Share

Siap Mengandung

Eva langsung menelpon Rayhan untuk memberitahukan kondisi istrinya saat ini, karena ia tidak mau menyentuh Claudia sedikit pun. Kalau sampai itu terjadi, berati ia terpaksa.

"Bagaimana Mah, keadaan Claudia? Kenapa tidak Mamah bawa ke dokter dulu," ujar Rayhan yang baru datang.

"Lihat saja sendiri! Mamah tidak tau," kata Eva dengan acuh dan tidak peduli dengan menantunya.

Rayhan langsung membawa Claudia ke rumah sakit, dokter juga sudah memeriksa keadaan Claudia saat ini. Menurut dokter, Claudia hanya kecapean dan dehidrasi.

Tak lama kemudian Claudia sudah sadarkan diri, dia meminta untuk pulang ke rumah orang tuanya. Namun, Rayhan tidak mengizinkan karena sudah menjadi tanggung jawabnya.

Rayhan tidak sadar mengajak istrinya tinggal bersama Mamahnya, membuat Claudia penuh dengan tekanan. Setahunya Eva selalu berbuat baik, dan menyayangi menantunya seperti menyayangi anak-anaknya.

"Mas, aku tidak mau menjadi beban untuk keluargamu. Izinkan aku tinggal di rumah Ibu, aku mohon, Mas," pinta Claudia.

"Sayang, sejak kita menikah kamu sudah menjadi tanggung jawab Mas," ujar Rayhan menenangkan istrinya. Ia merasa kasihan dengan sang istri, dan memutuskan untuk memaafkan kesalahan Claudia. Bahkan saat ini Rayhan memeluk wanita yang berharga dalam hidupnya itu, ia berjanji tidak akan marah lagi.

Rayhan berfikir dirinya terlalu keras memperlakukan Claudia, sehingga membuatnya sakit. Dalam benaknya terdapat kasih sayang, yang begitu tulus dan besar.

***

Papah Andi baru pulang dari kerja, melihat keadaan rumah yang sepi membuatnya bertanya-tanya. Beliau langsung mencari istrinya, dan menanyakan keberadaan yang lain.

"Mah, dimana Rayhan, Claudia, dan Aruna? Kenapa sepi sekali, biasanya mereka berkumpul di sini," tanya Papah Andi.

"Claudia di bawa ke rumah sakit, sama Rayhan. Aruna belum pulang, banyak tugas mungkin," jelas Eva tetap fokus menatap layar televisi.

"Apa! Claudia sakit, terus Mamah malah enak-enakan nonton televisi? Perasaan Mamah itu di mana," marah Papah Andi. Beliau langsung mengambil ponselnya dari dalam saku, lalu menghubungi Rayhan.

Kebetulan Aruna juga datang, beliau langsung mengajak Mamah Eva dan Aruna ke rumah sakit. Namun, Aruna menolak karena capek. Gadis itu justru merebahkan tubuhnya di sofa.

Papah Andi marah kepada Eva, karena membela Aruna. Beliau akhirnya berangkat sendiri ke rumah sakit.

"Mah, laper," ujar Aruna sambil memegangi perutnya.

"Kenapa tidak makan di luar, Runa! Kamu tau kan, kalau Mamah paling males masak," jelas Eva.

Sambil mengerucutkan bibirnya, gadis itu menuju ke dapur untuk mencari makanan. Di dapur hanya tersedia telur mentah, dan sayuran mentah. Ia hendak menggoreng telur, setelah meletakkan wajan di atas kompor ia bingung harus berbuat apa lagi. Aruna membuka ponselnya, dan melihat tutorial cara menggoreng telur.

"Mamah, tolong!" teriak Aruna ketika memasukkan telur ke dalam wajan yang diisi minyak terlalu banyak, dan dalam keadaan panas.

Eva lari ke dapur dengan cepat, ia langsung mematikan kompor dan mengangkat telur yang sudah berubah warna hitam pekat karena gosong.

"Runa, kamu bisa masak tidak!" bentak Eva menatap tajam putri kesayangannya.

"Emang Mamah, pernah ngajarin Runa masak? Gak kan!" kata Aruna dengan keras.

"Peralatan masak Mamah jadi hitam begini! Kalau tidak bisa ya tanya, jangan diam aja!" marah Eva.

Aruna melemparkan wajan gosong ke tong sampah, karena Eva menyuruhnya untuk mencuci. Gadis itu mengatakan akan menggantikan wajan dengan yang baru.

Keesokan harinya Claudia sudah diperbolehkan pulang, keadaannya sudah membaik seperti sedia kala. Rayhan memperlakukan Claudia dengan baik, ia juga membuatkan Claudia sarapan dan membantunya minum obat.

