kemudian duduk di kursi depan Papah Andi."Pisang ini enak, manis sekali. Ayo coba,"Claudia membawa pisang itu ke dapur, dan menaruhnya ke dalam piring. Ia juga membuatkan minuman untuk kedua orang tuanya."Makanan kampung dibawa ke sini, bikin miskin gak tuh," sinis Eva menatap sengit Claudia yang sedang mengaduk minumannya."Mamah, mau minum apa? Biar sekalian Claudia buatkan," kata Claudia.Eva menolak tawaran menantunya, karena takut miskin. Ia kemudian menyuruh Claudia untuk segera pergi dari dapur, dan menemui orang tuanya.Ibu Claudia mencari besannya, beliau melihat ke sekeliling ruangan itu. Beliau sudah mempunyai firasat tidak baik, karena hanya dibukakan pintu dan disuruh duduk. Besannya tidak menyambut dengan baik."Sayang, Mamah mana?" tanya Rayhan melihat ke arah istrinya yang baru datang dengan membawa sepiring pisang goreng tadi dan minuman."Ada di dapur tadi, Mas," jawab Claudia.Rayhan langsung berpamitan ke dapur dulu, ia hendak memanggil Mamahnya. Agar bertemu dengan besannya."Claudia, kenapa kamu kurus sekali? Apa kamu bahagia tinggal di rumah ini," ujar Ibu Claudia.Claudia mengatakan kalau dirinya sangat bahagia, karena dikelilingi oleh orang-orang yang menyayanginya. Ibu Claudia pun sangat bersyukur, dan merasa lega.Rayhan yang berada di dapur sedang memaksa Eva, untuk menemui orang tua Claudia. Namun, Renata justru menyibukkan diri dengan memasak dan pura-pura mencuci piring."Kamu apaan sih, Ray! Mereka datang kesini mau ketemu Claudia bukan Mamah, lagipula miskinnya virus entar," ketus Eva."Mamah, kenapa bicara seperti itu? Mereka juga orang tua Rayhan sekarang," ujar Rayhan.Karena tidak berhasil membujuk Eva, akhirnya Rayhan kembali ke ruang tamu lagi. Ia juga menjelaskan kalau Mamahnya sedang sibuk. Orang tua Claudia bisa memaklumi semua, beliau juga sadar kalau berbeda kasta dengan besannya.Mereka kemudian berpamitan pulang, melihat Claudia dalam keadaan baik dan sehat sudah membuatnya begitu senang.Rayhan meminta kedua orang tua Claudia menginap di rumahnya, tetapi mereka menolak. Sebenarnya mereka merasa tidak nyaman berada di rumah bagus, orang tua Claudia sangat hati-hati ketika berada di rumah orang."Ayah, Ibu, biar Rayhan antar sampai rumah ya," ujar Rayhan."Tidak usah, Rayhan. Kita tidak mau merepotkan," terang Ayah Claudia.Rayhan terus memaksa sampai mertuanya mau diantarkan pulang, ia tidak tega melihat mertuanya jauh-jauh datang ke rumah."Claudia, orang tua kamu memang bikin repot saja ya," cibir Eva yang kebetulan sedang makan di dapur. Sedangkan Claudia mencuci gelas kotor."Maafkan mereka, Mah. Kalau Claudia tau, pasti dilarang mereka tidak akan ke sini," balas Claudia tidak mengambil hati ucapan mertuanya.Eva langsung membersihkan ruang tamu, sambil mengomel takut tertular miskin. Bahkan ia mengepel dan menyapu lantai, tidak hanya membersihkan dengan kemoceng.Claudia hanya bisa menangis sedih, mempunyai mertua yang tidak suka dengannya. Ia menghapus air matanya, agar tidak ada orang yang melihatnya menangis."Buang saja makanan kampung ini!" bentak Eva saat hendak membereskan meja makan."Jangan, Mah! Claudia mohon, biar nanti saya makan," kata Claudia. Untung saja Ibunya tidak membawa dengan jumlah yang banyak, bisa-bisa dibuang mertuanya.Eva menyuruh Claudia yang membereskan dapur, karena ia akan melihat televisi yang menayangkan sinetron kesukaannya.Claudia sama sekali tidak membantah perintah Eva, ia sangat menghargai dan menghormati mertuanya. Terdengar suara ketukan pintu, Claudia menghentikan aktivitasnya lalu membuka pintu."Aruna, baru pulang kamu," ucap Claudia saat membuka pintu."Minggir!" bentak Aruna menabrak bahu sebelah Claudia.Claudia lalu menutup pintu, ia kemudian masuk ke dalam kamarnya. Berada dalam keluarga Rayhan harus banyak bersabar, dan tabah. Wanita itu berjalan ke arah jendela, menatap ke arah luar. Tak terasa air matanya lolos begitu saja."Demi Mas Rayhan aku harus kuat, gak boleh nangis," ucapnya