Share

Sudah Klik

Author: Najma A
last update Last Updated: 2022-04-27 12:01:13

Ruang tamu senyap di hari Minggu ini, tumben sekali. Rafa, adikku masih bergelut dengan selimutnya saat aku periksa kamarnya tadi. Padahal biasanya, sudah rame dengan kesibukannya mencuci sepatu di pagi Minggu. 

Sedangkan aku, baru saja menyelesaikan acara mencuci baju bertumpukku dan telah usai menjemurnya di belakang rumah. Saat aku menyapu ruang tamu, kulihat Bapak tampak merenung. Membuatku akhirnya mendekat dan ikut duduk, lalu menyalakan televisi.

"Tumben televinya nggak dinyalakan Pak, malah melamun," aku berkomentar sambil memencet remote. Memindah-mindah channel televisi.

"Kamu dan Alvin gimana perkembangannya?" tanya Bapak tiba-tiba tanpa menanggapi perkataan ku. Ah, kenapa sih, Bapak sepertinya sudah kesengsem sama Alvin, sampai terus memikirkan pria itu.

"Loh kok tiba-tiba tanya itu Pak, kemarin kami udah ketemu. Dan ya, aku tetep sama. Nggak bisa," jawabku sekenanya. Karena memang, akan sangat konyol jika aku menerima tawaran Alvin.

Memang bener, mau dipaksa atau diiming-imingi apapun oleh Pak Alvin, aku enggak akan sudi menikahi pria itu. Terlepas dari bagaimana tampannya dia, atau terkenalnya dia, seperti yang dikatakan Tiara kemarin. Tetap saja, keputusanku tidak bisa diganggu gugat. Tolong Pak, jangan membuat anakmu menjadi gamang dan tak nyaman.

"Bapak harap, kamu bisa menikah sama Alvin Nak. Mana laki-laki yang kata kamu mau kamu kenalkan?" tanya Bapak seperti menginterogasi walau tatapan matanya lembut. 

"I-iya aku nggak pengen buru-buru. Lagian, dia belum lulus juga," ucapku sambil membuang pandangan ke arah lain, daripada menatap harapan di mata Bapak.

Aku memang tipe orang yang tidak suka di desak untuk apapun itu. Hanya karena tidak ingin mengambil langkah yang keliru sehingga dikemudian hari, membuatku menyesalinya. 

"Emang, kenapa kamu nggak mau sama Alvin? kurang ganteng? kurang baik? kurang kaya? atau kurang apa?" tanya Bapak lagi. Benar-benar, aku tidak habis pikir lagi. Omongan manis apa yang membuat Bapak sangat klik dengan pria itu.

Aku menggaruk kepala, bukan seperti itu Pak. Alvin itu laki-laki idaman semua wanita kayaknya, di kampus. Tapi, aku masuk dalam salah satu wanita yang tak memimpikannya. 

"Enggak pak, dia itu bagi kebanyakan wanita ya mendekati sempurna. Cuma, aku nggak ada perasaan apapun Pak, nggak lebih dari sekedar mahasiswa dan dosennya," jelasku. Memang begitu, aku tidak ada perasaan apapun padanya, tidak lebih dari sekedar Dosen dan mahasiswanya.

Ditambah, dia itu nyebelin. Dan beraninya ngajak aku nikah kontrak. Dasar oppa!

"Bapak nggak tau kriteria kamu harus setinggi apa. Tapi pesan Bapak, agar kamu jangan berekspektasi untuk dapat pria sempurna, karena itu tak ada. Kelak, sebagus apapun pria di matamu, dia akan kelihatan juga aslinya ketika sudah bersama dalam satu rumah," jelas Bapak dengan mimik serius.

Makanya itu Pak, sebelum nikah aja udah nyebelin, maksa, gitu apalagi setelah nikah. Bukan berarti aku mencari yang sempurna, karena mustahil ada manusia seperti itu. Makanya biasa orang menyebutnya insan, manusia, sifatnya lemah, memiliki banyak keterbatasan. Walau diluar kaya, ganteng, harum, tapi di dalam rumah bisa jadi belekan terus karena jarang mandi, bau karena keringatnya bejibun, dan kalau tidur ngorok terus. Ya 'kan?

