Tiffany dan Sean tidak tinggal di rumah sakit terlalu lama. Setelah Sanny dan Conan pergi, Tiffany mengajak Sean untuk pergi makan."Nggak selera," kata Sean.Tiffany menggigit bibirnya dan mengayun lengan baju Sean dengan manja. "Nggak selera pun tetap harus makan. Kamu nggak lapar, tapi aku lapar. Kamu tega membiarkan istrimu kelaparan ya?"Saat mengatakan itu, Tiffany melirik jam tangannya dan melihat sekarang sudah jam sepuluh malam lewat. Setelah makan siang, Sean terus sibuk mengurus pernikahan Xavier dan sekarang masih berkata tidak memiliki nafsu makan. Bahkan orang sekuat besi juga seharusnya sudah lapar di saat seperti ini.Sean menatap Tiffany dengan tenang. "Kalau aku nggak salah ingat, ada seseorang yang makannya cukup banyak di pesta pernikahan tadi malam. Saat semua orang fokus memperhatikan pengantin pria dan wanita mengucapkan janji, si tukang makan itu malah lari ke meja makanan penutup dan makan banyak sekali. Setelah pesta selesai, dia makan satu paha ayam lagi. Set
Sanny menghela napas. "Nggak, aku harus katakan. Tiffany, sebenarnya kalau bukan karena aku, kamu dan Sean nggak akan berpisah lima tahun. Saat kalian janji untuk bertemu lima tahun yang lalu, aku yang menahan Sean. Aku bilang padanya kalau dia memilihmu, berarti dia mengkhianati orang tua dan Keluarga Tanuwijaya. Aku juga yang selalu mengawasinya dari kejauhan ...."Saat mengatakan itu, tatapan Sanny terlihat makin bersalah. "Saat itu, kondisi tubuhku juga nggak begitu baik dan dokter bilang aku nggak boleh emosi. Jadi, saat aku terus mengawasinya, dia nggak bisa memilihmu dan mengungkapkan isi hatinya padamu. Dia hanya bisa pura-pura di depanmu. Setelah kamu pergi, dia mencarimu seperti orang gila. Aku masih merasa semua itu salahnya.""Sampai ... aku mengenal Conan. Sekarang aku akhirnya mengerti. Sean nggak salah mencintai orang, kamu adalah gadis yang baik hati dan pengertian. Ibumu juga bukan orang jahat ...."Sanny menarik napas dalam-dalam, lalu kembali memberi hormat pada Tiff
Michael menyeringai dingin. "Bahkan aku, sepupu Sean, nggak bisa melakukan apa-apa. Kamu pikir kamu bisa?"Wanita berbaju merah itu mengembuskan asap rokok dengan elegan. "Kamu pasti tahu apa yang paling Sean pedulikan.""Kamu dan ayahmu bukan orang yang dia pedulikan. Jadi, apa pun yang kamu katakan, nggak akan ada gunanya."Wanita itu menatap Michael dengan tatapan datar. "Aku bukan di sini untuk mengobrol panjang lebar denganmu.""Aku hanya ingin tahu, apa kamu mau bekerja sama denganku? Aku bisa bantu menyelamatkan ayahmu, itu saja."Michael mengernyit, diam sejenak, lalu tersenyum getir. "Gimana aku bisa percaya padamu? Masa hanya karena kamu bilang bisa dipercaya, aku langsung percaya begitu saja?"Sejak matanya dibutakan oleh ayahnya lima tahun lalu, Michael bahkan tidak lagi bisa memercayai orang tuanya, apalagi pada wanita asing yang tak dikenalnya ini.Cathy tersenyum tipis. "Kamu hanya perlu jawab, mau atau nggak. Selebihnya setelah aku berhasil membawa ayahmu keluar, aku ak
Michael menggigit bibirnya. Begitu melihat Sean akhirnya membuka suara, dia segera mendekat dan berkata, "Sean, tolong anggap semua ini demi hubungan persaudaraan kita ....""Apa kamu bisa membuat orang tuaku hidup kembali atau membuat ibu Tiffany nggak terluka?"Michael tidak bisa berkata-kata. Sebenarnya sebelum datang ke sini, dia sudah siap jika dirinya gagal membujuk Sean. Hanya saja, dia tidak menyangka Sean benar-benar tidak menghargainya!"Sean." Sanny yang duduk di samping mengerutkan alisnya. "Kakakmu sudah memohon seperti itu, jangan terlalu keras padanya."Sean menyeringai dingin, lalu mengangkat kepala dan menatap Sanny dengan pandangan dingin. "Kalau Kak Michael memohon padamu, apa kamu akan setuju? Apa kamu akan memaafkan Ronny kalau dia memohon padamu?"Tiffany bisa mendengar jelas bahwa Sean benar-benar marah. Dia bahkan sudah tidak memanggil Ronny sebagai paman lagi, tetapi langsung menyebut namanya.Sanny menggigit bibir, diam sejenak, lalu menggeleng pelan. "Aku mem
Keluarga Tanuwijaya sudah datang?Tiffany mengerutkan alis, tak berani membuang waktu lagi. Dia langsung mengikuti Brandon pergi.Saat berbalik, dia sempat melihat Miska keluar dari ruang rawat dengan mata merah. Dia tak terlalu memikirkannya karena gadis polos itu memang sering berpikir macam-macam.Begitu tiba di luar ruang rawat Ronny, koridor sudah dipenuhi orang. Yang duduk di bangku panjang adalah Sanny, di sampingnya ada Conan yang menopangnya.Michael berdiri di sisi bangku, menunduk dalam diam. Di seberang bangku, Sean duduk dengan wajah penuh amarah.Sisanya adalah para pelayan senior Keluarga Tanuwijaya.Di sudut paling belakang, Lulu duduk santai di kursi, sesekali memainkan ponsel dan mengirim pesan kepada sahabatnya.Begitu melihat Tiffany datang, Conan langsung berdiri. "Dokter Ti .... Salah, salah. Aku seharusnya panggil namamu langsung. Kamu 'kan adik iparku."Conan tersenyum agak malu. "Akhirnya kamu datang. Tolong bantu kami bujuk Sean."Tiffany mengerutkan dahi, lal
"Kalau bisa, aku juga mau jadi temanmu," lanjut Tiffany.Jayla mencebik dan memutar bola matanya dengan pasrah. "Dibilangin kamu bodoh, kamu malah senang.""Aku sudah berteman sama Cathy selama belasan tahun. Aku baru bicara baik sedikit soal kamu, kamu langsung anggap aku teman? Nggak takut aku ini sebenarnya mata-mata Cathy?""Aku rasa dengan sifatmu, kamu nggak cocok jadi mata-mata." Tiffany tersenyum dan menatapnya. "Kamu bahkan nggak bisa pura-pura marah sekarang, jelas-jelas mau ketawa. Nggak ada bakat jadi mata-mata."Jayla termangu sejenak. "Masa?""Iya," jawab Tiffany serius. "Tatapanmu bilang sebentar lagi kamu bakal ketawa.""Hahahaha ...." Akhirnya, Jayla membuka hatinya dan tertawa lepas. "Ya sudah deh, nggak gangguin kamu lagi.""Terima kasih karena kamu dan suamimu bantu Keluarga Rimbawan menyelesaikan masalah sebesar ini di hari pernikahan.""Tadi ayahku langsung bawa Yerick dan Venus ke laboratorium. Dia curiga Yerick bukan anak kandungnya. Aku sih berharap Yerick buka