Share

Tuyul Ganteng

Keasyikan mabar memang melupakan segalanya. Doni, si berandal itu juga sama saja. Dia kalau sudah mabar, lupa waktu, lupa keadaan dan yang pasti sekarang lupa status kalau udah punya istri.

Detak jam mengisi kekosongan apartemen. Tak ada ocehan, omelan, atau kebawelan Lily yang biasanya mampir di telinga Doni. 

Seakan tersadar, Doni menghentikan mabarnya. Melihat jam di gawainya yang sudah menunjukkan angka empat dan dua puluh. Sudah sore ternyata.

Tapi tak ada suara Lily sedari tadi. 

Doni mengernyitkan dahi. Dia beranjak dari berbaringnya dan mencari Lily. Kan gak lucu kalau istrinya yang lebih tua itu hilang di hari pertama mereka pindahan.

Dengan mulut menguap dan mata pedas karena mantengin ponsel mulu, dia keluar dari kamar yang langsung berhadapan dengan ruang tengah. Netranya menangkap sosok yang meringkuk di sofa ruang tengah.

"Ckck. Tidur disini ternyata," gumamnya lalu menghampiri Lily.

Bukan untuk membangunkan. Doni malah duduk di sofa sebelah yang kosong. Menatap lekat wanita yang resmi menjadi istrinya sejak kemarin itu.

Doni tidak menyesal karena telah menolong Lily, hingga berakhir dinikahkan seperti ini. Dia tidak pernah masalah dengan sebuah pernikahan. Selama itu tidak mengganggu kegiatan pribadinya, it's okey. Hanya Doni malah kasihan dengan Lily. Pasti Lily menyesal sudah menikah dengan berandal seperti dirinya.

Ia singkirkan  rambut yang menutupi wajah Lily. Gadis itu tidak terganggu sama sekali. Masih dengan molornya. Pantas saja gadis ini hampir di perkosa. Orang tanpa obat tidur saja tidurnya kayak orang mati, apalagi ditambah obat tidur. Sempurna jadi orang mati mungkin.

Malam itu, Doni sedang ke club bersama teman-temannya. Biasalah, buat bergaya saja. Karena dia juga tidak minum alkohol, tubuhnya menolak minuman keras itu. Dia sering ke club sebagai hiburan dan menuruti ajakan teman. Meski di ledek karena tidak bisa minum, baginya tidak masalah. Yang penting ikut happy. Bodo amat dengan urusan mabuk. Baginya gak keren juga. Malah lucu dan ilfeel melihat temannya yang kalau sudah teler omongannya ngelantur ngalor ngidul.

Doni ke kamar mandi untuk membasuh wajahnya. Saat itulah, dia melihat wanita yang di kenalnya. Wanita yang mengusirnya kasar saat sedang bersama Arin. Gadis iti tidak menyadari kehadirannya, memegang kepalanya dan berjalan sempoyongan. Masih Doni pantau.

Hingga seorang pria gendut bertato melihat gadis itu dengan tatapan mesumnya, lalu merayu dan merangkul Lily. Meski setengah tak sadar, Lily masih melakukan perlawanan. Tapi apalah dayanya. Kekuatannya kalah besar. Akhirnya dia di bawa ke sebuah kamar.

Doni acuh saja. Lagipula dia punya sedikit dendam dengan gadis itu. Biar tahu rasa saja karena pernah cari masalah dengan Doni Renggana Digda.

Dia menggendikkan bahu tak peduli dan melanjutkan langkahnya ke kamar mandi. Baru juga dua langkah, dia berubah pikiran. Doni berbalik cepat dan mendobrak pintu kamar sekuat tenaganya. Menggagalkan aksi si gendut mesum.

Meski pada akhirnya dia sempat menerima bogem mentah, tapi setidaknya dia berhasil menyelamatkan keperawanan seorang gadis. Yang sialnya malah kini jadi istrinya. Eitss lupa, itu tidak masalah.

"Mau pindah tidur disini?" ujar Doni saat dilihatnya Lily membuka matanya. Terang saja gadis itu kaget mendapati wajah Doni yang begitu dekat dengannya.

"Nga-ngapain lo."

"Ck. Tadi ada nyamuk. Mau gue geplak eh kamunya bangun."

Lily mendecak. Dia buru-buru duduk. Doni sendiri sudah kembali duduk di sofa.

"Jam berapa?"

"Jam lima mungkin," jawab Doni asal.

"Shit! Kenapa gak bangunin gue dari tadi dodol! Gue ada jam sore!" pekik Lily dan bergegas ke kamar mandi, meninggalkan Dodi yang hanya menggendikkan bahu.

Lily merapikan rambutnya asal. Dengan mata yang masih menampakkan bangun tidur dia mantengin laptopnya. Untung aja pake zoom, jadi tidak terlalu terlambat untuk datang ke kampus. Dia terlambat lima menit. Karena jadwalnya adalah jam empat lewat empat puluh.

Doni mondar mandir di belakang Lily. Entah apa yang dikerjakannya atau cuma sekedar pengen nampang. Lily masih tidak menyadarinya, dia konsen menyimak materi yang disampaikan dosennya.

Sedari tadi ponselnya bergetar tapi dia abaikan. Pak Suwinto ini tidak suka jika sedang menyampikan materi ada yang mengganggunya. Bahkan mungkin jika itu denging nyamukpun akan dia marahi.

"Lyliana Devita, itu adek kamu tolong suruh minggir dulu," ujar pak Suwinto.

"Maaf pak, saya gak punya adek."

"Terus yang dibelakangmu itu siapa? Tuyul?"

Lily menoleh, tersentak menyadari ada kunyuk yang dengan santainya bersandar di pintu dan makan snack. Dia memejamkan matanya menahan emosi.

"Minggir dodol!"

"Devi, berbicara dengan yang lebih muda harus lebih sopan."

"Ba-baik pak." 

Dapat ia lihat raut wajah teman-temannya yang menahan ketawanya tapi tak berani. Sungguh, wajah Lily merah sekarang. Dia malu. Untung saja pak Suwinto tidak mengira Doni sebagai pacarnya, bisa tambah berabe.

"Gue bilang apa, minggir!" Bisiknya super pelan dengan isyarat tangan mengusir.

Doni nyengir dan menyingkrih dari peredaran aplikasi Zoom.

"Lain kali tolong pintunya di kunci. Jangan sampai ada yang mengganggu jam pelajaran saya."

"Baik pak." Ujarnya sembari menampilkan fake smilenya. Dalam hati Lily merutuki Doni. Kampret sekali anak itu, membuatnya menahan malu disisa jam pelajaran pak Suwinto. Mana cuma pake kolor pendek dan kaos pendek, rambut acak-acakan. Makin kayak anak ilang.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status