"Amel paham Pak, usaha Bapak selama ini untuk bahagiain aku. Memang udah saatnya, aku membalasnya, walau nggak mungkin bisa. Maafkan Amel, yang nggak bisa nururutin apa kata Bapak. Amel harus mempertimbangkan hal besar ini baik-baik, bukan Amel nggak mau nurut Pak," timpalku. Televisi yang menyala sudah tidak fokus lagi aku lihat, malah benda persegi panjang besar itu yang sepertinya mengamati percakapanku dengan Bapak.

"Pikirkan baik-baik. Kamu baru ketemu beberapa kali saja dengan Pak Alvin, mungkin nggak mengenalnya begitu baik. Sedangkan Bapak, sangat mengenalnya." Bapak masih berusaha meyakinkan aku, dengan embel-embel sudah mengenalnya. Sedalam apa emang Bapak mengenal pria bernama Alvin Mahendra itu?

"Aku penasaran, gimana kalian saling mengenal? sampai Bapak kekeh untuk aku nerima Pak Dosenku itu," tanyaku penuh selidik, menatap Bapak dengan tatapn menyipit.

"Biarkan dia cerita sendiri sama kamu. Yang jelas, sebagai laki-laki juga, Bapak dapat melihat bagaimana cara dia nanti memimpin rumah tangga," balas Bapak tenang. Senyuman terbit di wajahnya, membuat aku penasaran saja.

Aku menatap mata Bapak yang penuh keseriusan. Gamang itu akhirnya hadir. Benarkah pendapat Bapak tentang Alvin itu? atau Bapak sebenarnya sudah terkena tipu oleh manipulasi kebaikan yang dilakukan dosen nyebelin itu? Ya Tuhan, semoga Bapak sadar. Kalau aku katakan Alvin akan menikahi ku hanya satu semester, apa yang akan Bapak lakukan? tapi, pertanyaannya, Bapak bakal percaya atau tidak dengan perkataan ku?

Aku menatap gelas yang berisi buah mengkudu yang sudah direbus itu hingga cairannya sedikit keruh. Kebiasaan Bapak kalau sedang merasa lelah fisik, meminum itu. Pagi ini Bapak terlihat kurang sehat juga, aku baru sadar saat ternyata gerobak nasi goreng masih dalam keadaan kosong, saat aku pergi ke halaman rumah untuk menengok si kelinci imutku.

"Bapak nggak jualan hari ini?" tanyaku sembari masuk ke dalam rumah lagi. Bapak masih dalam posisinya, duduk di ruang tamu, dengan sesekali menyeruput ramuan herbalnya.

"Jualan, tapi sore nanti. Pagi ini, Bapak ada agenda sama Alvin," balas Bapak.

"Loh? ngapain Pak? ngedate gitu?" tanyaku terkaget-kaget. Oh no, jangan sampai mereka berdua semakin dekat. Atau memang keduanya sudah dekat sangat lama? ah aku tertingal info ternyata. Bisa-bisa, permintaan Alvin waktu itu, adalah bagian dari rencana mereka. Bukan sekedar nazar doang? atau jangan-jangan Alvin penggemar rahasiaku sedari lama?

Ah tidak mungkin.

"Kamu cemburu Nak?" tanya Bapak dengan senyum.

"Ya bukan, aneh banget bapak dan Pak Alvin tiba-tiba kayak rekan kerja? rapat kah?" tanyaku lagi. Mengulik jawaban.

"Kamu nggak usah tahu. Nanti, tahu sendiri." Seolah Bapak sengaja membuatku penasaran.

"Jangan bilang Bapak lagi carikan penghulu? atau cari gaun pengantin sama Pak Alvin?" Aku menatap curiga sambil melipat tangan di depan dada.

Terlihat deretan gigi Bapak yang masih rapi. Lalu sekian detik kemudian terbatuk.

