Andhika membiarkan Suci mengantar Putri. Sedangkan dirinya diam-diam menemui Sofyan di kantor kerja. Setibanya di sana, Andhika tak mampu menunda kesabarannya, seraya memaksa detektif itu ke dalam mobil. "Maaf, apa-apaan ini!" Protes Sofyan."Saya mau bawa kamu ke suatu tempat. Ikuti saja," ucap Andhika.Beberapa menit di perjalanan, mereka akhirnya tiba di sebuah rumah mewah yang penuh dengan taman bunga. Mobil mewah masih tersimpan rapi, letaknya berhadapan dengan pintu masuk. "Rumah siapa ini, Pak Andhika?"Hal yang ditunggu-tunggu akhirnya datang. Pintu terbuka lalu terlihat Indah yang hendak berangkat kerja. Wanita itu terkejut sekaligus tersenyum manis."Silahkan masuk," ajak dia."Maaf, boleh kita bicara sebentar?" Tanya Andhika. Seraya mendekati dokter cantik itu dan tepat berdiri di hadapannya. "Sejak kapan kamu kenal wanita yang bernama Tante Rena?""Dia pasien aku, gak lebih," sahut Indah. "Kenapa sih kalian penasaran sama dia, pertanyaan kalian itu kayak teror buat aku!
Sekuat tenaga, Andra berlari menelusuri trotoar dan menyebrang di zebra cross. Lalu, sebuah mobil melintas dengan kecepatan penuh, hingga akhirnya menabrak Andra hingga jatuh tersungkur di tengah jalan. Keesokan harinya, Andra baru saja membuka mata, sayup-sayup tatapannya yang buram menyaksikan sebuah ruangan yang putih, terdengar suara rekaman detak jantung, tangannya terasa pegal karena ditusuk jarum infusan, nafasnya agak sesak dan sekujur badannya mengalami sakit yang tak bisa diungkapkan kata-kata. "Kamu sudah siuman ternyata, gimana sekarang?" Tanya Sofyan. "Ini ruang ICU." Andra tertawa geli, dari raut wajahnya seperti tidak ada rasa berdosa. "Kalian yang menginginkan saya begini, kan? Biarkan saya mati, gak usah urusin jenazah saya kalau nyawa sudah hilang. Biar urusan hukum kelar." "Saya ini detektif, Pak Andhika yang bayar semua fasilitas di sini sampai kamu sehat," ucap Sofyan. "Pastinya biar saya mengalami hukuman yang lebih berat, tapi dia tidak pernah tahu bagaim
"Perkenalan kita yang berawal dari Andra, ngapain juga tante ngikutin aku terus, pengen uang aku ya?" Sindir Indah.Tante Rena geleng-geleng kepala mendapati sikap Indah yang semakin aneh saja. Tetapi, dia tak lantas menghindar, wanita dewasa itu tetap tenang di hadapan Indah seolah-olah tidak terjadi apa-apa."Kamu puas udah lihat Andra sekarat?" "Puas? Aku rasa--"Percakapan mereka terhenti karena seorang perawat menghampiri. Raut wajah perawat itu tampak suram, ia berkata," Kalian berdua siapanya Mas Andra?""Saya tantenya, ada apa ya?""Maaf, saya harus memberitahu kabar duka ini, Mas Andra baru saja menghembuskan nafas terakhir, beliau sudah wafat, silahkan ditengok dulu sebelum kami pindahkan," suruh perawat itu.Tante Rena tak dapat membendung air mata lagi, menjerit dengan keras kala menyaksikan keponakan yang sudah menjadi jenazah. Wanita itu terus menggerutu. "Kenapa kamu ninggalin tante? Maafkan tante yang gak bisa jagain kamu."Sedangkan Indah menatap dengan pandangan men
Indah naik pitam. Ia melemparkan bantal dan berkata," Kamu gak percaya, barusan suami kamu maksa buat ciuman?" Wajah Indah memerah, dia tak melanjutkan perdebatan dengan Suci. "Aku pergi dulu dan kamu mesti tanggung jawab, Andhika," tegas Indah. Bruk! Pintu dia tutup dengan kencang. Andhika menghela nafas, duduk di kursi putar sambil termenung. "Kamu udah makan, Papa Andhika?" Tanya Suci. "Saya gak nyangka, kenapa Indah bisa senekad itu mencium paksa bibir saya. Ini bukan bercanda, apa dia dari dulu sudah terlalu mencintai saya? Menurut kamu gimana? Sumpah, saya benar-benar gak nyangka," ucap Andhika. "Indah itu memang udah cinta mati sama kamu, dari dulu," ucap Suci. "Suci, apa kamu juga cinta mati sama Sofyan? Jawab jujur!" Tegas Andhika. Seraya menghampiri istrinya yang masih menggendong Putri. Namun, Suci hanya diam terpaku. Dia tak mau menjawab. "Sofyan itu udah jadi teman yang perhatian buat aku dari dulu. Waktu aku punya masalah, dia yang sudi melindungi," ung
Dan mereka menjadikan malam untuk berbaikan, saling meminta maaf. Andhika memanfaatkan waktu tersebut menjadi momen yang penuh kasih sayang, mesra dan saling memuaskan. Pagi hari tiba, jam sembilan yang sudah cerah, Andhika dan Suci tampak semangat untuk pergi. Mengenakan baju yang elegan dan perhiasan yang mewah. "Kita berangkat sekarang," ajak Andhika."Kamu semangat banget sih, gak biasanya," ucap Suci. "Yakin mau ketemu Sofyan? Kemarin sempat marah gara-gara aku nyebut nama dia.""Orang arogan itu kadang mikirnya pendek, tapi setelah dipikir-pikir ada benarnya juga," ucap Andhika. "Kamu segar banget hari ini. Apa karena udah disembur malam tadi ya? Sampai kamu mengejang kenikmatan, kayaknya harus rajin.""Mas, gak usah dibikin serius, kita cuma nikah kontrak, gak lebih," sangkal Suci."Sssstttt, jangan bahas itu, kita pergi sekarang," ajak Andhika.Tiba di kantor kerja Sofyan, mereka berpapasan dengan Indah dan seorang teman wanitanya. Tetapi, Andhika tidak menyapa lebih dulu."
