Home / Rumah Tangga / Dimanja Paman Mantan / Bab 2. Berhenti Menyukainya

Share

Bab 2. Berhenti Menyukainya

Author: Rias Ardani
last update Last Updated: 2025-01-10 04:34:28

Napasku memburu, aku nyaris kehilangan kesadaran, ketika bertemu teman- teman, yang rupanya memang tengah mencariku.

"Itu Oliv," pekik salah satu dari mereka.

"Astaga, dari mana saja kamu, Liv. Kami seharian cari kamu," sahut yang lainnya.

"Menyusahkan saja! Seharian kami sibuk mencari kamu, benar- benar menyebalkan ...." 

Aku tidak merespon apapun, selain terus menarik napasku berulang kali, sembari meraup udara dengan rakusnya. Karena aku benar- benar kelelahan berlari pontang panting dalam ketakutan.

"Lain kali jangan sok tau, ini tuh hutan lebat. Kamu bisa saja tersesat dan sulit ditemukan." Suara berat itu memicu perhatianku.

"Menyusahkan," lanjutnya.

Aku menatap ke arahnya. Dion dengan wajah masamnya, menatap juga ke arahku.

Hati ini berdenyut nyeri, ketika melihat ke arahnya. Dion berdiri dekat dengan Karina, wanita yang memang juga dekat dengan Dion. 

Padahal aku sudah melihat masa depanku, jika tetap menyukai lelaki ini. Tapi tidak mudah, membuang rasa suka menjadi benci, aku tetap merasa kesulitan mengendalikan perasaan ini.

"Jangan marah sama Olivia, teman- teman. Aku yakin, dia hanya ingin mencari perhatian Dion. Hanya saja, caranya benar- benar salah," sahut Karina dengan lemah lembut, memicu amarah teman- teman lainnya.

"Dasar sialan! Menyusahkan saja," maki mereka padaku.

"Sudahlah! Berhenti untuk berdebat, yang penting Oliv sudah ketemu," ucap seorang perempuan, yang kini berjalan cepat ke arahku.

"Olivia, sukurlah kamu tidak apa- apa. Ayo kita ke kemah! Kamu terlihat pucat dan berkeringat dingin," lanjutnya yang langsung memapahku.

"Makasih, Dinda," lirihku pelan. Dinda adalah teman sekelasku, sekaligus sahabat baikku.

Riuh suara cibiran teman- teman tidak aku hiraukan. Aku merasa terlalu letih dan tidak ingin berdebat juga.

Sesampainya di dalam tenda, gadis manis berambut keriting itu memintaku untuk rebahan. Sedangkan dia, nampak sibuk menyeduh teh hangat.

"Seharusnya kamu tidak melakukan hal bodoh itu, Olivia ...." 

Aku terdiam, mendengar celotehannya.

"Duduklah, dan minum dulu tehnya," pintanya, sambil memegang gelas.

Aku yang semula berbaring, pun berusaha duduk. Aku benar- benar merasa lelah dan pusing. Serta tubuhku masih terasa gemetar.

Aku menyesap teh hangat buatan Dinda.

"Aku tahu kamu begitu obsesi kepada Dion, dan semua juga tahu, Liv. Tapi please, jangan begini lagi, bahaya!" ujar Dinda, dengan raut wajah serius.

Aku sedikit bingung, mendengar ucapannya. 

"Dinda, maksudnya gimana?" Aku bertanya. 

Dinda menghela napas berat, dan nampak terlihat kesal kepadaku.

"Kita semua juga tahu, Karina adalah wanita populer di sekolah. Dan Dion, juga populer di sekolah. Mereka pasangan yang cocok, dimata teman- teman semua. Dan kamu, kapan kamu? Please Olivia, sampai kapan?" 

Terlihat sekali, Dinda mulai jengah dengan semua ulahku. Harusnya aku sadar sejak lama, perasaanku kepada Dion, hanyalah lelucuan dimata semuanya. 

Bahkan bukan cuma lelucuan, tapi lebih tepatnya tidak tahu malu. Sepertinya aku terlalu memaksakan kehendak.