"Menurutmu?" Bapak malah balik bertanya, membuatku sebal, namun pura-pura saja.

"Ih Bapak."

"Kamu pikirkan baik-baik lagi ya. Kalau kamu nggak percaya, coba kalian saling kenal satu sama lain dulu. Setelah mantap, kamu langsung bilang sama Bapak, karena makin lama, nanti nggak bagus untuk hubungan kalian. Jadi, harus di segerakan."

Pak, aku harap, Bapak tidak menikahkanku secara tiba-tiba. Aku membatin sendiri, khawatir ketika aku membuka mata di pagi lusa, ternyata statusku sudah berubah menjadi istri. Ya enggak sah lah, enggak rela dunia akhirat.

Tanganku masih sibuk mempacking sekitar sepuluh hijab pesanan dari anak-anak kampus. Alhamdulilallah, setelah aku gencar promosi, ada orang-orang yang penasaran dengan produk hijab desain aku sendiri walau apa adanya.

Tapi, notifikasi w******p yang bukan dari konsumen itu, membuatku melirik malas. Pak Alvin, sudah berani mengirim pesan padaku secara pribadi, dan isinya sangat membuat nafasku tersengal.

From : Pak Alvin 

[Angkat telpon saya]

Ponselku berdering, tertera nama dia diatas layarnya. Dengan berat hati aku mengangkat. Sengaja ku loudspeaker, agar telingaku tak dekat-dekat dengan nama yang ada dilayar itu. Khawatir merasa nyaman dengan suaranya, eaak.

[Bapakmu bahkan setuju pernikahan diadakan satu hari setelah kamu bilang acc]

[Apa sih maksud Bapak? acc apaan huh? saya nggak sedang konsul skripsi loh]

[Jangan pura-pura bego. Nanti kebablasan]

[Kasar sekali Bapak] 

Aku berkata dengan sarkas.

[Iya maafkan saya. Tadi, aku ketemu sama Bapak kamu. Dia malah yang minta aku terus bujuk kamu Mel]

[Tetep nggak mau. Pak, tolong jangan jadi toxic ah, mengganggu banget. Maaf loh saya ngomong gini, karena hati saya udah nggak nyaman. Tolong ngertiin]

[Ya saya ngerti. Cuma, apa Bapakmu bisa ngerti? kecuali kamu udah bawain calon yang kamu maksud]

Duh, Bapak pasti cerita semuanya ke Pak Alvin.

[Itu cuma alasan aja, biar Bapak nggak maksa saya untuk nikah sama Pak Alvin]

[Besok matkul saya 'kan? nanti ada yang mau saya bicarakan setelah selesai pembelajaran]

[Kalau tentang nikah, saya berhak menolak dong? ranah pribadi 'kan ya? jadi, saya skip aja].

Aku berkata enteng.

[Jangan di skip, calon istri]

balasnya terdengar meledek. Setelah itu, sambungan di putus secara sepihak. Bukan olehku, tapi olehnya. Kurang ajar nih si dosen.

Aku memencet tombol calling lagi, dan tak lama, Pak Alvin mengangkatnya.

[Apa? Rindu ya, padahal barusan nel-]

Tuuut tuuut! 

Segera saja aku memencet tombol merah di layar, dan panggilan telpon pun berakhir.

"Hahaha, rasakan di putus secara sepihak!" Aku tertawa-tawa karena bahagia bisa membalas kelakuan Pak Alvin itu.

Menjijikan sekali ini dosen, anak siapa sih? oh, jangan-jangan anak salah satu dosen pembimbing yang minta bibir sama anak bimbingannya itu? parah banget sih, enggak ada akhlak. 

komen dong biar otor semangat lanjutin ceritanya😘 komen apa aja dah, yang penting ramein ini ceritaa

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Yanti Keke
pak.... mmg bpk knal Alvin... laki2 fave bpk ngajk nikah kontrak k ank Bpk... lKi cam mn itu... mpermainkn ikatan suci... huuufffftttt
goodnovel comment avatar
Weni Yolanda Sari
ceritanya santai abiisss...sukak lah
goodnovel comment avatar
galih pramudya
suka juga.. ceritanya enjoy yaa.. g berat.. siip lanjut yaa thor..
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Dinikahi Dosen   Akad Mendadak (TAMAT)