Tak ada cara lain, Suci bermurah hati menerima gulungan tissue dan hendak mengelap baju Indah. Namun, Andhika merebut tissue itu dan berkata," Saya yang salah, kenapa harus istri saya yang melakukan. Kamu bukan barang suruhan orang." Andhika lantas mengelap cairan jus di baju Indah. Meski gulungan tissue itu habis, tidak akan bisa membersihkan nodanya karena sudah terserap kain. Tapi, Indah tidak menolak kebaikan Andhika. Dokter cantik itu tampak menikmati meksipun berdiam diri. "Kalian tahu? Suci itu memang wanita biasa tapi cerdas. Dia mampu menghormati siapapun, memperlakukan orang sekitarnya dengan baik dan tulus. Itulah kenapa saya bertahan dengan dia," terang Andhika. Gulungan tissue itu hampir habis. Andhika menunjukkan sisanya di depan mata Indah. "Noda di baju kamu susah hilang, lebih baik dicuci saja atau mau ganti dengan yang baru?" Tanya Andhika. "Urusan baju itu bukan perkara hati. Aku bisa beli yang lebih bagus lagi," ucap Indah. "Gak usah banyak penjelasan soal k
"Sekarang, sekalian aku mau ajak Carla," sahut Sofyan. Dia meraih tangan Carla lalu merangkul pinggang bak biola itu. Suci menyusul setelah mereka keluar kantor. Apalagi melihat pemandangan bak sepasang kekasih. "Mereka bukan orang asing, mereka temanku. Apa aku harus siap kehilangan Sofyan," gumamnya. "Kenapa aku merasa keberatan Sofyan dekat sama Carla. Temanku yang hampir hilang dari ingatanku." Saking penasarannya, Suci menguntit dua orang itu ke tempat tujuan. Sebuah perusahaan televisi swasta ternama yang selalu memberitakan gosip miring mengenai keluarga Andhika. Namun, langkah Suci terhenti di sana. Seraya berbalik arah dan pergi. Sementara itu, Sofyan memaksa Carla untuk menemui manajer perusahaan televisi. Sayangnya, Carla tampak keberatan. "Kamu bisa bantu, kan? Saya dapat tugas khusus dari Andhika," ucapnya sambil memelas. "Mau bantuin apa? Kenapa juga kamu bawa aku ke sini?" Protes Carla. "Tanyakan reporter wanita yang katanya teman kamu itu," suruh Sofyan. Ca
"Suci, bisa saya jelaskan dulu, itu cuma gosip," ucap Andhika. "Iya itu cuma gosip. Pastinya kamu lebih memilih menyelamatkan nama baik keluarga dibanding aku. Selama ini aku cuma jadi korban," keluh Suci. Ia mulai terisak-isak. Kemudian, Sofyan menghadap Suci yang sedang menyeka air matanya. Seraya memberikan selembar tissue dan berkata," Dari tangisnya, saya bisa menebak kamu membutuhkan kasih sayang dan perhatian. Kasus ini bisa selesai dalam waktu satu atau dua bulan ke depan, saya akan berjuang demi kamu." Mungkin, jika Suci belum menjadi istri orang lain, pasti sudah memeluk Sofyan. "Aku masih bisa menghadapi ini, makasih tawarannya, kamu gak perlu berjuang demi aku. Karena Mas Andhika sudah berjuang lebih dulu," ucap Suci. "Dengar itu, Pak Andhika," tegas Sofyan. Istri Anda ternyata sudah membela mati-matian. Sayangnya, Anda kurang tahu diri. Ingat! Kasus ini semakin rumit, mungkin saja butuh waktu untuk menemukan titik terangnya." "Saya bisa mencari detektif yang lebih