"Bukankah kenyataannya seperti itu? Awalnya dahulu aku yang ingin mengajakmu menikah namun kau masih melanjutkan studymu di luar negeri dan sekarang aku baru saja merintis yayasan kakekku, kau malah mau minta dinikahi, maaf untuk sekarang aku belum siap!" Sebenarnya Izzan sengaja mengatakan itu agar Halwa mengerti posisinya sekarang. Izzan juga ingin menepati janji dahulu sebelum dia menikah, tanpa ragu pria tampan itu melanjutkan langkahnya tanpa menoleh ke belakang meski Halwa terus saja memanggilnya. Sebelum meninggalkan rumah sakit itu, Izzan berkeinginan untuk melihat Athar terlebih dahulu. Bukan hanya sebagai bentuk tanggung jawabnya saja namun entah kenapa Izzan sangat menyukai anak itu, rasanya sehari tidak bertemu saja dia merindukannya. Langkahnya terhenti tatkala dia mengintip Athar dari jendela kamarnya, sepertinya anak itu sedang merajuk dan tidak mau minum obat membuat Izzan tak bisa menahan dirinya untuk menemuinya dan berjalan masuk."Selamat siang Iron man
"Maaf menganggu! Bolehkah aku masuk?" tanya seorang gadis cantik yang mengenakan jas berwarna putih."Silahkan," jawab ibu Intan dan Inayah bersamaan. Setelah memeriksa kondisi Athar, dokter cantik itu pun mengatakannagar Athar tetap istirahat, "Jika kamu terus makan yang banyak dan minum obat rutin maka Athar bisa cepet sembuh, terus bisa bermain Iron man lagi ya sama pak guru.""Apakah Bu Dokter mengizinkan pak guru main bersamaku?" tanya Athar spontan."Boleh dong, asal Athar cepat sembuh ya," jawabnya sambil mengelus rambut Athar lembut. Halwa pun pergi dari ruangan Athar, tak lupa juga dia berpamitan dan bersikap ramah kepada Inayah dan juga ibunya. Mendengar percakapan Inayah tadi membuat Halwa masuk ke ruangannya langsung dan terduduk lemah, dia mengingat dirinya yang hanya memiliki ibu tunggal."Melihat Athar, aku teringat dengan mama." Awalnya Halwa begitu tak senang denagn Inayah namun mendengar kisah beliau yang hanya menjadi ibu tunggal membuat Halwa sedikit luluh. Juju
Ketika pintu berderit, sontak saja Izzan langsung menunjukkan diari tersebut. "Apakah ini milikmu?" tanya Izzan dengan tatapan dalam. Melihat cover diari itu berwarna biru tentu saja Inayah langsung menganggukkan kepalanya. Entah angin dari mana dan keberanian mana tiba-tiba saja Izzan langsung memeluk Inayah dengan erat."Akhirnya aku menemukanmu," ucapnya berulang kali. Spontan saja Inayah merasa risih dan tak nyaman dengan tindakan Izzan yang asal saja memeluknya. Dengan kasar perempuan itu langsung mendorong tubuh Izzan namun tenaga pria tampan itu begitu kuat membuat Inayah sulit melepaskan pelukan Izzan. Amarah perempuan berhijab itu mulai memuncak hingga dia mulai mengepalkan jemarinya kesal dan memukul bahu Izzan dengan keras."Apa yang kau lakukan?" teriak Inayah histeris. Baru sadar apa yang dilakukannya itu salah maka Izzan langsung melepaskan pelukannya, "Maafkan aku, Naya," ucapnya datar. Tatapan begitu dalam pun diarahkan kepada Inayah."Berani sekali kau mem
Di situ dokter menjelaskan bahwa Athar memiliki gejala penyakit serius namun hal itu harus dipastikan dengan sebuah tes darah dan juga tes seluruh tubuhnya. Gejala awal terlihat sekali bahwa wajah anak begitu pucat, ada memard di sekitar tubuh tertentu."Semoga saja ini hanya gejala awal jadi bisa ditangani," ujarnya sambil melangkah pergi dari hadapan Inayah. Bagaikan kilat yang menyambar di siang bolong, perempuan itu terduduk lemah di kursi tunggu, "Ini tidak mungkin! Mana mungkin Athar mengalami penyakit serius," gumamnya meneteskan air mata. Sementara Izzan yang melihat itu langsung mendekati Inayah, "Semoga saja hal itu tak terjadi pada Athar," gumamnya sambilmenyentuh pundak Inayah lembut."Semoga saja," jawabnya pelan sambil menyeka air matanya. Ketika melihat Athar sudah siuman dari pingsannya, perawat memanggil Inayah karena anak itu terus saja menangis, "Athar kenapa menangis?" tanya Inayah menghampirinya dan duduk di sampingnya."Kepala Athar pusing sekali, Bu,