    Bagi Amel, peristiwa yang ia alami mendadak ini terasa seperti mimpi di sore hari. Setelah hatinya memantapkan untuk kembali melabuhkan hati pada seseorang, akhirnya kini tubuhnya merela untuk duduk sembari mendengar seorang pria mengucap janji suci.Ketika Amel mengatakan pada sang Ayah bahwa ia telah siap kembali menikah dengan Alvin, sepertinya Haris tidak ingin membuang banyak waktu, selain segera menghubungi pihak KUA untuk menikahkan putrinya yang sudah dua kali gagal menikah. Kini, ia percaya dan penuh harap semoga rumah tangga yang akan dibina oleh dua orang yang ia sayangi itu, akan menemukan bahagia.Sedangkan Alvin, ia juga tidak kalah syok karena setelah Haris kembali ke ruangannya tanpa Amel, pria paruh baya itu mengatakan dengan tegas bahwa akad mendadak akan dilaksanakan sore hari, menjelang Maghrib. Tanpa bisa membantah, Alvin hanya mengiyakan walau dadanya berdebar tidak karuan."Secepat itu," batin Alvin. Ia menatap tubuhnya sendiri yang masih dalam keadaan belum pul

  • Dinikahi Dosen   Takut Gagal Lagi

    "Kamu belum bisa melupakan Ramdan?” lirih Haris, wajahnya terlihat sedih. Amel menghela nafas, ia tahu, Ayahnya sedang berusaha membujuknya.“Bukan begitu Pak."“Terus apa alasan kamu? Karena dia kekurangan fisik?” tanya Haris memastikan. Ia tahu, pasti berat bagi putrinya yang tiba-tiba ditawarkan seorang pria yang kekurangan secara fisik.“Bukan itu juga. Begini Pak, walau Pak Haikal itu kekurangan fisik, apa dia mau sama aku? Janda dua kali ini? Ck, aku rasa perjaka semacam dia, enggan. Pasti mencari perawan,” jelas Amel sembari menggelengkan kepalanya. Ia sadar diri, sebagai seorang janda, tentu tidak percaya diri menikahi seorang pria yang benar-benar baru, belum pernah menikah sama sekali. Apalagi, Haikal cukup tampan dan cerdas. Ah, Amel tidak bisa membayangkan bisa bersanding dengan pria itu.“Anak Bapak juga masih perawan. Apa lagi yang diragukan?” tanya Haris yang memang tahu, putrinya masih perawan. Bukankah Amel tempo hari menceritakan jika Ramdan tidak pernah menyentuhnya

  • Dinikahi Dosen   Sebuah foto

    Awalnya Amel hendak melipir dan bersembunyi, walau matanya sudah terlanjur bertemu dengan Wati. Pertemuan ini pasti akan terasa aneh. Amel menghirup nafas dalam-dalam, ia tidak boleh terlihat lemah dihadapan dua orang itu.“Untuk apa aku takut bertemu mereka?” batin Amel. Akhirnya ia memberanikan diri untuk tetap tegap dan berjalan lurus ke depan.“Kamu dari tempat Alvin?” tanya Wati langsung setelah ia berhenti di depan Amel.“Iya. Kalian mau berkujung juga?” tanya Amel dengan wajah ramah, melirik sekilas kepada Ramdan yang tampak canggung. Sedangkan Wati, tersenyum sumir, ketika melihat mantan madunya nampak baik-baik saja.“Mereka memang tampak serasi sebagai suami istri,” batin Amel.Wati menganggukkan kepala, “Apa tidak ada yang aneh? Mantan istri mengunjungi mantan suami. Padahal sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi. Apalagi, kamu baru saja cerai dari Ramdan, kenapa seolah tidak terjadi apa-apa?” sindir Wati tajam. “Pasti ada sesuatu Jangan bilang, setelah ini kamu akan balikka

