Share

Doni Kenapa?

"Makanya, kalau di chat itu dibuka. Kan gue udah bilangin dari tadi. Ada pangeran di belakang lo. Eh lo nya ngeyel," ceramah Nabila.

"Ya sory, lagian kan emang pelajaran pak Suwinto gak bisa berkutik, beb. Kagak berani lah gue lihat ponsel gue."

Ya, Lily sedang berteleponan dengan Nabila. Terang saja kejadian tadi membuatnya malu setengah mati.

"Itu si berondong yang tadi pagi kan? Suami lo?"

"Iye lah. Sapa lagi. Ya kali gue bawa cowok sembarangan di kamar."

"Bwahaha. Kali aja lo khilaf gitu. Btw, dia tadi imut banget tahu. Mana polos gitu mukanya, gumush, pengen nguyel-nguyel. Sumpah, gue pengen ngakak, tapi takut dosa."

"Sialan lu. Temen lagi sial malah di ketawain."

Nabila makin tertawa di seberang sana.

"Eh, tapi kayaknya itu bukan kosan lo kan? Apa jangan-jangan lo sekarang di rumah  Doni?"

"Gak. Ini apartemen."

"Wah gile. Mainnya apartemen cuy. Emang dia tajir banget ya?"

Lily mengangguk. Meski Bila gak bakal lihat juga.

"Kak, mau makan apa? Keluar yok,"

Lily menoleh. Mendapati Doni yang sudah rapi. Dia sudah mandi tadi.

"Emang gak ada sayuran apa. Masak aja lo," ujarnya sembari menjauhkan ponselnya dari telinga.

"Gak ada sayuran kak. Kan kita belum belanja."

Oh iya lupa.

"Terus?"

"Makanya makan di luar aja. Ntar sekalian belanja."

"Oke. Ntar. Jam tujuh sekalian. Gue juga belum mandi."

Doni mengangguk. Lalu rebahan santai di samping Lily. Lily memandangnya kesal iya, tapi kok gemes, pengen njitak maksudnya.

"Hallo.. hallo... Ly. Lo masih idup kan?"

"Eh, sory. Udah dulu ya Bil. Lanjut besok aja."

"Yaah.. padahal mau ngeledekin eh. Ya udah. Baik-baik ya ama dedek imut."

"Ih.. gilo!"

"Bye bye zeyeng."

"Iye kampret."

Klik. 

Nabila yang mematikan sambungan telpon mereka.

"Kenapa di matiin? Santai aja kali. Gue gak ganggu juga."

"Suka-suka gue lah. Lo juga. Udah rapi malah rebahan lagi."

"Suka-suka gue dong."

Lily mendengus, lalu beranjak dari ranjang dan menyambar handuknya. Mandi.

----

Pukul tujuh lewat sepuluh menit. Akhirnya, ngaret juga.

"Udah belum sih kak. Kayaknya dandan dari jam setengah tujuh tadi geh."

"Iye bawel. Sabar napa."

Doni menepuk dahinya. Kurang sabar gimana coba. Ini udah setengah jam lebih kali, dan Lily belum selesai-selesai juga.

Bosan menunggu, Doni memainkan ponsel. Membalas chat dari para selingkuhan dan selirnya yang mengantri. Maklum, itu hp tapi isinya kayak asrama putri. 

Jam setengah delapan tepat, barulah Lily selesai dandan. Dengan hati yang gondok tapi di sabar-sabarin, mereka turun ke lobi bawah. Lalu mengambil motor di area parkir. Melesat menembus gelapnya malam untuk mencari makan.

-----

"Dingin?"

Lily diam saja. Mengeratkan kedua tangannya saling bertaut.

"Makanya, udah tahu keluar malam pake motor, malah baju yang di pake kurang bahan."

Lily mendengkus pelan. Ya mana tahu dia kalau Doni bakal mengajaknya makan di luar seperti ini. Sebenarnya biasa sih baginya untuk makan di tenda-tenda pinggir jalan. Tapi kan, bareng Doni gitu loh. Kirain mau ke restoran, eh ternyata seleranya sama aja.

