Andhika tak punya perasaan. Ia lantas menghampiri ibunya di ruang tamu sambil melempar tinggi ponsel milik Suci. Ibu Marlina keheranan dengan sikap putranya yang kaku itu.
"Keputusan kamu udah direncanakan?"
"Mama, sudah aku bilang. Aku nikahi dia sementara waktu. Kabar tak sedap sudah merambah negara ini, bahkan netizen sialan ngasih komentar seenaknya tanpa tahu kebenarannya. Ini semua demi nama baik keluarga kita, kalau nama keluarga Sanjaya sudah bersih baru aku ceraikan Suci," terang Andhika.
"Well, kamu sudah besar. Mama izinkan kamu menikahi dia tapi mesti ada tanggung jawab juga. Berapa lama kira-kira jangka waktu pernikahan kalian nanti?"
"Kalau namaku sudah bersih. Besok aku undang sejumlah wartawan bayaran, biar mereka yang posting juga memoles berita sedemikian rupa bahwa Andhika Sanjaya adalah orang yang mulia."
"Mudah-mudahan kamu betah di sini, ya. Juga mau mengakui Putri layaknya anak kandung sendiri, mengenai Andhika mungkin perlu waktu buat jadi suami yang baik," kata ibu Marlina, mertuanya. "Aku juga berusaha jadi istri dan ibu yang baik, mah. Mudah-mudahan Putri suka, yang aku perhatikan dia anak yang kreatif jadi jangan aneh kalau mas Andhika hobinya marahin dia terus, karena Putri dianggap anak nakal," terang Suci. Suci baru saja selesai masak, ia menaruh semua hidangan itu di meja. Pak Adi baru saja menghampiri mereka, langsung menyambangi cucunya yang tengah duduk memandang makanan. Lalu beliau menyalakan televisi yang letaknya di dapur dan sebuah berita yang tak disangka-sangka mereka saksikan. Berita itu tayang di acara televisi swasta dan reporter mulai berbicara. "Pewaris Sanjaya Group telah resmi menikahi wanita yang sem
"Salim dulu sama opa, oma juga Papa," pinta Suci. Gadis kecil itu menuruti. Satu persatu tangan orang tua ia cium dan kemudian pamit untuk pergi ke sekolah. Dan yang terakhir Suci mencium tangan suaminya sembari tersenyum merekah. Sedangkan Andhika masih menatapnya dengan wajah suram namun hatinya tertegun. Tak disangka semalam suntuk mereka berperang tapi pagi ini istrinya sudah beramah tamah. "Hati-hati di jalan, jagain Putri, ya." Andhika lantas pergi ke kantor dengan ayahnya. Suasana begitu dingin tak mau saling sapa meski satu mobil. Kemudian Andhika menyapanya lebih dulu untuk mencairkan suasana. "ART kita kapan kembali ke rumah?" "Cuma ibu kamu yang tahu," jawabnya singkat. Saat tiba di kantor, beliau dijemput oleh ke enam bodyguard. Namun tidak hanya itu, par
Andhika langsung menunjukan bahasa tubuhnya yang seolah keberatan dengan siasat yang hendak dilakukan Sofyan. Apalagi dengan melihat Suci yang saat ini wajahnya lebih cerah dari sebelumnya. "Apa tujuannya?" Tanya Suci. "Mungkin ini akan membuat perasaan Pak Andhika sedikit risih, tapi saya dan asisten sudah punya ide ini sejak tiga hari yang lalu. Mudah-mudahan Pak Andhika tidak keberatan," jawab Sofyan. "Aku pesankan kopi dulu buat kamu, ya? Tunggu sebentar saja," kata Suci tersenyum. Keramahannya dan rasa cintanya pada Sofyan belum luntur meski telah dinikahi oleh orang yang sepuluh kali lipat lebih dari detektif tersebut. Dengan setulus hati ia rela mengambilkan tiga cangkir kopi, meletakannya di hadapan masing-masing. "Kita bisa panggil pelayan, kan!" Kata Andhika ketus.
"Lihat, mas. Istrimu rela disentuh pria lain," kata Indah memanasi perasaan Andhika. Andhika turun tangan, lalu ia melepaskan tangan Sofyan yang tengah merangkul badan Suci. "Pak Andhika, wajar jika saya menolong Suci, kalau tidak. Mungkin saja anak Anda juga ikutan jatuh, suami macam apa kamu!" "Anda datang ke sini untuk membahas masalah nenek saya yang belum kelar, bukan memanasi perasaan saya!" "Siapa yang memanasi! Jelas Anda bukan suami yang bertanggung jawab pada keselamatan Suci." Sofyan mengelak. "Anda boleh menyentuh Suci jika kontrak pernikahan kami sudah habis," tukas Andhika. Suci tercekat. Batinnya mulai kalut dan gusar. Hatinya tercabik-cabik setelah suaminya melontarkan kata-kata yang menyakitkan. "Nikah kontrak? Apa tujuan kamu, mas!"