"Seharusnya Mamah, yang merawat Claudia," kata Papah Andi di sela-sela sarapan pagi. Eva tidak memasak, mereka sarapan dengan roti tawar dengan selai seadanya.

"Gak, Pah! Mamah tidak mau tertular miskin!" tegas Eva.

"Claudia menantu kita, Mah. Bagian dari keluarga kita juga," terang Papah Andi.

Eva terdiam mendengar ucapan suaminya, ia melanjutkan mengoleskan selai coklat ke roti tawarnya.

"Pagi ... Papah," sapa Aruna langsung memeluk Papah Andi.

"Mamah gak disapa nih," sinis Eva melirik ke arah Aruna dan Papah Andi.

Aruna langsung menuju ke arah Eva, ia langsung mencium pipi Mamahnya itu. Ketika melihat Rayhan yang baru datang, dengan membawa piring kotor gadis itu langsung menghampiri kakaknya. Bisa-bisanya Aruna menasehati Rayhan, agar memilih istri yang benar. Hal itu membuat Rayhan marah.

"Aruna, kamu ini orang berpendidikan. Kenapa bicara seperti itu," tegur Rayhan sedikit kesal dengan adiknya. Ia berlalu begitu saja masuk ke dapur, dan mencuci piring kotor yang ia bawa.

Melihat Rayhan mencuci piring sendiri, Papah Andi menasehati Aruna agar ikut membantu Mamahnya. Eva tersenyum bahagia, sedangkan Aruna mengerucutkan bibirnya lalu berpamitan berangkat kuliah.

"Lihat kelakuan anak Mamah," kata Papah Hadi menatap kepergian Aruna.

"Maklum Pah, Aruna kan masih kecil. Belum tau gimana orang berumah tangga, nanti kalau sudah menikah sikapnya juga berubah," jelas Eva dengan santai.

"Papah gak mau tau! Mulai sekarang Mamah, harus mendidik Aruna agar sopan kepada kakaknya atau orang yang lebih tua!" tegas Papah Andi.

"Kok Mamah sih!" teriak Eva.

Papah Andi kemudian mengambil tasnya, lalu berangkat ke kantor.

Di dalam kamar Claudia merasa bosan, ia ingin melakukan aktifitas seperti biasanya. Berbaring terus di atas tempat tidur justru membuatnya merasa lelah, dan bosan.

"Sayang, kamu mau kemana?" tanya Rayhan saat melihat istrinya turun dari ranjang. Ia pun langsung mendekati, dan membantu Claudia.

"Mas, aku sudah kuat kok. Jangan terlalu khawatir," balas Claudia tersenyum.

Rayhan memeluk istrinya, ia juga mencium keningnya dengan lembut. Kasih sayang yang ia berikan begitu tulus, sehingga mampu membuat Claudia jatuh cinta.

"Lepaskan, Mas. Aku mau menemui Mamah," kata Claudia berusaha melepaskan diri dari pelukan Rayhan. Tapi, suaminya justru mempererat pelukannya.

"Sayang, maafkan Mas. Kalau kamu belum siap mempunyai keturunan, kita bisa tunda," ujar Rayhan membuat Claudia merasa bersalah lalu membalikkan badan, dan menatap suaminya.

"Mas, kenapa berbicara seperti itu. Aku siap mengandung anak kita, bahkan impian ku saat kita belum menikah," jelas Claudia meneteskan air mata. Dari awal tujuan Claudia mau menikah dengan Rayhan, untuk membangun rumah tangga yang penuh dengan kebahagiaan. Ia juga tidak mempunyai rencana untuk menunda momongan, justru yang ia harapkan bisa langsung hamil. Namun, semua berbeda dengan apa yang sudah direncanakan.

Rayhan meminta penjelasan kenapa Claudia, soal obat penunda kehamilan yang diminum istrinya. Tanpa Claudia sadari, itu semua menyakiti hati suaminya.

"Sayang, kamu tau gimana perasaan orang yang belum mempunyai keturunan. Mereka menginginkan seorang anak, bahkan dengan berbagai cara," ujar Rayhan dengan bijak.

"Iya, Mas. Aku sudah siap," ungkap Claudia tersenyum. Dalam hatinya sangat merasa bersalah, seharusnya membicarakan dulu dengan suaminya.

Rayhan sangat mencintai Claudia, makanya ia memilih untuk memaafkan kesalahan istrinya.

"Mas, ada yang ingin aku katakan. Tapi Mas, jangan marah ya," ucap Claudia menggigit bibir bawahnya, merasa ragu untuk mengatakan sesuatu yang ia pendam.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status