  • Dinikahi Dosen   Sebuah Surat

    Mengingat sang Ayah tersenyum penuh arti. Amel menjadi kepikiran jika pria paruh baya itu benar-benar akan menjodohkannya dengan Bos Konveksi itu. Haikal.Selama packing hijab pesanan pelanggannya pun, Amel masih tidak bisa tenang. Jangan sampai Ayahnya menawarkannya pada Haikal. Mau ditaruh dimana muka ini? batin Amel.Akhirnya, karena kegalauannya, ia memutuskan untuk sekedar refreshing ke cafe. Bersama siapa lagi, jika bukan Tiara. "Gimana kabarmu? aku liat, pipimu baik-baik aja?" tanya Tiara sembari menyeruput Americanonya.Amel tersenyum masam. "Haruskah aku kurus gara-gara cerai?"Tiara tertawa. "Ya nggak lah. Tapi, mengingat dia pria yang sangat kamu kagumi. Apa nggak susah lupainnya?" tanya Tiara. Ia turut bersedih ketika Amel bercerita padanya via telpon bahwa rumah tangga wanita itu dengan Ramdan telah kandas gara-gara ada orang ketiga. Dan parahnya, orang ketiganya telah hamil."Susah. Cuma, kalau ingat dia telah menghamili wanita lain, aku menjadi sedikit, gimana gitu. Ent

  • Dinikahi Dosen   Bos Konveksi

    Bagi seorang Ayah, akan sangat tidak tega membiarkan putrinya menyimpan luka sendirian. Haris, terus memantau keadaan Amel yang ia tahu, putrinya berusaha terlihat baik-baik saja. Dan Amel, berusaha keras agar Ayahnya percaya.Hari demi hari terlewati, Amel terlihat semakin ceria. Banyak senyum dan tertawa. Tidak ada rona kecewa dan kesedihan di sana. Dan hal itu, membuat Haris justru makin khawatir, takut anaknya menyembunyikan rasa stress yang dialaminya seorang diri.“Rafa! Sarapan!” teriak Amel sambil menggedor-gedor kamar sang adik.Haris yang melihatnya, hanya menatap nanar putrinya. Tidak mungkin, bagi wanita bercerai akan bangkit secepat itu.“Eh Bapak! Ayo makan, kita tinggalin Rafa!” ucap Amel saat ia menolah mendapati sang Ayah yang tengah berdiri dan menatapnya.Haris tersenyum. “Ayo!”Keluarga kecil itu kembali pada rutinitas seperti biasanya. Seperti sebelum Amel di boyong oleh suami ke rumah mertuanya. Pagi-pagi, Amel yang menyajikan berbagai menu makanan. Haris yang me

  • Dinikahi Dosen   Move On

    “Mau kemana kalian?” tanya Melani yang sedang berbincang dengan suaminya. Amel yang masih menitikkan air mata, menyekanya, mengulas senyum namun tidak kuat untuk mengatakan bahwa dia dan Ramdan telah bercerai.“Nak, kenapa kamu membawa koper?” tanya Melani lagi, kini wanita paruh baya itu menghampiri Amel dan Ramdan yang berdiri. “Ramdan, kenapa Amel menangis?” Melani masih terus bertanya. Ramdan menghela nafas.“Kami sudah bercerai Bu,” lirih Ramdan. Amel tersenyum paksa, ia menggenggam tangan Ibu mertuanya yang dingin. Terlihat raut wajah wanita yang sudah ia anggap sebagai ibunya itu begitu terkejut.“Maafkan Amel Bu,” ujar Amel. “Maaf, karena Amel tidak bisa melanjutkan pernikahan ini.”“Ramdan, apa yang kamu lakukan pada Amel?” tanya pria paruh baya. Ayahnya Ramdan.Ramdan yang mendapat pertanyaan penuh intimidasi itu menundukkan kepala, tidak berani menatap sang ayah. “Ada apa sebenarnya ini? Kenapa kalian bercerai?” tanya Ayah Ramdan.“Nanti. Aku akan jelaskan. Ayo.” Ramdan mem

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status