"Aku akan berhenti menyukai Dion, Din." 

Seketika mata Dinda membola, mendengar ucapanku.

"Maaf jika ucapanku keterlaluan, Liv. Hanya saja, aku ---" Dinda terlihat tidak nyaman menatap ke arahku yang terdiam melihatnya.

Aku mengulas senyum.

"Tidak apa, aku tahu kamu peduli sama aku, Din. Aku yang bodoh, terlalu memaksakan diri."

Dinda tiba- tiba memelukku.

"Oh Tuhan, akhirnya wanita bodoh ini sadar juga. Semoga bukan bualannya," lirihnya sambil memelukku dengan erat.

Acara kemah dalam rangka perpisahan sekolah itu pun berakhir tidak menyenangkan.

Bahkan ketika upacara penutupan, lagi- lagi aku harus menghadapi rasa malu karena tingkahku sebelumnya.

"Teman- teman, aku disini cuma sebagai perantara. Ada seseorang yang ingin mengungkapkan cintanya, kepada lelaki pujaannya." 

Saka, dia adalah teman sekelasku, yang sebelumnya aku minta untuk membantuku mengungkapkan cinta pada Dion. Ini ungkapan cinta yang kedua, karena sebelumnya, Dion sudah pernah menolakku.

Namun kebodohanku yang dahulu, membuatku tidak ingin menyerah, dan terlalu percaya diri bahwa Dion akan menerimaku.

"Wah, apakah itu Olivia!!" seru teman- teman.

"Dia benar- benar wanita gila! Sudah tau Dion hanya suka pada Karina, tetap saja dia tidak menyerah," lanjut lainnya menimpali.

"Satu sekolah juga tahu, cuma Olivia yang gila pada Dion, sedangkan Dion?" 

Riuh tawa ramai menghinaku.

"Olivia! Ayo kemari, dan katakan pada mereka, bahwa kamu akan menyatakan cinta lagi pada Dion. Bukankah ini sikap seorang pemberani," ujar Saka, memicu keadaan dilapangan semakin ricuh.

Kumantapkan hati, kuhadapi dengan berani. Biar bagaimana pun juga, aku yang memulai, aku pula yang mengakhiri.

Aku berjalan ke arah Saka, diiringi riuh ucapan' ucapan tidak senang teman- teman, yang memang lebih mendukung Karina.

Aku kemudian berdiri, dihadapan banyaknya teman- teman.

"Maafkan tingkahku sebelumnya teman- teman. Mulai hari ini, dan seterusnya. Aku akan berhenti menyukai Dion, dan tidak akan lagi mengejarnya. Dan untuk Dion, maafkan semua tingkah lakuku selama ini, aku sudah sadar. Tidak semua hal, harus aku miliki. Setelah ini, aku hanya akan fokus pada pendidikanku, dan impian, terimakasih ...."

Dion hanya terdiam, berbeda dengan teman- teman lainnya. Mereka kembali ricuh membicarakanku.

"Sulit kupercaya."

"Apa benar ini Olivia? Wanita yang terobsesi pada Dion selama bertahun' tahun, dan kini sudah menyerah?"

"Ya, ini aneh. Setelah hampir mati ditelan hutan, rupanya dia sudah mulai sadar diri ...."

"Akhirnya si cantik ini sadar, bahwa dia bukan type Dion ...."

Dan banyak lagi, suara- suara sumbang yang tidak percaya dengan ucapanku barusan. 

Sebab sebelumnya, aku adalah orang yang begitu kekeuh mengejar cintanya Dion. Bahkan aku tidak segan- segan, memaki dan memarahi siapapun yang mendekati Dion.

Hanya saja, aku tidak bisa menyentuh Karina. Jika aku menyinggungnya, Dion akan marah padaku.

Acara penutupan pun selesai, dan kami semua akhirnya berkemas untuk pulang ke rumah masing- masing. Disaat aku dan Dinda berkemas, Dion datang ke tenda kami dan menarik tanganku.

