Share

Doni Kenapa?

Penulis: FitriElmu
last update Terakhir Diperbarui: 2021-07-07 16:36:42

"Makanya, kalau di chat itu dibuka. Kan gue udah bilangin dari tadi. Ada pangeran di belakang lo. Eh lo nya ngeyel," ceramah Nabila.

"Ya sory, lagian kan emang pelajaran pak Suwinto gak bisa berkutik, beb. Kagak berani lah gue lihat ponsel gue."

Ya, Lily sedang berteleponan dengan Nabila. Terang saja kejadian tadi membuatnya malu setengah mati.

"Itu si berondong yang tadi pagi kan? Suami lo?"

"Iye lah. Sapa lagi. Ya kali gue bawa cowok sembarangan di kamar."

"Bwahaha. Kali aja lo khilaf gitu. Btw, dia tadi imut banget tahu. Mana polos gitu mukanya, gumush, pengen nguyel-nguyel. Sumpah, gue pengen ngakak, tapi takut dosa."

"Sialan lu. Temen lagi sial malah di ketawain."

Nabila makin tertawa di seberang sana.

"Eh, tapi kayaknya itu bukan kosan lo kan? Apa jangan-jangan lo sekarang di rumah  Doni?"

"Gak. Ini apartemen."

"Wah gile. Mainnya apartemen cuy. Emang dia tajir banget ya?"

Lily mengangguk. Meski Bila gak bakal lihat juga.

"Kak, mau makan apa? Keluar yok,"

Lily menoleh. Mendapati Doni yang sudah rapi. Dia sudah mandi tadi.

"Emang gak ada sayuran apa. Masak aja lo," ujarnya sembari menjauhkan ponselnya dari telinga.

"Gak ada sayuran kak. Kan kita belum belanja."

Oh iya lupa.

"Terus?"

"Makanya makan di luar aja. Ntar sekalian belanja."

"Oke. Ntar. Jam tujuh sekalian. Gue juga belum mandi."

Doni mengangguk. Lalu rebahan santai di samping Lily. Lily memandangnya kesal iya, tapi kok gemes, pengen njitak maksudnya.

"Hallo.. hallo... Ly. Lo masih idup kan?"

"Eh, sory. Udah dulu ya Bil. Lanjut besok aja."

"Yaah.. padahal mau ngeledekin eh. Ya udah. Baik-baik ya ama dedek imut."

"Ih.. gilo!"

"Bye bye zeyeng."

"Iye kampret."

Klik. 

Nabila yang mematikan sambungan telpon mereka.

"Kenapa di matiin? Santai aja kali. Gue gak ganggu juga."

"Suka-suka gue lah. Lo juga. Udah rapi malah rebahan lagi."

"Suka-suka gue dong."

Lily mendengus, lalu beranjak dari ranjang dan menyambar handuknya. Mandi.

----

Pukul tujuh lewat sepuluh menit. Akhirnya, ngaret juga.

"Udah belum sih kak. Kayaknya dandan dari jam setengah tujuh tadi geh."

"Iye bawel. Sabar napa."

Doni menepuk dahinya. Kurang sabar gimana coba. Ini udah setengah jam lebih kali, dan Lily belum selesai-selesai juga.

Bosan menunggu, Doni memainkan ponsel. Membalas chat dari para selingkuhan dan selirnya yang mengantri. Maklum, itu hp tapi isinya kayak asrama putri. 

Jam setengah delapan tepat, barulah Lily selesai dandan. Dengan hati yang gondok tapi di sabar-sabarin, mereka turun ke lobi bawah. Lalu mengambil motor di area parkir. Melesat menembus gelapnya malam untuk mencari makan.

-----

"Dingin?"

Lily diam saja. Mengeratkan kedua tangannya saling bertaut.

"Makanya, udah tahu keluar malam pake motor, malah baju yang di pake kurang bahan."

Lily mendengkus pelan. Ya mana tahu dia kalau Doni bakal mengajaknya makan di luar seperti ini. Sebenarnya biasa sih baginya untuk makan di tenda-tenda pinggir jalan. Tapi kan, bareng Doni gitu loh. Kirain mau ke restoran, eh ternyata seleranya sama aja.