dalam hati. Ia menghapus air mata yang mengalir dari kedua matanya.Claudia teringat pisang goreng yang dibawakan Ibunya tadi, kemudian ia pergi ke dapur untuk mengambilnya. Ternyata Papah mertuanya sedang duduk di ruang makan, minum kopi ditemani pisang goreng buatan Ibu Claudia. Ia tersenyum bahagia, masih ada yang mau makan."Claudia, sini temani Papah minum kopi," pinta Andi."Iya, Pah," sahut Claudia kemudian duduk di kursi depan Papah Andi duduk."Pisang ini enak sekali, rasanya manis. Ayo dicoba," kata Andi menyodorkan piring berisi pisang goreng ke arah Claudia."Pah, ini pisang dari Ibu. Makanan dari kampung," jelas Claudia tertunduk malu.Papah Andi tidak peduli dari mana asal pisang itu, yang jelas kalau enak dan bisa dimakan beliau pasti memakannya."Ayah sama Ibumu, panen sendiri ya?" tanya Papah Andi."Kita punya kebun pisang, Pah. Di belakang rumah, kadang buahnya dijual soalnya banyak. Tidak mungkin juga kita makan sendiri," terang Claudia."Kapan-kapan boleh dong, Papah sama Mamah main ke sana," ujar Andi."Papah, doyan makanan kampung? Sakit perut lho entar," sahut Eva.Papah Andi melotot ke arah Mamah Eva, beliau tidak suka dengan istrinya yang selalu menyinggung perasaan menantunya. Walaupun orang kaya, Papah Andi tidak pernah sombong. Ia sangat merakyat dan tidak membeda-bedakan. Beliau menghabiskan kopinya, lalu masuk ke dalam kamar meninggalkan Claudia dan Eva yang masih berada di dapur."Claudia, semua ini gara-gara kamu! Dasar orang kampung!" umpat Eva."Maaf, Mah ... " lirih Claudia."Kakak ipar, aku lapar! Buatin mie goreng dong," pinta Aruna melemparkan beberapa bungkus mie instan ke arah Claudia.Claudia mengambil mie itu, lalu membuatkan untuk Aruna."Jangan pedes-pedes, cabainya lima aja," pinta Aruna lagi."Runa, kalau pakai cabai lima pedes banget," ujar Claudia sambil memotong cabai.Aruna membentak Claudia, ia meminta apa yang diucapkan dituruti bukan dibantah. Pada saat itu, Rayhan datang, dan menuju ke arah Aruna.Rayhan, Claudia, Aruna dan Sean pergi berlibur ke sebuah pantai yang sangat indah. Setelah sampai di pantai, mereka beristirahat lebih dulu di tempat penginapan. "Sean, bantu buka resleting gaun ku," pinta Aruna menyodorkan punggungnya di depan Sean. Jemari Aruna gemetar saat menyodorkan punggungnya di hadapan Sean. Gaun sutra yang dikenakannya kini terbuka, memperlihatkan kulit putih mulusnya. Ia menahan napas, menunggu Sean untuk membuka resleting itu perlahan. "Merepotkan saja, Runa," gerutu Sean, namun tangannya bergerak dengan hati-hati. Detak jantung Aruna berpacu saat merasakan jemari Sean menyusuri punggungnya. "Sekarang tutup mata mu! Aku ingin berganti baju," pinta Aruna lagi, berusaha mengontrol suaranya yang bergetar. Sean menyeringai. "Kenapa harus tutup mata? Kita sudah menikah, Runa. Jadi, halal kalau aku melihat kamu telanjang," katanya dengan nada menggoda. Aruna menggigit bibir bawahnya, menimbang-nimbang. Bagaimanapun, Sean adalah suaminya. Tapi rasa ma
Sean meminta Aruna bersikap baik, lemah lembut. Ia tidak ingin anak-anaknya nanti terlahir dari seorang ibu yang mempunyai sikap kasar, ia dengan sabar memberikan pengertian ke Aruna. "Sean, bukannya kita menikah bukan karena cinta. Jadi, kita masih bisa cerai," kata Aruna menatap Sean. "Kamu gila, Runa! Aku akan belajar mencintaimu seiring berjalannya waktu, bukan untuk permainan," terang Sean meyakinkan Aruna. Aruna tersenyum bahagia mendengar ucapan Sean, ia berharap Sean bisa mencintainya dengan tulus dan membuktikan ucapannya. "Sean, sebenarnya aku sudah mencintai mu dari dulu," ungkap Aruna memegang tangan Sean. "Dasar labil!" ketus Sean. Dulu Aruna pernah mengatakan kalau tidak mencintai Sean, sekarang justru dirinya yang mengungkapkan perasaanya lebih dulu. Keesokan harinya, Aruna baru pulang ke rumah diantarkan Sean. Kebetulan Claudia yang membukakan pintu untuk mereka, dengan ramah Claudia menyambut dan mempersilahkan masuk. Sean terpaku menatap Claudia,