"Trik apalagi yang sedang kamu mainkan?" ucapnya, dengan ekspresi wajah yang marah kepadaku.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dimanja Paman Mantan   TAMAT

    Bab87"Turun!" teriaknya lagi. Aku hanya terdiam, menatap dalam ke wajah wanita paru baya yang bergelar ibu mertua itu.Wanita yang sudah lupa asal- usulnya. Wanita yang seakan sedang berdiri tinggi di atas awan, padahal bukan siapa- siapa."Kamu tuli?" Dia kembali bersuara, dan dengan langkah yang semakin cepat, menuju ke arah kami semua berdiri."Berisik! Satpam, tahan wanita itu," tunjuk kak Dewa, ke arah ibu mertua.Seketika, wajah tua wanita itu terkejut."Kenapa saya ditahan? Memangnya kamu siapa. Ini hari penting untuk anak saya," ujar ibu mertua."Heh Mike, ngapain kamu duduk disitu?" tanya wanita itu, yang baru melihat ke arah Mike terduduk.Mike tidak menyahut."Davina? Ini ada apa, kenapa kalian berdua duduk di lantai?"Ibu mertua terlihat semakin bingung. Namun dia tidak bisa melangkah maju lagi, karena kini di hadapannya ada dua petugas keamanan menghadang."Anakku lelaki terhormat, dan menantuky wanita hebat. Apa yang telah kalian semua lakukan pada mereka? Apakah ini ul

  • Dimanja Paman Mantan   Bab86

    Bab86"Hei, Mike. Kenapa kamu jadi nyalahin aku begini? Kamu dan ibumu yang mau menghadirkan aku, dengan iming- iming karir yang melejit, apa kamu lupa? Kamu jangan coba- coba seakan akan aku yang salah. Padahal kamu dan ibumu, yang menipu Rosalinda.""Diam! Busuk, kamu jangan fitnah aku." Mike berteriak panik."Aku punya semua buktinya, Mike. Semua pesan singkat yang kamu kirim, nggak pernah aku hapus. Untuk apa aku fitnah kamu, akui saja, Mike. Jadilah lelaki kali ini," ujar Davina."Rosa, Rosalinda. Tolong sayang, percaya aku, oke. Dia yang merayuku lebih dulu, aku hanya cinta kamu, aku khilaf sayang." Kini Mike menatapku, dengan tatapan memohon. Dia masih terduduk di lantai panggung, tanpa berani mendekat lagi. "Khilaf?" Aku terkekeh, mengulang kalimat khilafnya."Iya sayang. Iya, aku khilaf. Kamu percaya kan, kalau aku hanya cinta kamu. Bukan dia!" tunjuk Mike ke arah Davina."Wanita murahan seperti dia, mana cocok sama aku," lanjut Mike, sembari merendahkan Davina.Tiba- tiba D

  • Dimanja Paman Mantan   Bab85

    Bab85"Siapa yang kamu katakan miskin?" Suara berat kak Dewa menggema. Aura nya menunjukkan ketegasan."Pak, jangan salah paham. Saya mengatakan wanita yang bersama anda itu, dia miskin dan tidak mempunyai keluarga.""Oh ya. Kamu beneran nggak punya keluarga?" Kak Dewa bertanya padaku. Tatapannya begitu penasaran dan cukup serius.Aku tersenyum."Ngapain ditanya, dia emang anak yatim piatu dari panti asuhan, orang tuanya tidak jelas. Entah anak hasil dari hubungan gelap, kita tidak pernah tahu." Davina bersuara lagi.Ucapan kasar dan pedasnya, membuat aku cukup terkejut, begitu juga dengan kak Dewa.Lelaki itu mengepalkan tinjunya, dan ingin sekali mengamuk."Ulangi sekali lagi," ujar kak Dewa, menatap marah pada Davina.Davina benar- benar menunjukkan wajah aslinya malam ini. Ucapan kasar dan pedasnya itu, mendapat dukungan dari Mike. Lelaki itu bahkan tidak menegur Davina sama sekali, dia membiarkan aku dihina wanita itu di depan umum malam ini.Kurasa, dia juga mungkin sudah menyera

