Share

Dilamar

Dibawah bentangan langit senja, kini kedua sejoli itu tengah berdiri, menyenderkan tubuhnya pada mobil yang sengaja di parkir di belakangnya.

Hembusan angin sore, begitu menenangkan membuat Anna dan Mario hanyut dalam perasaannya masing-masing.

"Jika diibaratkan senja, aku ingin terbit dan tenggelam membawa sejuta kesan yang mendalam" Mario berujar tanpa menoleh pada Anna. Ia begitu menikmati pemandangan langit senja yang kian menawan.

Anna menoleh, "Senja itu memang lukisan tuhan yang paling indah, namun aku tak begitu menyukainya. Sebab ia selalu saja pergi tanpa kepastian"

Kini, giliran Mario yang menoleh. Tubuhnya berbalik kehadapan Anna yang kini merasakan debaran jantung yang berpacu begitu dahsyatnya. Ah, jika bunyi debaran itu terdengar oleh Mario. Mungkin saat ini, kekasihnya itu akan tertawa puas.

"Tidak akan! aku tidak akan pergi, menghilang begitu saja tanpa kepastian" ucap Mario. Kedua tangannya kini meraih tangan Anna, di kecupnya tangan wanita yang sejak lama menjadi kekasihnya dengan lembut.

Rasanya oksigen di muka bumi ini berkurang drastis, Anna tak bisa bernapas lega saat di perlakukan masih seperti itu oleh Mario.

"Anna, mulai hari ini kamu bukan lagi hanya sekedar kekasihku saja melainkan juga menjadi calon istri untuk menjadi ibu dari anak-anakku. Apa kamu mau menikah denganku?" 

Deg!

Rasa senang tak kepalang, kini Anna rasakan. Sedari dulu yang ia impi-impikan kini telah terwujudkan. Mario, kekasihnya. Hari ini, dengan langit senja sebagai saksi. Ia mengutarakan niat baiknya dengan lantang.

"Will you mary me?" tanya Mario sekali lagi dengan memberikan sebuah kotak terbuka yang berisikan cincin berlian.

"Yes, i will" dengan anggukan Anna menjawab haru tanpa ragu. Kedua matanya bahkan kini kembali berkaca-kaca saat sebuah cincin berlian Mario semangatkan di jari manisnya.

"Tidak lama lagi, kamu akan menjadi nyonya Mario. Istri sekaligus ibu dari anak-anakku" ucap Mario seraya memeluknya hangat.

"Dan kamu akan menjadi suami sekaligus ayah untuk anak-anakku kelak" lirih Anna.

Keduanya saling melepaskan pelukan, manatap lekat satu sama lain dengan senyum yang tak terlepas di wajah mereka.

Hahaha ...

Tawa mereka pecah, seakan saling tatap yang mereka lakukan itu mengeluarkan pemikiran yang sama.

"Lucu ya, Mas kira hubungan kita tidak akan sejauh ini" ungkap Mario. Kedua kakinya melangkah kedepan, netranya kembali memandang semburat jingga dilangit senja.

"Iya Mas, Anna juga gak nyangka. Ternyata komitmen yang kita buat itu akan berakhir indah seperti ini" jawab Anna dengan mensejajarkan tubuhnya pada Mario. Netranya sama-sama menatap semburat jingga.

"Semoga saja kita tidak hanya di persatukan untuk hari ini saja, melainkan untuk besok dan selamnya" ungkapan penuh harap Mario keluarkan. Matanya terpejam, seolah ia sungguh-sungguh menginginkan harapannya di dengar oleh sang maha kuasa.

"Aamiin Mas, semoga saja" 

"Ayo pulang, lagi pula senja juga sudah kian memudar" ajak Mario menuntun Anna berjalan memasuki mobilnya.

***

Rasa bahagia masih saja menyelimuti hati Anna, kejutan demi kejutan di hidupnya masih saja datang silih berganti. 

"Ciee, putri ayah bahagia nih" goda Herman Dirgantara saat melihat putri semata wayangnya tengah melamun sambil senyam-senyum sendiri menatap cincin berlian di jari manisnya.

"Eh, ayah" kaget Anna mendongak kearah Dirgantara yang berdiri di sampingnya.

"Habis di lamar ya?" tebak Dirgantara. 

"Kok ayah tau?" heran Anna dengan semburat merah merona tampak di pipinya.

