Share

Ditolak Lagi

"Kamu tidak ingin bertanya kita akan pergi ke mana?"

Embun berdeham sejenak, sebenarnya dari tadi juga dia sangat ingin menanyakan hal itu, tapi dia sama sekali tidak memiliki keberanian. Jangankan untuk bertanya, menatap wajah pria itu saja mana mungkin Embun berani. Karena menurutnya pria itu begitu seram.

"Memangnya kita mau pergi ke mana, Pak?" tanya wanita itu pada akhirnya.

"Perlukah aku menjawab? Kamu tidak usah terlalu kepo dengan urusanku," sahut pria itu sinis.

Embun memutar bola matanya malas.

'Tau gitu kenapa tadi nawarin pertanyaan. Sakit sekali dengarnya, yang tadi dia bilang aku jelek aja sakitnya masih membekas, lah dia malah bikin lagi yang baru,' batin wanita itu.

"Tapi, Pak. Saat ini posisinya Anda sedang membawa saya, jadi saya berhak tahu hal itu," kata wanita itu tak terima.

"Yang nyupir itu aku, kamu cuma duduk anteng gitu kok banyak protes," ucap Gio sinis.

Diam-diam Embun mengepalkan tangannya, jelas saja dia geregetan dengan tingkah Gio yang menurut wanita itu begitu semena-mena.

'Lama-lama nanti aku cipok nih, itu mulut lemes amat,' gerutu wanita itu dalam hati.

"Kenapa tanganmu mengepal seperti itu?"

Embun tersentak, jelas saja kaget karena ternyata Gio diam-diam memerhatikannya. Tangan wanita itu yang tadinya mengepal pun kini berganti menjadi menggosok kedua pahanya secara perlahan.

"Nggak apa-apa kok, Pak," jawab wanita itu sekenanya.

Gio manggut-manggut. "Oh, aku kira kamu mau boker, makanya tangannya mengepal seperti itu. Ingat ya, dilarang kentut sembarangan, apalagi di dalam mobilku ini. Awas saja kau, kalau sampai kamu melakukannya, aku nggak akan segan-segan tendang kamu dari mobilku!" ancam pria itu.

'Lah, yang mau boker juga siapa. Nih orang kalau ngomong memang nggak pake perasaan kayaknya. Asal nyablak aja. Pantas aja di kantor dia terkenal sebagai bos galak, cara ngomongnya aja kayak gitu. Nggak kira-kira.'

"Oke, sebelum kita sampai di tempat tujuan. Aku harap ketika kamu bicara padaku, jangan terlalu formal. Bicaralah layaknya kamu berbicara dengan teman kamu pakai bahasa sehar-hari. Paham, kan?'

"Kita sebenarnya mau ke mana sih, Pak?" tanya Embun lagi.

"Nanti juga kamu bakal tahu sendiri. Ingat, kan, tadi apa yang aku katakan?"

"Iya, Pak. Paham kok. Pakai bahasa sehari-hari, kan? Oke, Anda tenang saja, saya akan melakukan tugas dengan sebaik mungkin. Tapi ... saya dibayar, kan, Pak? Udah beberapa hari ini saya nganggur. Butuh pemasukan juga, Pak, hehehehe," ujar wanita itu sambil nyengir lebar.

Gio mendengkus keras. "Suruh siapa kamu nggak kerja? Itu udah jadi resiko kamu ya, kenapa harus minta aku yang buat tanggung jawab. Emangnya aku siapa kamu, hah? Berani-beraninya minta sama aku," kata pria itu kesal.

"Kan Anda sendiri yang bilang kalau kita akan menikah, otomatis saat ini Anda calon suami saya, kan? Jadi ya wajar dong kalau aku minta uang sama calon suami, hehehehe."

"KAU! Beraninya-- arrgghh! Awas aja nanti." Suara pria itu makin mengecil, membuat Embun memberanikan diri untuk membuka mata.

Embun mengerjapkan matanya berkali-kali ketika melihat Gio tidak jadi memarahinya.

"Dengan kamu menjawab seperti itu, itu artinya kamu sangat menyetujui akan menikah denganku."

"Lah, siapa bilang, Pak. Saya tadi hanya bercanda. Anda kenapa serius sekali." Embun tampak kelabakan.

"Terlambat," ujar pria itu seraya tersenyum menyeringai. Tak lama setelah itu Gio memberhentikan mobilnya di depan rumah yang begitu megah. "Sekarang turun," titah pria itu.

