Drop Like buat Na 👇 😘😘😘😘😘
Mendengar hal itu, Lily tampak murung. Arsen sedikit membungkuk pada Lily, lalu mengusap lembut rambut istrinya itu. “Lebih baik kamu tinggal di rumah Papa dulu untuk beberapa hari ini daripada pulang ke mansion sedangkan aku tidak berada di sana,” kata Arsen. Lily mengangguk-angguk kecil. Dia memejamkan matanya sejenak saat Arsen tiba-tiba mendaratkan ciuman ke keningnya. “Kamu pergi ke Jogja benar untuk urusan perusahaan ‘kan? Bukan untuk mencari tahu hal-hal yang berhubungan dengan Juna,” tanya Lily menyelidik. Arsen mengusap pipi Lily, dia melihat jelas kecemasan di wajah istrinya itu. “Aku memang ke sana untuk urusan bisnis,” balas Arsen. “Kalau kamu tidak percaya, kamu bisa bertanya pada Thomas,” imbuhnya. Lily mencebikkan bibir. “Bertanya pada Thomas? Dia jelas-jelas pasti akan melakukan apapun yang kamu perintahkan, jika kamu memintanya berbohong dia pasti akan berbohong,” cerocos Lily. Arsen malah tertawa, hingga dia mencium gemas bibir Lily. “Aku sangat merin
Setelah Arsen berangkat bekerja. Adhitama dan Risha duduk di ruang keluarga. Mereka duduk tanpa suara, sampai Adhitama menoleh pada Risha. Dia melihat ketakutan dalam tatapan sang istri yang membuatnya memutuskan untuk berangkat lebih siang. Risha mengembuskan napas berat. Kedua tangannya mengusap kasar wajah. “Aku benar-benar tidak habis pikir, kenapa bisa seperti ini?” kata Risha dengan tatapan sendu. “Aku juga bersalah. Kejadian Sevia sudah sangat lama, kenapa harus Lily yang terus menerus menjadi sasarannya?” Tak kuat menahan ketakutan dan kecemasan akan keselamatan sang putri, air mata luruh begitu saja dari kelopak mata Risha. Adhitama langsung merengkuh tubuh Risha, lalu mengusap punggung Risha dengan lembut. “Aku akan menjaga kalian dengan baik. Maaf kalau aku belum bisa menjadi suami dan ayah yang baik untukmu dan Lily,” ucap Adhitama. Dari jauh, Lily melihat kedua orang tuanya yang bersedih. Hal ini membuat hati Lily tercabik-cabik, dan tanpa sadar air mata menetes d
Risha yang terkejut sampai melongo mendengar menantunya berbicara dengan sangat enteng. “Apa akhirnya dia mau mengaku?” tanya Adhitama. “Ya, dia mengaku,” jawab Arsen, “Apa Papa ingat dengan Sevia?” Pertanyaan Arsen kembali membuat Adhitama dan Risha terkejut. “Ada hubungan apa dia dengan Sevia?” tanya Adhitama. “Jadi, menurut informasi yang Juna sampaikan. Sevia adalah anak kandung dari Arman, pria yang membiayai Juna dari kecil sampai dewasa. Arman baru tahu kalau memiliki anak, dan itu adalah Sevia. Dia baru tahu tepat saat Sevia meninggal kecelakaan bertahun-tahun lalu itu. Tepatnya setelah ingin melukai Lily," kata Arsen. "Ini membuat Arman dendam pada Papa karena Sevia adalah anak satu-satunya dan harus meninggal begitu saja. Karena itu, Juna diberi wasiat oleh Arman, jika Juna berhasil membunuh keturunan Papa dan membuat nasib Papa sama sepertinya, maka Juna akan mendapat seluruh harta milik Arman.” Arsen menjeda ceritanya sejenak, lalu kembali melanjutkan. “Karena
Arsen diam sejenak. “Besok saja kita bahas lagi, karena ini ada hubungannya dengan Papa dan Bunda,” ucap Arsen. Kening Lily berkerut samar, dia semakin penasaran dengan informasi yang Arsen miliki. “Sekarang cerita dulu padaku, baru besok ke Papa dan Bunda.” “Besok saja sekalian.” Arsen bersikukuh. Bibir Lily mengerucut. Dia menunjukkan sikap manjanya pada Arsen. “Kalau begitu aku tidak mau tidur.” Arsen menatap sejenak wajah Lily yang cemberut, sebelum kemudian mengangkat Audrey dari ranjang dan memindahkan bayi mungil itu perlahan ke baby box. Arsen kembali ke ranjang, lalu berbaring merapat pada Lily dan melingkarkan tangan di perut istrinya. “Sekarang tidurlah, aku akan di sini memelukmu,” bisik Arsen. Lily masih cemberut karena Arsen tak mau bercerita lebih dulu. “Aku tidak bisa tidur kalau sedang penasaran.” “Tapi ada aku, jadi kamu pasti bisa tidur,” sanggah Arsen lagi. Lily menggeser posisi berbaringnya dengan perlahan menghadap Arsen, bibirnya masih saja mengerucut.
Juna kembali tersenyum yang membuatnya kembali merasakan pukulan keras dari Arsen, kali ini perutnya dihantam dengan sangat kuat. Juna terbatuk-batuk, bahkan dia meludah darah. “Jika aku mati, kamu pasti akan mati penasaran karena tidak tahu alasan aku melakukan itu.” Setelahnya Juna tertawa mengejek sambil menatap wajah geram Arsen. Arsen tak menahan diri lagi. Dia melayangkan pukulan bertubi-tubi di wajah hingga perut, membuat wajah Juna lebam, bahkan bibirnya terus mengeluarkan darah. Arsen sedikit mundur setelah menghantam tubuh Juna berulang kali. Dia mendengkus kasar, menatap penuh amarah pada Juna yang lemas. “Jika kamu masih tidak mau bicara, maka aku akan membakarmu hidup-hidup di sini,” ancam Arsen dengan sorot mata penuh keseriusan. Arsen menolehkan kepala ke belakang lalu mengangguk ke arah Thomas yang ada di ambang pintu. Tak lama setelahnya, Thomas kembali masuk ke ruangan itu membawa jerigen berisi penuh dengan cairan. Arsen menerima jerigen itu dari Ars
Arsen tidak ingin membahas hal itu. Dia memilih untuk mengalihkan perbincangan dengan meminta Lily untuk segera tidur. "Ini sudah malam, tidurlah!" ucapnya. Beruntung, Lily tak menyadari. Lily mengangguk kemudian memejamkan matanya. Setelah memastikan Lily tidur. Arsen turun dari ranjang dengan perlahan, lalu membetulkan selimut di kaki Lily. Setelahnya Arsen keluar dari kamar, ternyata dia hendak pergi karena Thomas sudah menunggunya di depan rumah Adhitama. Arsen bergegas masuk mobil Thomas, begitu duduk di dalam mobil, Arsen menoleh pada Thomas. “Apa semuanya sudah disiapkan?” tanya Arsen. “Sudah Pak,” jawab Thomas singkat. Thomas mengemudikan mobil meninggalkan rumah Adhitama. Mobil itu terus meluncur menuju bangunan kosong yang dulu digunakan penculik untuk menyekap dan memberi obat pada Lily sampai hampir mati. Sesampainya di sana, Arsen turun diikuti Thomas. Mereka bertemu dengan petugas polisi yang berjaga di depan. “Kalau bisa Pak, jangan sampai dibua