"Gue suka makan disini," ujar Doni seakan membaca pikiran Lily.

"Gak nanya," judes.

Doni malah terkekeh.

"Gue bosen makan di restoran. Kecuali emang kak Lily mau makan disana, ya ayuk. Kita bisa pindah sekarang. Mumpung makananya belum di santap. Perut masih kosong."

Gila nih anak emang. Mubazir banget. Udah terlanjur pesan juga.

"Gak. Disini aja. Lagian lidah gue belum tentu srek sama makanan restoran."

"Nah sip. Gue juga gitu. Enakan makanan jalan kek gini."

Lily tak menjawab lagi. Memilih konsen manahan dingin yang menusuk ini. Melirik cowok itu yang lagi-lagi dengan santainya mainan hp. Huh! Dasar gak peka. Setidaknya pinjami jaket kenapa.

Angin berhembus makin kencang. Dinginnya menusuk tulang. Apalagi Doni membawanya ke tenda warung makan yang dekat sungai. Maksudnya, warung ini diatur sedemikian rupa hingga ketika makan bisa sambil melihat pemandangan bulan yang memantul dia air mungkin. Kerlap kerlip lampu juga terlihat indah saat memantul di buih air sungai.

Tak lama kemudian pesanan mereka datang. Doni memesan pecel lele, sedangkan Lily memesan soto babat. Dia memang suka sekali dengan soto babat. Kebetulan bisa sekalian mengurangi dinginnya angin malam.

Tak terlalu ada obrolan diantara mereka. Karena sibuk menyantap pesanan masing-masing.

-----

Selesai makan, mereka langsung otw ke supermarket. Cari bahan makanan untuk beberapa hari ke depan.

Doni hanya mengikuti langkah mondar mandir Lily, di tangannya ia mendorong troly belanjaan. Capek ternyata nemenin cewek belanja. 

"Ck, lama-lama gue kayak suami beneran kek gini kak," keluhnya. Cukup lama mereka muter-muter, entah apa yang dicari Lily.

"Diem. Bringsik. Tinggal nurut aja napa. Lagian kalau lo yang belanja, bakalan gak beres juga."

Doni diam. Kalah debat sama cewek tuh.

Selain sayuran dan bumbu, Lily juga memasukkan sabun mandi, sabun cuci, odol, sikat gigi, shampo, lulur dan masih banyak lagi. Doni hanya bisa menghela napas pasrah.

"Bawa duit kan elo?" tanya Lily sembari menoleh ke Doni.

"Iye. Tenang aje. Gue bawa black card."

"Dih. Sok banget."

"Gak percaya. Nih!"

Doni mengacungkan kartu berwarna hitam yang sangat langka itu. Lily melongo. Segitu kayanya kah cowok ini.

"Kok.. lo bisa punya. Kan elo belum kerja?"

"Kata siapa? Gue belum kerja juga tapi saham otomatis punya gue. Gini-gini gue calon penerus perusahaan kali." Sombongnya, menepuk dadanya sendiri.

Lily mendengkus. 

"Oke deh. Serah. Oke kalau gitu. Makasih atas infonya."

Lily kembali berlalu. Kali ini yang diambil lebih banyak lagi. Jajanan cemilan yang bertumpuk-tumpuk. Cowok itu melongo. Eh, sumpah! Bukannya pelit. Ini nanti bawa pulangnya gimana?

------

Benar-benar. Belanja sama cewek emang menguras tenaga. Akhirnya Doni menyewa mobil untuk mengantarkan belanjaan mereka ke apartemennya. Sebenarnya Lily ingin ikut mobil itu sekalian, tapi Doni melarangnya.

"Enak aja. Berangkat bareng gue, pulangnya juga dong. Kagak mau lah gue sendirian."

"Tapi dingin Don. Gue gak bawa jaket."

"Ck."

Doni melepas jaketnya dan memakaikan ke Lily.