"Ini di mana, Pak?"

"Rumah mamaku."

"Hah?!" Embun begitu terkejut mendengarnya. "Ki-kita ngapain ke sini, Pak?"

"Apa lagi? Kamu sebentar lagi, kan, akan menjadi menantunya, jadi mulailah bersikap baik pada mamaku, mengingat awal pertemuan kalian tidak mengenakkan."

Rasanya Embun ingin menangis karena mendengar apa yang pria itu lontarkan, selalu membuat peraturan seenak jidat.

Pertama, yang mau menikah sama pria itu siapa? Yang kedua, kenapa harus dia pula yang berusaha mengambil hati mama Gio, padahal mama Giolah yang sikapnya tidak welcome padanya.

***

"Jadi kalian akan tetap menikah?" tanya Rena seraya menatap Embun dan Gio secara bersamaan.

"Eng--

"Tentu saja!" jawab Gio cepat sambil mencubit pinggang Embun dengan kasar. Hampir saja wanita itu mengatakan yang tidak-tidak. "Iya, kan, Sayang?" tanya Gio dengan suara ditekan.

"Hehehe." Bukannya menjawab, Embun hanya tertawa saja sambil meringis pelan, menahan sakit karena cubitan yang Gio berikan lumayan sakit.

"Awas aja kalau kamu sampai bicara macam-macam. Ingat kata-kataku tadi, bicaralah denganku sesuai dengan bahasa sehari-hari kamu," bisik pria itu di telinga Embun.

Embun manggut-manggut. "Siap," sahut wanita itu dengan suara pelan.

"Jadi kapan pernikahan kalian akan digelar?" tanya Rena lagi.

"Untuk masalah itu, kami masih belum berani tentukan. Tapi yang pasti secepatnya kami akan menikah. Iya, kan, Sayang?" Gio tersenyum ke arah Embun. Akan tetapi senyum pria itu tampak begitu menakutkan.

Embun cepat-cepat menganggukkan kepalanya. "Iya."

Rena tampaknya tidak suka melihat pemandangan itu, dia sama sekali tidak setuju dengan wanita pilihan Gio. Namun dia juga tidak bisa berbuat apa-apa jika anaknya sudah bertindak.

"Ya sudah, terserah kamu saja. Mama harap kamu tidak salah pilih jodoh. Oh ya, satu lagi. acara pernikahan kalian digelar dengan sederhana saja," usul wanita paruh baya itu.

Gio mengerutkan keningnya. "Kenapa bisa begitu?" tanya pria itu. "Ini acara pernikahanku, Ma. Dan aku ini adalah anak tunggal, masa iya mau menggelar pernikahan dilakukan secara sederhana, dan lagi aku seorang bos yang mempunyai banyak karyawan, harusnya membuat pesta yang begitu megah agar mereka semua tahu kalau aku ini sudah menikah!" final pria itu yang tidak bisa dibantah.

"Apa kamu lupa kalau Mama sama sekali tidak setuju dengan pilihanmu itu? Mama yakin pasti papamu juga kecewa dengan keputusanmu itu, Gio."

Pria itu menggeleng tegas. "Sama sama sekali tidak masalah dengan pilihanku."

Rena bangkit dari duduknya, menatap anaknya itu dengan perasaan kecewa. "Terserah kamu saja. Kamu atur apapun yang kamu inginkan, Mama tidak akan ikut campur." Setelah berkata seperti itu, Rena pergi meninggalkan Embun dan Gio.

Embun sedari tadi hanya bisa menunduk, meskipun dia juga tidak setuju dengan pernikahan ini, tapi dari lubuk hati yang paling dalam, sakit juga dengarnya karena dia ditolak mentah-mentah oleh ibu dari pria itu.

"Lebih baik niat Anda diurungkan saja, Pak." Setelah mereka terdiam cukup lama, akhirnya Embun membuka suara. "Mama Anda saja tidak setuju jika Anda menikah dengan saya. Sebaiknya Anda cari wanita lain saja, yang setara dengan keluarga Anda," usul wanita itu.

Gio menatap tajam wanita itu. "Nggak!" sentaknya. "Dengan ada atau tidaknya restu dari keluargaku, kita tetap akan menikah. Paham?!"

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Bernadette Dalius
I like this story...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status