Share

Dilema Cinta
Dilema Cinta
Penulis: Buah_Kaktus

Prolog

“Cinta dan persahabatan bukanlah sebuah pilihan. Kita bisa memiliki keduanya bahkan kehilangan keduanya secara bersamaan.”

Anantya, dalam mencari jati dirinya hampir saja kehilangan keduanya yakin cinta dan persahabatannya. Geng “Trio Kwek-kwek” yang beranggotakan dirinya beserta kedua teman karibnya yakni Dewi dan Lusi sempat terpecah. Anantya dan Lusi mencintai seorang pria yang sama, Rendra seorang siswa baru juga merupakan tetangga baru Tya itulah yang menjadi salah satu sumber perpecahan persahabatan mereka yang dibangun sejak sekolah menengah pertama.

Rendra selaku anak baru di SMU Bhineka mempunyai teman karib, Dika yang merupakan teman pertamanya walau mereka tak duduk satu bangku.

Dika yang usil di kelas dan hampir selalu membikin gaduh suasana kelas pun seketika berubah 180°. Akibat terjadi konflik yang sama pula yakni tentang cinta pertamanya dan persahabatannya. Permusuhan Dika terhadap Rendra sempat meruncing hingga terjadi perkelahian

“Maksud loe apa ngasih uang ke adek gue?” Tanya Dika sembari menarik kerah baju Rendra.

“Sabar Bro, sabar... Gue gak ada maksud apa-apa, gue cuman kasihan sama adik lo,” Jelas Rendra.

“Keluarga gue tak butuh belas kasihanmu.” Dika emosi karena dan tidak ingin dikasihani.

“Terus mau loe apa?” Rendra menantang karena kesal juga dengan tingkah Dika akhir-akhir ini.

Tanpa disengaja ataupun reflek Dika menghantam muka Rendra. Terjadilah saling baku hantam antara kedua sahabat itu. Para siswa yang menyaksikannya pun ada yang bersorak dan ada yang berlari keruang guru untuk melaporkan kejadian tersebut.

“Sudah berhenti.” Pak Cipto selaku wali kelas melerai mereka setelah mendapat laporan dari salah satu siswa. “ikut ke kantor” lanjut perintah pak Cipto.

Merekapun berdua menuju kantor dengan wajah terdunduk. Setibanya di kantor mereka diinterograsi asal mula kejadian perkelahian tadi. Tapi mereka tidak menceritakan sebab masalah yang terjadi, mereka hanya meminta maaf dan tidak akan mengulang kembali.

“Baiklah kalau kalian tidak mau menceritakan mengapa perkelahian itu terjadi. Ini peringatan pertama bagi kalian, jika terulang lagi kalian akan dihukum bahkan diskors. Kalian mengerti,” ucap Pak Cipto tegas.

“Mengerti Pak,” jawab mereka kompak.

Namun, atas nasihat sang ayah, Dika mulai mengerti dan mengikhlaskan cintanya. Toh, cinta Dika pun bertepuk sebelah tangan, sang pujaan hati tak menyambut cintanya. Hingga Dika merelakan cinta pertamanya, dirinya lebih senang melihat senyum kekasihnya mengembang walau senyum itu bukanlah untuknya.

Tya yang dimusuhi Lusi pun kini lebih mengenal keagamaan dari sahabat barunya, Zulfa. Banyak perubahan yang ditimbulkan Zulfa terhadap Tya. Dari mulai cara berbusana hingga beradab. Berawal dari celotehan Tya yang tak sengaja terucap dan keluar dari bibir mungilnya.

"Asri tampak anggun yah setelah mngenakan kerudung?" celoteh Tya tatkala Zulfa berada disampingnya, telah usai ritual menghadap Sang Khalik.

Zulfa memulai membalas celoteh Tya dengan senyumannya, kemudian berkata, "Kamu mau mengenakkan hijab juga, Ty?"

Tya kaget dengan pertanyaan Zulfa, dirinya kini diam dan berfikir sejenak. Berfikir betapa ribetnya jikalau dirinya mengenakkan hijab. Membayangkan gerah jikalau rambut hitam nan indahnya tertutup sehelai kain itu.

"Hei, ko bengong?" tangan Zulfa mengibas ke wajah Tya. "Gimana?" lanjut Zulfa menyenggol bahu kanan Tya dengan bahu kirinya.

"Gak dulu dah," ucap Tya singkat diiringi dengan senyum manisnya.

"Hei, mengenakan hijab itu wajib loh, jadi bukan sekedar sunnah lagi. Tau kan bedanya?"

Pernyataan Zulfa membuat Tya tersentak, dirinya mengiyakan argumen yang dilontarkan sahabatnya itu, akan tetapi hatinya masih belum siap menerimanya. Tya beranggapan dirinya masih banyak kekurangan, malu jikalau mengenakan hijab.

"Tingkah laku gue masih jauh dari baik, malu lah Zul."

"Ini bukan masalah akhlak, apa kamu pikir diriku lebih baik darimu? Tidak, Tya. Semua orang punya kesalahan, dan jikalau mengenakkan hijab saja dirimu beranggapan harus suci dahulu, itu takkan terjadi," tegas Zulfa.

"Tapi, Zul."

"Udah, gak ada tapi-tapi."

Tya enggan berdebat dengan Zulfa, ingin menghindar namun Zulfa terus mencecarnya. Kini dibenaknya terbersit suatu alasan yang dianggapnya dapat mematahkan pendapat Zulfa, dengan mengatakan," Klo pke jilbab katanya susah cari kerja. Dulu juga ada tetangga gue, dia dulunya berhijab namun setelah bekerja dirinya melepaskan hijabnya. Dan aku tak mau seperti itu, Zul."

"Bekerja di mana? Apa kamu mengetahui betul bahwa dirinya melepaskan hijab karena pekerjaan atau keinginannya sendiri?"

Tya hanya diam membisu mendengar jawaban yang terlontar dari mulut sahabatnya itu. Tak disangka Zulfa begitu menganggap serius akan hal ini.

"Kenapa diam, Ty? Kalaupun dia tidak diperbolehkan berhijab ditempat kerjanya, itu pilihan dia, tetap dengan keyakinannya memakai hijab atau menuruti aturan Bosnya. Toh pekerjaan bukan disitu saja, itu kalau menurut aku." Zulfa mulai serius, menyakinkan bahwa anggapan Tya selama ini salah.

"Gue pikir-pikir dulu lah, Zul," jawab Tya, berharap menghentikan perdebatannya mengenai hijab dengan Zulfa.

"Aku tunggu loh jawaban kamu secepatnya."

Dan lagi-lagi persahabatan Tya diuji. Namun, kali ini Tya memilih tak memiliki keduanya dan menghindar jauh.

Akankah Tya dapat memiliki cinta berserta persahabatannya, walau entah kapan? Hanya waktu yang dapat menjawab.

Memang Tuk menikmati indahnya pelangi harus melewati hujan, bahkan kadang disertai petir dan badai.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Andrea Luna
Yuhhuuuu lanjooott
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status