Ada keheningan yang cukup lama tercipta setelah Inayah mengajukan pertanyaannya kepada Halwa. Halwa bingung harus menjelaskan segalanya dari mana sebab dia khawatir kalau Inayah akan terkejut saat mendengar sesuatu yang ingin dia katakan. Halwa tersenyum sopan. “Bisakah Anda ikut denganku ke ruanganku?” tanya Halwa.“Bisa, Dok,” jawab Inayah sambil menganggukkan kepalanya. Jantung Inayah berdegup dengan kencang seiring dengan kakinya yang melangkah menuju ke ruangan Halwa. Firasat seorang ibu tidak pernah ingkar. Dan saat ini, entah kenapa Inayah memiliki firasat jika hal buruk akan didengar olehnya. Berulang kali dia berusaha untuk mengenyahkan pikiran tersebut. Namun, semakin dia mencoba, dia justru semakin tidak bisa berpikir positif.“Silakan duduk, Inayah,” ucap Halwa, mempersilakan Inayah duduk di salah satu kursi di ruangannya. “Suster, bisakah kau ambilkan hasil CT Scan pasien yang bernama Athar?” Seorang perawat yang memang berada di ruangan dokter untuk membantu
“Athar sudah lama mengidap kanker. Tapi, karena tidak pernah melakukan medical check up sebelumnya jadi baru terdeteksi sekarang,” jelas Halwa menerangkan. Inayah spontan terdiam, tidak menyangka jika penyakit itu sudah lama diderita oleh Athar. Inayah menyandarkan tubuhnya dengan lemah di sandaran ranjang rumah sakit. Wanita itu memegangi pelipisnya yang terasa semakin pusing. Dadanya terasa begitu sesak sekali ketika dia mendengar penjelasan dari Halwa. Hatinya hancur berkeping-keping tatkala membayangkan penderitaan yang dirasakan oleh putranya. Tapi, kenapa dia baru tahu tentang hal ini sekarang? Itulah yang ada di pikirannya saat ini.“Jadi, Athar memang sudah lama mengidap leukimia?” tanya Izzan, untuk memastikan lagi. Ada perasaan lega yang menyelimuti hatinya sebab dia bukanlah penyebab penyakit Athar. Namun, ada juga kepedihan yang menguasai kepalanya tatkala membayangkan rasa sakit yang dialami oleh Athar. Anak sekecil itu tidak seharusnya mengidap penyakit parah sep
“Inayah, aku ingin sekali membantu. Tapi, aku tahu kalau aku tidak akan bisa membantu karena aku bukanlah seorang dokter.” Izzan menghela napasnya. Dia ingin sekali membantu namun karena penyakit Athar sudah parah dia tidak tahu apakah dia bisa membantu atau tidak.“Tapi, Inayah ... Kalau kau butuh sesuatu, katakan saja padaku. Aku akan mengusahakannya.”"Aku tak butuh apa pun," jawabnya dengan tatapan sendu. Izzan menghela napas kasarnya melihat Inayah bersedih seperti itu, hal itu mulai mengingatkannya pada kejadian satu tahun lalu. "Seberat itukah ujian yang harus dihadapi," ucapnya dalam hati. Dia berniat ingin mengungkapkan dirinya di depan Inayah namun mendengar Halwa memanggil Inayah dan akan dilakukan kemoterapi maka menyuruh perempuan itu untuk bersiap, "Apakah Athar akan baik-baik saja, Dok?" tanya Inayah sangat khawatir. Halwa menghela napas beratnya, seolah dia bingung untuk menyampaikan hal tersebut namun harapan untuk bebas dari kanker semakin kecil. Walaupun
Spontan saja Halwa bergegas cepat untuk memeriksa kondisi Athar, melihat anak kecil itu terbaring lemah demgan kondisi memprihatinkan membuat gadis cantik itu langsung memeriksa Athar, "Sepertinya kondisinya baik-baik saja karena semua tampak normal.""Coba periksa tekanan darahnya apakah normal atau tidak?" titah Halwa kepada dua perawat yang berdidi di sampingnya."Hore!! Bu Dokter berhasil Athar kerjain, Athar sehat kok, Dok." "Athar, kamu hampir saja membuat jantung Ibu dokter berhenti berdetak." Halwa ikutan terkejut dan nampak khawatir ketika mendengar kabar ada pasien pingsan. Halwa tersenyum geli sambil terus mengeus puncak kepala Athar, dia juga memberitahu anak kecil itu agar bersiap melakukan kemoterapi. "Sebelum melakukan kemoterapi pastikan kondisi Athar baik-baik saja ya," ucapna memberi perintah keapda dua perawat itu."Baik, Dok." Tak lupa Halwa menjelaskan keapda Athar bahwa kemoterapi akan sedikit terasa sakit, "Apakah Athar bisa tahan itu?" "Tentu saja, Dokter c