"Makanya, besok-besok bawa. Untung gue baik. Buruan. Naik."

Lily akhirnya menaiki boncengan motor gede Doni.

Kali ini tak ada lagi percakapan sepanjang perjalanan. Doni sempurna jadi pendiam.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dinikahi Berondong Mesum   Last be Forever

    Rapat direksi berjalan lumayan alot. Menguras tenaga dan pikiran. Ditambah Farel yang meski berada di ruang ber-Ac merasakan panas dingin. Mungkin karena dia kepikiran yang di rumah. Beruntung presentasinya lancar. Mendapatkan aplouse dari yang lain. Kembali ke mejanya dengan gugup. Papanya menepuk pundaknya, mengacungkan jempol.Tak lama rapat selesai. Tapi masih dilanjut dengan obrolan ala-ala bapak-bapak khas. Farel bergerak gelisah. Dan rupanya itu disadari Dirga. Belum sempat Dirga mengatakan sesuatu, ponselnya berdering."Ah, maaf. Ada panggilan."Pak Manaf mengangguk.Dirga berjalan agak menjauh."Halo sayang--""Farel ada sama kamu kan?""Em, iya. Kenapa?""Cepat ke rumah sakit. Hana akan melahirkan."Dirga terkejut. Menoleh ke arah Farel. Pantas saja putranya sedari tadi gelisah."Oh, oke. Segera."Telpon dimatikan. Dirga segera menghampiri Farel."Segera ke rumah sakit. Istrimu mau melahirkan."Mulut Farel ternganga, tapi dia malah bingung."Tunggu apalagi. Ajak mertuamu, na

  • Dinikahi Berondong Mesum   Menunggu Hadirnya

    Beberapa hari kemudian, Farel sudah boleh dibawa pulang. Merayakan kepulangan Farel dengan mengadakan pesta kecil-kecilan. Tentu hadir juga David dan keluarga Billa.Disela obrolan itu Bram mengomeli Farel karena dikiranya selingkuh dengan wanita waktu itu. Untung saja Bram belum mengatakan pada yang lainnya. Hanya dia pendam sendiri. Dan setelah tahu kenyataannya, dia lega. Yang paling membuat terkejut adalah pernyataan Billa, bahwa Yulia adalah putrinya dengan pria brengsek waktu itu. Dia tahu karena melihat berita yang ramai dibicarakan di televisi dan portal berita online lainnya. Menelisik asal negara dan nama ayahnya, Billa yakin, Yulia itu benar putrinya. Tentu saja itu menggemparkan. Mereka jadi tak enak pada Billa. Tapi Billa bilang tak apa. Mungkin karena didikan ayahnya sehingga Yulia seperti itu. Billa sendiri nanti rencananya akan menemui Yulia saat kondisi sudah kondusif.Pesta dilanjut dengan kecerewetan dari Devan. Dia memang mood booster. Tahu sendirilah, keturunan D

  • Dinikahi Berondong Mesum   Tetaplah Disini

    Kenapa harus ada session rumah sakit lagi untuk kisahnya? Dan kali ini pun, pria itu yang terbaring di ranjang pesakitan. Hana menggenggam tangan Farel. Beberapa jam yang lalu, Farel memasuki ruang gawat darurat untuk mengeluarkan peluru di pinggir punggungnya. Untung saja tak sampai tembus mengenai organ dalamnya. Tapi yang namanya peluru panas tetap saja membuat korbannya terbaring tak berdaya. Kini Farel dipindahkan di ruang yang sama dengannya. Frans mati di tempat akibat tiga peluru yang dia tembakkan. Sedang Yulia kini juga dirawat di ruang yang berbeda. Wanita itu rupanya tahan banting. Devan, David dan papanya mendapat perawatan ringan atas luka yang mereka peroleh dari hasil gulat dini hari tadi. Sedangkan kawanan penjahat lain berhasil di ringkus polisi. Termasuk penjahat yang hanya memakai celana dalam itu. Dia terbangun bingung saat mendapati keadaannya yang memalukan.Sampai saat ini, Hana masih tak paham dengan yang dilakukan Farel. Kenapa pria itu datang bersama yang

  • Dinikahi Berondong Mesum   Jangan Pergi, Farel!

