Dikarenakan sudah mengambil cuti selama dua minggu, Tiffany awalnya berencana untuk berangkat kerja lebih awal keesokan paginya. Namun, rencana selalu berubah dengan cepat.Setelah menahan diri berhubungan suami istri dengan Sean terlalu lama, malam itu semua tenaga Tiffany benar-benar dikuras habis Sean setelah kembali tidur di ranjang besar kamar tidur itu. Akibatnya, dia tidur nyenyak sampai keesokan siangnya. Saat bangun, dia melihat Sean sudah mengantar kedua anak ke TK dan sekarang sudah menindih tubuhnya."Sayang," panggil Sean.Mendengar Sean yang memanggilnya sayang dengan begitu mesra dan menindih tubuhnya, Tiffany langsung memiliki firasat buruk. Ternyata, firasatnya memang benar karena Sean sudah mulai olahraga paginya sebelum dia sempat bereaksi. Saat Sean akhirnya mengangkat tubuhnya yang lemas dari dalam bak mandi, waktu sudah menunjukkan jam sebelas siang lebih.Setelah susah payah mengambil ponselnya dan melihat jam, Tiffany langsung menjerit, "Sean, dasar berengsek!"
Saat mengatakan itu, Tiffany merasa makin sedih dan air matanya juga mengalir makin deras. "Aku tahu kamu juga mungkin ada saatnya merasa nggak tahan ... tapi kenapa kamu ...."Tiffany menyeka hidungnya dan berkata dengan terisak-isak, "Kamu pikir selama lima tahun ini aku nggak punya keinginan? Nggak punya kebutuhan seperti itu? Tapi, kalau orangnya bukan kamu, aku nggak akan melakukannya. Meskipun aku punya kebutuhan itu, aku tetap menahannya. Tapi, kamu bukan hanya mencari wanita lain, kamu juga melakukannya di atas ranjang ini ...."Ranjang ini memiliki begitu banyak kenangannya bersama Sean saat itu. Namun sekarang, membayangkan Sean bersama wanita lain di atas ranjang ini saja sudah membuatnya merasa sangat jijik. Mengapa Sean bisa melakukannya? Merasa makin marah saat memikirkannya, dia akhirnya mulai meronta. "Lepaskan aku! Aku ...."Sebelum selesai berbicara, Sean langsung mencium Tiffany dengan kuat. Namun kali ini, dia sama sekali tidak menikmati ciuman itu, melainkan terus
Tatapan Sean yang nakal membuat Tiffany kesulitan untuk berkata-kata. "Aku .... Bukan begini maksudku."Setelah mengatakan itu, Tiffany kembali mengatur kata-katanya sambil menggigit bibirnya dan mengernyitkan alis. "Maksudku ... kenapa kamu bisa menyiapkan ini di rumah?"Namun, saat secara refleks melihat ke dalam laci, ekspresi Tiffany langsung menjadi serius. "Kenapa ... segelnya terbuka?"Kotak di laci itu jelas sudah terbuka segelnya dan kurang beberapa buah juga setelah dikurangi dengan yang di tangan Sean, berarti Sean sudah menggunakannya sebelumnya. Hatinya langsung terasa dingin. Jika kotak ini bisa disimpan di meja samping tempat tidur, berarti memang Sean yang menggunakannya dan bukan milik orang lain. Jika itu memang milik Sean, Sean menggunakannya dengan siapa?Melihat tatapan Tiffany yang waspada, Sean yang langsung tahu apa yang dicemaskan Tiffany pun mengernyitkan alisnya. Dia tersenyum dan memeluk Tiffany. "Menurutmu, bagaimana aku menggunakan benda ini?"Tiffany meng
"Arlene dan Kakak juga akan belajar dengan baik di TK," kata Arlene.Tiffany dan Sean langsung terdiam.Arlo tiba-tiba berkata, "Ikut aku ke atas, jangan buat malu di sini."Arlene membalas, "Nggak mau. Aku mau berpelukan dengan Papa dan Mama."Arlo kembali berkata, "Baiklah. Kalau begitu, aku makan sendiri coklat dari Kakek."Melihat Arlo yang benar-benar naik ke lantai atas, Arlene segera mengejar langkah Arlo. "Huhuhu .... Kak, jangan lari. Arlene mau makan coklat.""Pelan-pelan!" teriak Rika yang segera mengejar kedua anak itu, lalu menggenggam tangan Arlene di tangga agar tidak jatuh.Tiffany yang duduk di sofa langsung tersenyum saat melihat putrinya yang begitu manis dan manja. "Si bodoh ini."Namun, Sean tiba-tiba tersenyum dan berkata dengan nada bercanda, "Sama sepertimu. Putri kita mirip denganmu."Tiffany cemberut, lalu menoleh dan hendak berdebat, "Aku sudah bilang aku nggak bodoh."Namun, Tiffany tidak menyangka jaraknya dengan Sean sudah begitu dekat sampai bibirnya meny
Arlene yang sedang digendong Sean pun cemberut dan berkata dengan nada lembut, "Papa, ada paman aneh yang mengikuti Mama sejak kemarin, dia bilang ada orang yang ingin bertemu dengan Mama. Saat itu Mama dijemput Kakek pergi, tapi tadi aku lihat dia masih mengikuti Mama di bandara."Setelah mengatakan itu, Arlene mengangkat tangannya yang lucu dan meletakkannya di wajah Sean yang dingin. "Papa, kamu harus melindungi Mama ya."Kata-kata Arlene membuat Sean mengernyitkan alisnya, lalu memalingkan wajahnya ke arah Tiffany untuk memastikan kebenarannya.Tiffany yang tidak memiliki pilihan lain lagi hanya bisa menggelengkan kepalanya dengan pasrah, lalu menganggukkan kepala untuk mengiakan. "Ya. Tapi, hari ini dia mungkin bukan untuk mengikutiku, hanya kebetulan saja. Dia bilang tuannya mengenalku karena dulu kami teman sebangku."Setelah mengatakan itu, Tiffany tersenyum dengan pasrah. "Aku nggak menanggapinya dengan serius. Saat sedang belajar di Kota Maheswari, teman-temanku semuanya pend
Karena pernikahan Xavier dan Miska sudah selesai dan Xavier sendiri juga sudah sadar, Tiffany berpikir dia harusnya bisa kembali menjalani hidupnya dengan baik. Bagaimanapun juga, dia sudah tidak masuk kerja di lembaga penelitian selama setengah bulan lebih.Namun, Tiffany tidak menyangka akan bertemu dengan pria berpakaian hitam yang semalam mencarinya di pintu keluar setelah pesawat mendarat di bandara Kota Aven."Nona Tiffany, kita bertemu lagi. Sungguh kebetulan," sapa pria berpakaian hitam itu sambil menatap Tiffany dengan tatapan yang tetap ramah."Kebetulan ya?" kata Tiffany. Dia tidak merasa pertemuan ini hanya kebetulan, dia pasti sudah diikuti.Pria itu tersenyum. "Nona Tiffany nggak perlu begitu waspada, aku datang ke Kota Aven hanya untuk mengurus tugas dari tuanku. Benar-benar hanya kebetulan."Setelah itu, pria itu tersenyum pada Tiffany. "Aku pergi dulu ya."Selesai mengatakan itu, pria itu langsung pergi meninggalkan Tiffany.Tiffany yang berdiri di tempat pun cemberut,