  • Dimanja Paman Mantan   Bab84

    Bab84"Jadi, cuma kamu yang pantas?""Rosa! Aku dan Davina datang ke acara penting perusahaan, juga karirku. Kenapa sih kamu egois begini.""Ros. Siapa dia?" tanya kak Dewa. Dia memang tidak tahu, kalau lelaki di depan kami ini adalah Mike."Saya suaminya." Mike menyahut."Suami Rosa?" Kak Dewa memperlihatkan ekspresi terkejut. Namun detik berikutnya, terlihat wajah marahnya, yang membuatku seketika memegang tangan kak Dewa, memberinya isyarat untuk tenang."Kenapa? Anda tidak malu, membawa wanita bersuami ke acara ini?""Kalau Rosa istri anda, terus wanita ini siapa?" tanya kak Dewa dengan tenang."Ini bukan urusan anda, sebaiknya jangan ikut campur." "Oh ya. Oke." Kak Dewa memilih diam."Rosa, pulang. Jangan buat aku malu," pinta Mike."Kak, aku lapar," rengekku pada kak Dewa, dan mengabaikan titah dari Mike."Ayo." Kak Dewa tersenyum sembari memegang tanganku dengan sengaja."Rosa! Kamu benar'benar keterlaluan. Aku nggak akan maafin kamu," ujar Mike memberi peringatan.Aku dan kak

  • Dimanja Paman Mantan   bab83

    Bab83"Jika memang itu yang terbaik, mari berpisah, Mike. Kurasa, aku tidak kamu butuhkan lagi.""Mike, jangan emosi. Kasihan Rosalinda, jika kamu ceraikan dia, dia akan jadi pengemis nantinya," kata Davina, yang kini memegangi tangan Mike di hadapanku dengan berani."Aku tidak perduli, Vin. Dia sudah keterlaluan menghina kamu, aku nggak suka." Dua sejoli ini, berdrama di depanku, memuakkan."Aku nggak apa- apa, Mike. Wajar dia hina aku, karena aku tidak memiliki kejelasan status sama kamu.""Ceraikan aku dulu, baru kamu tuntut status," timpalku."Rosalinda. Kalau kamu terus melawan Mike, aku nggak bisa bantu lagi.""Memangnya kamu bantu apa? Bantu merusak, bukannya sudah tercapai?""Ros. Jaga ucapan kamu," bentak Mike lagi."Rosa. Aku tidak pernah ada niat merusak, aku hanya kasihan sama ibu, yang begitu ingin punya menantu karir sepertiku. Dan juga pengen punya cucu, karena aku tidak mandul gitu, Ros.""Kalau kamu peduli ibu, pinta saja sama Mike, untuk segera ceraikan aku, beres!"

  • Dimanja Paman Mantan   bab82

    Bab82"Kenapa diam?" tanyaku lagi, merasa mulai kehilangan rasa sabar."Tidak perlu teriak- teriak, Ros. Aku dan Davina memang dekat, apa salahnya?" "Ya, kalau cuma teman, kenapa harus dia yang kamu bawa?""Kenapa hal begini harus debat, Ros? Davina itu cantik, dia juga teman satu perusahaan sama aku. Aku nggak akan malu bawa dia, malah saling bangga."Aku mengernyit."Jadi, aku nggak cantik, nggak menarik dan tidak membanggakan?""Sudahlah, capek. Ngomong sama wanita pengangguran, tahunya cuma nuntut saja, capek."Aku tersentak, mendengar ucapan pedasnya. Tidak kusangga, ternyata dia mulai tega mengucapkan kata- kata yang menyakitkan. Andai saja dia tahu siapa aku, entah apa dia masih berani berkata remeh semacam ini."Wanita pengangguran? Banyak menuntut? Rupanya kamu benar- benar tidak layak di pertahankan.""Maksud kamu apa, Rosalinda? Bukannya bersukur, karena hidup denganku, kamu jadi enak. Punya segalanya, jauh dengan masa lalumu, anak yatim."Gila, benar- benar ucapannya sema

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status