    "Dor! Dor!"Langkah Farel terhenti. Terkejut. Devan segera menariknya ke tempat tersembunyi."Van, siapa?"Devan menggeleng. Tatapannya awas. Mencoba bersikap tenang. Suara ini masih di dekat sini. Jantungnya berdegup kencang. Terpikirkan keberadaan papanya. Ck! Harusnya dia tadi bersama papanya. Tapi, ah...Totalnya ada empat orang yang berhasil mereka lumpuhkan tadi. Jadi, sebenarnya ada berapa orang yang ada disini.Sebuah bayangan hitam berkelebat melewati mereka. Secepat kilat Devan merebut pistol dari tangan Farel. Bersiaga. "Om! Cari keberadaan Farel!"Astaga! Itu, David. Spontan Devan keluar."Bang David."Sontak bayangan itu menoleh."Farel?"Farel muncul.Baru saja David hendak berkata, terdengar suara lain."Itu mereka!"Suara tembakan kembali terdengar. Secepat kilat mereka merunduk mencari tempat aman. "Brengsek! Sial! Dimana curut-curut itu!"Degh!Farel tersentak. Dia tak asing dengan suara itu. Mirip dengan pria yang mendorongnya ke jurang itu. Pria yang bersama deng

  • Dinikahi Berondong Mesum   Upaya Penyelamatan

    Sebuah gudang bekas pabrik lama. Di ruangan yang samar akan penerangan. Sesosok wanita tertunduk dengan kaki dan tangan yang diikat. Mulutnya tersumpal plester besar. Dia masih pingsan akibat bius yang terhirup olehnya beberapa jam yang lalu. Ada dua penjaga yang bersiaga di luar pintu.Sementara di ruangan yang lain, tiga orang pria dan satu wanita tengah menikmati minuman keras di hadapan mereka."Brengsek! Dia masih belum sadar juga?" Wanita itu berkata."Sepertinya kalian tadi memberinya bius terlalu banyak," tukas sang pria."Sory, boss. Dia memberontak kuat. Jadi terpaksa," ucap salah satu dari dua orang yang lain itu. Menuangkan isi botol ke gelas yang diacungkan oleh pria itu."Argh! Aku gak sabar buat nyiksa dia. Frans, ayo kita kunjungi dia sekarang.""Tapi dia belum sadar sayang...""Akan kubuat dia sadar. Ayo! Tanganku sudah gatal menyiksanya."Frans tersenyum. Membelai pipi wanita itu. Lalu mengecup bibirnya singkat."Kau ini bernafsu sekali, hmm? Baiklah, ayo."Keduanya

  • Dinikahi Berondong Mesum   Jebakan

    Pukul setengah sembilan malam saat dia memutuskan pergi. Belum terlalu malam, tapi mama dan papanya juga sudah pergi tidur. Dengan mengendap-endap, Hana menuruni tangga, membuka pintu depan, dan menutupnya kembali.Angin dingin langsung menerpanya. Untung dia memakai sweater yang lumayan tebal. Juga syal merah jambu yang dia lilitkan di lehernya. Dan juga topi rajut menutupi rambut dan telinganya. Mendongak ke langit, gelap. Bahkan tak ada bintang yang tampak. Wajar saja mendung. Anginnya saja dingin luar biasa.Nekat, Hana melongok ke pos satpam. Aman. Mungkin pak Dito sedang di dalam. Mengendap-endap dia membuka gerbang, dan menutupnya lagi. Bergegas mencari tempat aman.Dia sudah memesan taksi online dari aplikasi di ponselnya. Hanya saja taksi pesanannya belum datang. Wanita itu melongok ke arah jalanan dengan tangan dimasukkan ke dalam saku. Menghalau dingin yang teramat menusuk. Menyesal, kenapa dia malah hanya memakai sweater, bukan langsung jaket. Tahu dinginnya begini, dia p

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status