Share

Pesona Pria Pindahan

Anantya Lestari Gunawan adalah nama panjangku, aku biasa dipanggil Tya. Namun, hanya Kak Andi, saudara laki-lakiku yang memanggilku dengan sebutan Brownies. Katanya biar hitam tapi aku manis seperti kue brownies kesukaannya. Dia orangnya sangat usil, jago basket dan sebenarnya banyak juga cewek yang naksir padanya, tapi entah mengapa sampai saat ini masih saja jomblo.

Oh, iya, aku punya sahabat kental yakni Dewi dan Lusi. Saking lengketnya, kami kemana-mana selalu menempel seperti perangko, makanya banyak yang menyebut kita seperti Trio Kwek-kwek.

🍂🍂🍂

Minggu pagi walau cuaca cerah, aku belum beranjak dari tempat tidurku. Seperti biasa memang aku sering bangun siang, apalagi sekarang hari libur sehingga ingin bermalas-malasan saja di kamar.

Sampai-sampai sinar mentari yang akan masuk pun takku ijinkan, terhalang oleh jendela yang berselimutkan tirai biru di kamarku. Namun, akhirnya aku pun beranjak dari tempat tidur, terpaksa membuka jendela.

Betapa terkejutnya aku saat membuka jendela, ingin sekedar menghirup udara pagi, disuguhi sosok pria tampan di balkon seberang. Pria itu begitu tampan, berkulit putih dan berambut rapi dengan gaya sempongan rambut ke kanan.

"Sejak kapan rumah itu ada penghuninya?" gumamku dalam hati sembari memandangi kamar di balkon sebrang.

Memang sudah dua tahun lebih rumah di seberang itu kosong tak bertuan. Lama juga ku mengamati pria itu, sampai lamunanku terbuyarkan dengan suara ponsel yang berbunyi.

 Trrrrt-Trrrrrt-Trrrrrrt

"Kan gue udah kasih tau, gue gak ikut," sahutku langsung saat mengangkat panggilan dari Dewi, sahabat kentalku.

"Ngga seru tau, kalau cuma berdua doang! Ngga ada lo. Aku jemput sekarang yah?" timpal Dewi diseberang telepon, langsung memutuskan sepihak sambungan telepon tersebut.

"Ih, rese dah. Ngga bisa apa sehari doang ingin malas-malasan di kamar!" kesalku, hingga memanyunkan bibir.

Seusai menerima panggilan tadi aku masih penasaran, celingukan mengintip dari balkon, mencari pria yang sedari tadi ku lihat.

"Mana tuh orang? Jangan-jangan bener itu penunggu rumah angker, baru gentayangan iihhh ...." gumamku sambil menggoyangkan bahu, seketika bulu kudukku berdiri.

Aku kembali ke tempat tidurku sambil menenteng novel yang akan ku baca, sesekali masih teringat, penasaran dengan pria yang ku lihat di balkon seberang tadi.

"Masa ada hantu ganteng seperti itu? Kayaknya ngga ada deh, apa itu malaikat? Soalnya ganteng banget hihihi ...." Aku bermonolog sambil tertawa cengengesan.

Aku kembali memperhatikan balkon dari atas kasur, teringat pria yang ku lihat tadi. Namun, tak berapa lama ku dikejutkan oleh teriakan Bu Mirna yang tak lain adalah mamahku.

"Tya, ada Dewi dan Lusi nih! Ayo cepat turun, Sayang," seru Mamah dari luar kamar, lumayan cukup membuyarkan lamunanku.

 

"Iya, Mah," sahutku singkat. "Ih, rese banget seh. Benar-benar rese dah!" lanjut aku bergerutu kesal.

Aku pun beranjak keluar kamar, turun melewati anak tangga dari lantai dua, langsung menuju ruang tamu, menemui mereka.

"Ada apa? Kan gue udah bilang lagi malas kemana-mana," kataku sambil duduk menyender di sova ruang tamu.

"Ayo lah, Ty. Kaga asyik kalo ngga ada lo. Ngga ada lo ngga rame!" ucap Lusi meniru salah satu iklan lawas.

"Iya, Ty. Ntar gue yang traktir dah," timpal Dewi ikut merayuku, sambil mengkerlipkan salah satu matanya.

 "Sejak kapan lo mau ntraktir kita? Yang ada itu, jajan lo kurang, terus ngembat jajan kita ya, Ty?" goda Lusi yang memang tahu Dewi sahabatnya itu doyan sekali makan.

"Ih, jahat banget. Emang gue serakus itu apa?" kata Dewi sambil memegang perutnya. "Eh, tau ngga?" lanjut kata Dewi.

"Kaga tau!" sahutku dan Lusi kompak sambil tertawa.

"Kemain Pak Dhe gue mampir terus ngasih uang jajan ke gue," jelas Dewi agak sedih karena diledekin aku dan Lusi.

"Ih, gemes dah. Udah gede juga masih dikasih uang jajan," kataku tertawa, masih meledek Dewi sambil mencubit gemas pipinya itu.

Dari dapur Mamah sudah selesai dengan masakannya. Beliau memang jago memasak, sampai aroma masakannya tercium hingga ke ruang tamu. Mamah pun menyuruhku dan teman-teman untuk sarapan.