"Gue suka makan disini," ujar Doni seakan membaca pikiran Lily.

"Gak nanya," judes.

Doni malah terkekeh.

"Gue bosen makan di restoran. Kecuali emang kak Lily mau makan disana, ya ayuk. Kita bisa pindah sekarang. Mumpung makananya belum di santap. Perut masih kosong."

Gila nih anak emang. Mubazir banget. Udah terlanjur pesan juga.

"Gak. Disini aja. Lagian lidah gue belum tentu srek sama makanan restoran."

"Nah sip. Gue juga gitu. Enakan makanan jalan kek gini."

Lily tak menjawab lagi. Memilih konsen manahan dingin yang menusuk ini. Melirik cowok itu yang lagi-lagi dengan santainya mainan hp. Huh! Dasar gak peka. Setidaknya pinjami jaket kenapa.

Angin berhembus makin kencang. Dinginnya menusuk tulang. Apalagi Doni membawanya ke tenda warung makan yang dekat sungai. Maksudnya, warung ini diatur sedemikian rupa hingga ketika makan bisa sambil melihat pemandangan bulan yang memantul dia air mungkin. Kerlap kerlip lampu juga terlihat indah saat memantul di buih air sungai.

Tak lama kemudian pesanan mereka datang. Doni memesan pecel lele, sedangkan Lily memesan soto babat. Dia memang suka sekali dengan soto babat. Kebetulan bisa sekalian mengurangi dinginnya angin malam.

Tak terlalu ada obrolan diantara mereka. Karena sibuk menyantap pesanan masing-masing.

-----

Selesai makan, mereka langsung otw ke supermarket. Cari bahan makanan untuk beberapa hari ke depan.

Doni hanya mengikuti langkah mondar mandir Lily, di tangannya ia mendorong troly belanjaan. Capek ternyata nemenin cewek belanja. 

"Ck, lama-lama gue kayak suami beneran kek gini kak," keluhnya. Cukup lama mereka muter-muter, entah apa yang dicari Lily.

"Diem. Bringsik. Tinggal nurut aja napa. Lagian kalau lo yang belanja, bakalan gak beres juga."

Doni diam. Kalah debat sama cewek tuh.

Selain sayuran dan bumbu, Lily juga memasukkan sabun mandi, sabun cuci, odol, sikat gigi, shampo, lulur dan masih banyak lagi. Doni hanya bisa menghela napas pasrah.

"Bawa duit kan elo?" tanya Lily sembari menoleh ke Doni.

"Iye. Tenang aje. Gue bawa black card."

"Dih. Sok banget."

"Gak percaya. Nih!"

Doni mengacungkan kartu berwarna hitam yang sangat langka itu. Lily melongo. Segitu kayanya kah cowok ini.

"Kok.. lo bisa punya. Kan elo belum kerja?"

"Kata siapa? Gue belum kerja juga tapi saham otomatis punya gue. Gini-gini gue calon penerus perusahaan kali." Sombongnya, menepuk dadanya sendiri.

Lily mendengkus. 

"Oke deh. Serah. Oke kalau gitu. Makasih atas infonya."

Lily kembali berlalu. Kali ini yang diambil lebih banyak lagi. Jajanan cemilan yang bertumpuk-tumpuk. Cowok itu melongo. Eh, sumpah! Bukannya pelit. Ini nanti bawa pulangnya gimana?

------

Benar-benar. Belanja sama cewek emang menguras tenaga. Akhirnya Doni menyewa mobil untuk mengantarkan belanjaan mereka ke apartemennya. Sebenarnya Lily ingin ikut mobil itu sekalian, tapi Doni melarangnya.

"Enak aja. Berangkat bareng gue, pulangnya juga dong. Kagak mau lah gue sendirian."

"Tapi dingin Don. Gue gak bawa jaket."

"Ck."

Doni melepas jaketnya dan memakaikan ke Lily.

"Makanya, besok-besok bawa. Untung gue baik. Buruan. Naik."

Lily akhirnya menaiki boncengan motor gede Doni.

Kali ini tak ada lagi percakapan sepanjang perjalanan. Doni sempurna jadi pendiam.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status