"Dok, bagaimana kandungan istri saya?" tanya Rayhan berharap kabar baik yang ia terima. "Ada yang tidak beres, Pak," jawab Dokter tersenyum. "Iya, saya ngerti! Tolong jelaskan," pinta Rayhan dengan tegas. Dokter menyarankan agar Claudia banyak istirahat di rumah, tadi hanya mengalami kontraksi palsu yang memang sering dialami oleh wanita hamil. Beliau juga menyarankan agar Claudia mengurangi minuman atau makanan manis, karena berat bayi di dalam kandungan sudah melebihi berat normal. Rayhan mengerutkan dahinya ketika mendengar penjelasan Dokter, ada beberapa hal yang belum dimengerti. Ini adalah pengalaman pertama kali Rayhan menemani Claudia periksa ke Dokter. "Mas, ayo kita pulang," ajak Claudia. "Iya, Sayang. Ini juga sudah larut malam," kata Rayhan tersenyum tipis. Sampai di rumah mereka terkejut, mendengar kabar kalau Mamah Eva tidak bisa jalan. Claudia dan Rayhan segera menemui Mamah Eva, beliau terbaring lemah di tempat tidur. Tetapi masih saja beliau men
"Mas, kamu yakin akan membawaku ke rumah? Nanti kalau Mamah marah gimana?" tanya Claudia khawatir. "Sayang, kamu jangan takut gitu dong. Biar Mamah jadi urusan ku, yang penting sekarang kita bersama lagi," balas Rayhan mengecup punggung tangan istri tercintanya. Saat ini mereka berdua sedang berada di perjalanan menuju ke rumah Rayhan, setelah menghabiskan waktu berdua di pantai. Rayhan melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, ia sangat hati-hati melajukan mobilnya agar istri dan calon buah hatinya merasa nyaman. Tak lama kemudian, mereka sampai di halaman rumah mewah milik keluarga Rayhan. Keduanya pun segera turun dari mobil, lalu masuk ke dalam rumah. Mamah Eva menyambut kedatangan Claudia, dengan tatapan penuh kebencian. Bola matanya tertuju pada sang menantu, yang perutnya mulai membesar. "Hamil anak siapa kamu?" tanya Mamah Eva ketus. "Tentu saja anak Rayhan dong, Mah," ujar Rayhan berusaha membela sang istri. "Kamu yakin, Ray? Claudia itu hamil setela
"Pak, Bu, kenapa kita kembali ke rumah ini lagi?" tanya Claudia ketika sampai di kampung. "Bapak lebih nyaman tinggal di sini! Walaupun rumah itu mewah, kita tidak punya mata pencaharian," balas Ayah Claudia sambil membuka pintu. Claudia menghela nafas beratnya, apapun yang sudah menjadi keputusan Ayahnya harus dituruti. Ia menyangka Ayahnya mengajak pindah karena Rayhan sudah menemukannya. "Claudia, perutmu sudah membesar. Mulai sekarang kamu harus banyak istirahat, jangan memikirkan hal yang tidak penting," ucap Ibu Claudia. "Baik, Bu," kata Claudia kemudian masuk ke dalam kamarnya. Di tengah kamar yang teduh, Claudia duduk merenung, tatapan matanya penuh dengan kerinduan dan kekhawatiran. Baginya, hamil adalah momen yang seharusnya penuh kebahagiaan, tetapi kehadiran sang suami yang terpisah membuatnya merasakan kekosongan yang mendalam. Setiap kali rasa lapar menghampiri, bukan senyum lembut sang suami yang menghampirinya, melainkan pertimbangan-pertimbangan yang
Rayhan ngutarakan keinginannya untuk membawa Claudia kembali ke rumah, ia juga mengatakan kalau sudah mengetahui kabar kehamilan istrinya itu. Ayah Claudia pun terkejut, beliau tetap tidak akan pernah mengizinkan Rayhan membawa Claudia pergi. Apalagi saat ini perut Claudia, sudah mulai membesar. "Tapi, Pak! Bayi yang ada di dalam kandungan Claudia anak saya, tolong berikan kesempatan. Saya berjanji akan menjaga Claudia dan anak saya dengan baik," ucap Rayhan meyakinkan. "Dulu kamu sudah pernah berjanji, Rayhan. Kenyataannya justru kita kehilangan calon cucu, semuanya karena kamu tidak becus menjaga istri dan calon anakmu! Keselamatan mereka lebih penting, dari pada harta benda yang kamu punya!" seru Ayah Claudia membuat Rayhan terdiam. Claudia dan Ibunya yang saat ini mengintip pembicaraan dari balik pintu, sebenarnya merasa kasihan dengan Rayhan. Namun, Claudia masih merasa takut jika kembali ke rumah Rayhan dan tinggal bersama mertuanya. Claudia membuka pintu dengan p