Saat di kantor kepolisian. Doni hendak berdiskusi dengan atasannya. Dia membawa laptop beserta camera yang selalu eksis menggantung di lehernya. "Kenapa kamu kelihatan cemas begitu? Patah hati, ya?" Tanya pria berwajah tampan tapi tampang preman itu. "Mana rekaman video itu? Biar kita cek berdua, tapi ini rahasia. Aku baru saja menemui beberapa orang terdekat keluarga Sanjaya. Teman, orang tua, istri, anak dan juga--" "Istrinya kan Suci?" "Kenapa?" Doni bergegas membuka laptop dan menunjukan hasil rekaman video tersebut. Yang pertama kali tampil adalah layar hitam putih. "Ini lokasi kawasan rumah sakit," kata Doni. Ia menunjuk ke jalan lurus di mana ada restoran tempat Suci bekerja dulu. "Ini diperkirakan TKP, kita lihat sebentar lagi." Dari rekaman
Indah bergegas pulang ke rumahnya di malam hari. Dalam kondisi lelah, ia tiba di rumah dan disambut oleh ibunya sendiri. Namun, Indah terkesan kurang bahagia. Ia menyimpan mobilnya di halaman rumah dan meninggalkan kuncinya menggantung di dalam mobil pribadi berwarna silver itu. "Eh, kamu kok gak biasanya lesu begini? Udah dapet pasien galak, ya?" Tanya Ranti, ibu kandungnya. "Mama, aku lelah. Mau tidur aja! Badanku kayak remuk begini, jadi please jangan ajak aku ngobrol dulu," keluh Indah. "Hei, tadi siang ada cowok nanyain kamu, dia ke rumah. Namanya Andra," ungkap beliau. Indah terkejut. Batinnya panik. "Dia gak ngapa-ngapain Mama, kan? Gak macam-macam di rumah ini?" "Enggak, cuma ya penampilan kayak preman terus orangnya songong. Mama kira dia pacar baru kamu, kalau saja beneran, ogah ngas
Suci hendak menidurkan Putri. Namun, tak biasanya Andhika sebagai ayah kandungnya mencium keningnya sebelum tidur. Tak ada sambutan hangat dari Putri, justru ia malah menatap heran pada ayahnya. "Tidur yang nyenyak, ya nak. Besok sekolah lagi," ucapnya. Putri yang telah berbaring di kasur kecilnya sama sekali tak mau tersenyum. "Kenapa sayang, kamu sakit? Atau badannya lemas, ya?" Tanya Suci, ibunya. "Mah, lain kali tidur sama aku, dong. Kalau besok ke sekolah jangan sampai ketemu tante Indah lagi. Kalau ngasih hadiah aku gak mau terima," keluh Putri. Suci yang kini telah menjadi ibunya hanya berusaha membuatku tenang. Gadis sekecil itu belum mengerti apapun san hanya bisa dimaklumi perilaku polosnya. "Iya, besok jangan sampai ketemu tante Indah, makanya jangan minta dulu jal
Suci menyimpan kembali air bekas membasuh punggung suaminya itu di bawah meja dekat ranjangnya. Kemudian mencoba berbaring. Beberapa menit kemudian ia tertidur lelap. Ternyata Andhika belum tidur. Ia menatap wajah istrinya yang lembut dengan mata yang tertutup rapat. Hatinya mulai tersentuh karena perlakuan istrinya yang tidak ia duga sebelumnya. "Usapan tangannya lembut banget, berasa ketagihan terus," batinnya. "Ya Tuhan, apa istri sebaik ini pantas dinikah kontrak oleh orang macam aku ini." Tapi, Andhika masih merasakan kekecewaan mendalam di hatinya. Keyakinannya terlalu kuat bahwa Suci penyebab utama kematian nenek kesayangannya mati sia-sia. Ia mencoba menyentuh pipi Suci, membelai rambutnya. Kemudian tertidur lelap saling berhadapan. Tangan Suci memegang tangan Andhika layaknya pasutri mesra ketika tidur. Dan malam ini mungkin bukan seja