"Taulah, sebelum Mario melamar kamu dia telah lebih dulu mengutarakan niatnya sama ayah" jawab Dirgantara dengan sombongnya.

"Ck. Pantesan aja, ayah sama ibu biasa-biasa saat aku pulang"

"Hahaha, memangnya ayah harus bagaimana? Tertawa hahahihi menyambut kedatangan putri ayah yang habis dilamar ini?"

Tawa Dirgantara pecah saat melihat wajah putri semata wayangnya itu kini memerah bak tomat rebus.

"Ish, gak gitu juga kali Yah. Ucapin selamat kek, apa kek" kesal Anna.

"Iya sayang, selamat ya. Selamat, karena akhirnya cinta yang kamu pertahankan akan berakhir indah di pelaminan. Satu pesan ayah, jadilah istri yang taat serta anak yang baik. Jangan lupakan kami selagi kamu bersamanya" 

"Makasih Yah,Anna janji tidak akan pernah melupakan ayah dan ibu meski Anna telah sah menjadi nyonya Mario. Lagi pula ayah sama ibu itu orangtua kandung Anna, gak mungkinlah Anna lupain kali. Nanti jadi anak yang berdosa lagi" 

"Duh duh, lagi pada asik ngapain sih. Kok kelihatannya bahagia sekali" seru Ajeng, ibu dari Anna yang menghampiri mereka dengan membawa cemilan serta tiga cangkir teh madu untuk menikmati suasana malam ini.

"Ini loh bu, putri kita lagi bahagia. Mario udah melamar Anna tadi sore" cerita Dirgantara dengan kekehan. Tangannya mengambil secangkir teh madu yang baru saja Ajeng letakan di hadapannya.

"Apa?" kaget Ajeng yang sama sekali belum mengetahui kabar menggembirakan ini.

"Loh, kok kaget? Jangan-jangan ayah belum cerita ya sama ibu" tuduh Anna yang keheranan melihat ekspresi kaget sang ibu di hadapannya.

"Belum nak," ucap Dirgantara dengan cengiran.

"Terus gimana? Kapan Mario dan keluarganya datang kesini?" tanya Ajeng antusias. Bagaimana tidak, hubungan Mario dan Anna yang sudah terjalin lama membuatnya resah. Ya, resah! Namanya juga seorang ibu, hati mana sih yang tak merasakan keresahan saat putri semata wayangnya bertahun-tahun menjalin hubungan tanpa ada kejelasan.

"Belum tahu sih bu, cuma kayanya tidak lama lagi deh" jawab Anna santai. 

"Loh, kamu ini gimana sih Na? Kalau cuma lamaran sekedar ngasih cincin gitu doang belum tentu Mario serius. Ayah kamu aja dulu, kalau memang benar-benar serius datang kerumah sama keluarganya. Langsung lamar ibu dihadapan keluarga besar, gak gitu. Kalau cuma gitu, itu belum benar-benar dia serius" kesal Ajeng yang melihat Anna begitu santainya menjawab pertanyaan darinya.

"Bu, dia sudah bilang sama ayah. Dia janji akan segera membawa keluarganya kerumah setelah urusan rumah sakit yang ia kelola selesai. Tidak lama lagi kok bu, paling dua mingguan" jelas Dirgantara yang paham akan perasaan istrinya itu.

"Dua minggu itu bukan waktu yang sebentar Mas. Lama! Ibu gak mau tau, kalau Mario benar-benar serius sama Anna cepat segera datang sama keluarganya ke sini. Lagi pula ngapain coba nungguin urusan rumah sakit selesai? Kita tuh gak butuh hartanya dia tapi butuh kejelasannya!" ucap Ajeng penuh tekanana.

Anna terdiam, melihat wajah ibunya yang merah padam membuat rasa ragu dihatinya kini menyapa. Ibu benar, lamaran yang belum resmi itu belum tentu menandakan keseriusan.

Ah, harus bagaimana ia sekarang? Kembali meragukan cintanya Mario atau berusaha meyakinkah hati ibunya yang begitu khawatir dengan kejelasan hubungan mereka seperti ini? 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
alanasyifa11
sejauh ini suka banget ama ceritanya! bakal lanjut baca setelah ini~ btw author gaada sosmed kah? aku pingin follow nih
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status