"Tya, itu temennya suruh sekalian sarapan sini," seru Mamah dari dapur.

"Iya, Mah," sahutku lagi-lagi singkat.

"Eh, iya baunya harum banget. Nyokap lo masak apa, Ty?" tanya Dewi sambil mengendus hidungnya, mencari sumber aroma masakan Mamahku.

"Emangnya kalian belum sarapan apa?" tanyaku sambil mengajak kedua sahabatku itu ke ruang makan.

"Udah sih, Ty. Tapi nyium bau masakan nyokap lo jadi laper lagi nih," sahut Dewi yang masih terhipnotis dengan aroma masakan Mamah, tak ada yang mampu menolak kelezatan hasil tangan Mamahku.

"Klo gue belum, Ty. Lagi asyik milih baju malah disamperin, nih sama si gendut. Maksa buru-buru ke rumah lo, jadi belum sempat sarapan dah," ujar Lusi terlihat melirik Dewi.

Kami bertiga pun beranjak dari ruang tamu menuju ruang makan. Sesampainya di ruang makan kami disuguhi menu masakan Bu Mirna yang sudah terhidang rapi diatas meja.

"Ayo, ayo ambil piringnya. Tante masak sayur lodeh sama balado tongkol, suka ngga?" Sambut Mamah saat melihatku dan kedua temanku mulai masuk ke ruang makan.

"Suka, Tante. Harumnya aja sampai tercium ke ruang tamu," kata Dewi. "Aromanya itu begitu menggoda, Tante," lanjut kata Dewi yang terlihat sudah tidak sabar ingin melahab makanannya.

"Oh iya, tunggu sebentar. Masih ada perkedel jagung," ucap Mamah sumringah sambil beranjak menuju dapur.

Tak lama mamah kembali ke ruang makan, sambil membawa piring berisikan perkedel jagung yang tadi beliau tawarkan kepada Dewi dan Lusi.

"Loh, ko belum dimakan?" tanya Mamah. "Tya, temannya itu loh dilayanin. Ambilkan makanannya," lanjut Mamah sambil meletakkan perkedel jagung yang dijanjikannya tadi diatas meja makan.

"Iya, Tante. Kan lagi nunggu perkedel jagungnya," sahut Dewi yang sedari tadi tak sabar ingin melahab habis hidangan yang ada dihadapannya. Sontak seisi ruangan tertawa melihat tingkah Dewi.

"Ayo makan, ayo makan," ajak Dewi bak dia saja tuan rumahnya, sembari mengunyah perkedel jagung yang baru saja dicomotnya.

"Ih, nawarin. Emangnya lo tuan rumahnya?" ejek Lusi. "Sudah sarapan juga masih ngambil porsi kaya tukang macul," lanjut kata Lusi menggoda Dewi. Namun, tak dihiraukan Dewi, ia tetap saja sibuk dengan hidangannya.

"Udah. Udah, ayo ... kamu juga makan, Si." Aku mengambil piring lalu menyodorkannya pada Lusi.

Kami pun mulai sarapan bersama, setelah selesai kami menuju kamarku. Sesampainya di kamar, Dewi dan Lusi masih saja merayuku agar ikut jalan-jalan ke mall seperti minggu-minggu sebelumnya.

Aku yang sedang duduk ditempat tidur, sembari memegang novel yang sedari tadi ku baca, mengacuhkan kedua temanku yang masih saja berusaha menggoyahkanku.

Dewi menuju balkon, mungkin ingin sekedar melihat pemandangan disekitar rumahku. Tak lama dia histeris, dikejutkan pria tampan disebrang balkon yang tersenyum padanya. Dewi langsung menghampiriku yang masih asyik membaca novel, masih dengan kehisterisannya.

"Ya ampun, Ty. Siapa cowok disebrang kamar lo, Ty? Ganteng banget." Dewi masih dalam kondisi histerisnya. "Tau ngga? Tadi dia senyum sama gue. Duh jantung gue seakan ingin copot, saking gantengnya itu cowok," ucap Dewi tak henti memuji pria pindahan itu.

"Mana, Wi? Ngga ada? Ngarang lo! Lagian setau gue itu rumah ngga ada penghuninya," kata Lusi sambil celingukan mencari pria yang dilihat Dewi barusan, penasaran hingga keluar menuju balkon untuk memastikan.

"Masa ngga ada sih? Ada tadi ko, uuhhh gantengnya itu ngga ketulungan." Dewi masih teringat pesona pria diseberang balkon yang tersenyum padanya.

Tak lama Dewi baru sadar dan berkata, "Iya juga ya, rumah itu kosong? Lah terus yang tadi senyum sama gue berarti hantu penunggu rumah itu dong? ih, takut ...." Dewi memelukku.

"Ih, apa-an seh. Pagi-pagi ngomongin hantu. Ya, udah yuk kita berangkat, dari pada kalian rese di kamar gue. Sama saja ganggu gue yang lagi mau malas-malasan di rumah," ucapku sambil beranjak menuju ke kamar mandi.

"Nah, gitu dong," kata Lusi sedikit sumringah. "Cepat, Ty. Jangan lama-lama, ntar keburu siang. Panas kan," lanjut Lusi sambil berkaca membetulkan tatanan rambutnya.

to be continue,

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status