Di lantai bawah. Para pelayan sedang bingung saat melihat berita tentang Lily yang katanya bertengkar dengan Hana sampai Hana masuk rumah sakit. Mereka saling bisik dan mulai bergunjing. "Apa mungkin Nona melakukan itu? Aku tidak percaya." "Bukankah anak presiden mantan Tuan?" Bibi Jess yang sejak tadi diam-diam mendengar perbincangan itu masih diam memerhatikan. Hingga akhirnya mendekat untuk menegur. “Lebih baik kalian berhenti mengikuti akun gosip. Kecuali kalian sudah bosan bekerja dan ingin angkat kaki dari sini.” Bibi Jess menginterupsi sampai para pelayan itu terdiam semua. “Apa kalian lupa dengan aturan di rumah ini?” tanya Bibi Jess sambil menatap tajam satu persatu pelayan itu. “Maaf, kami tidak bermaksud begitu,” balas salah satu pelayan diikuti anggukan dari pelayan lainnya. "Berhenti bergosip! Bukankah pekerjaan kalian masih banyak? Cepat selesaikan pekerjaan kalian!” perintah Bibi Jess. Semua pelayan mengangguk patuh, kemudian membubarkan diri. Se
Di mobil Arsen Lily masih berbicara dengan Juna. Pria itu baru saja menjawab pertanyaannya. "Perlu, ini sangat penting," balas Juna. “Saya ingin bertemu Anda untuk membahas masalah Hendra yang sudah mencuri ponsel saya," imbuhnya. Lily yang mendengar keseriusan dari ucapan Juna hanya bisa meneguk saliva. Lily dan Arsen langsung saling pandang. Tak menyangka Hendra akan ketahuan. Arsen memberi isyarat pada Lily agar tenang dan membalas ucapan Juna. “Bagaimana bisa Hendra mencuri? Rasanya ini mustahil,” balas Lily. “Karena itu saya meminta bertemu agar Hendra menjelaskan kenapa dia mencuri ponsel saya. Di sini juga ada Dini yang melihatnya agar saya tidak dianggap berbohong dan melakukan fitnah.” Lily menatap pada Arsen yang mengangguk, lalu dia kembali bicara. “Apa kalian masih ada di kantor? Aku akan ke sana?” tanya Lily. “Ya, kami masih di kantor. Saya tunggu,” balas Juna dari seberang panggilan. Lily mengakhiri panggilan itu, lalu menoleh pada Arsen. “Bagaima
Dini memandang ponsel Juna lalu menggeleng tak percaya. "Apa mungkin selama ini Lily salah menilaimu? Kamu ternyata punya sifat buruk. Kamu mencuri," ucap Dini. Hendra gelagapan. Dia memang terlalu bodoh dan polos. Bahkan dia mau menerima tugas dari Thomas untuk memata-matai Juna juga karena takut pada Arsen. Hendra terpojok. Dia tak bisa berkutik apalagi saat Juna berkata," Karena ponselku tidak apa-apa, maka aku tidak akan melaporkanmu ke polisi, tapi aku akan tetap memberitahu Lily." Hendra memandang Dini yang mengangguk setuju dengan usulan Juna. Hendra hanya bisa pasrah. Namun, dia lega karena ancaman Juna tidak berbahaya. Setidaknya Lily pasti bisa memaklumi karena apa yang dilakukannya atas dasar perintah Arsen. Tanpa menunggu besok, Juna langsung menghubungi Lily di depan Dini dan Hendra. Dia menelepon karena tahu kalau hanya mengirim pesan Lily tidak akan membalasnya. Juna tahu betul bahwa Lily pasti dibuat stress karena pesan sampah dari buzzer yang masuk. Se
Lily dan Arsen saling pandang mendengar ucapan Thomas. Lily merasa aneh karena Hana tiba-tiba saja ingin bertemu setelah semua kekacauan yang membuatnya tertekan seperti ini. "Itu terserah Lily mau atau tidak," ucap Arsen. Dia tidak mau terlihat antusias jika itu soal Hana karena takut Lily cemburu lagi. Baik Arsen dan Thomas sama-sama terdiam menunggu keputusan Lily. "Aku tidak mau bertemu dengannya," ucap Lily. Dia tak menyebutkan alasan, tapi Arsen langsung mengangguk menerima keputusannya. "Kalau wartawan di depan sudah pergi, aku ingin pulang," kata Arsen. "Apa kamu mau pulang bersama atau masih ingin di rumah Papa?" tanyanya ke Lily. Istrinya itu tampak berpikir. "Sebenarnya semua stafku lembur hari ini, ada deadline untuk tim. Aku ingin ke sana, tapi sepertinya situasi tidak mendukung." Lily membuang napas lelah. Dia berdiri lantas berkata lagi," Aku ikut pulang denganmu saja." Arsen mengangguk, setelah itu tatapan matanya terus mengekori langkah Lily— yang perg
Di ruang divisi pemasaran ARS Dini dan yang lain sedang membicarakan soal Lily. Mereka tak percaya kalau Lily bertengkar bahkan sampai membuat Hana terluka. "Kalian lihat sendiri bagaimana bucinnya pak Arsen ke Lily, jadi kalau memang masalahnya pria, sudah jelas kalau putri presidenlah yang mencari gara-gara," ucap Dini. Ucapannya diamini oleh semua staf yang sedang mengobrol dengannya. Dini mengangguk-angguk lantas menoleh Juna yang duduk di meja kerja. Dia mengerutkan kening, melihat Juna seolah tak peduli dengan masalah Lily membuatnya sedikit tergelitik. Setelah puas berbincang, semua staf termasuk Dini kembali ke meja kerja mereka masing-masing. Dini melirik pada Juna. Awalnya ragu untuk bertanya, tapi akhirnya Dini memberanikan diri menggeser kursi lantas bertanya pada Juna. "Apa kamu tahu kalau Lily digosipkan membuat putrinya presiden terluka?" Juna mengangguk. "Tahu, nomor telpon Lily bahkan tersebar di sosial media, aku yakin dia pasti sedang terganggu saa
Hana baru saja keluar dari rumah sakit. Dia mendengar berita tentangnya menyebar dan langsung menemui papanya. Hana marah, dia mendobrak masuk ruang kerja Atmaja meski Eric sudah melarang. Di dalam sana, Hana yang berniat meluapkan amarah seketika urung melihat putranya berada di pangkuan Atmaja. "Keenan, bisa tinggalkan Mama dan Kakek berdua?" Ucap Hana ke putranya yang berumur tujuh tahun. Hana sudah lama menikah dengan Adiyaksa, tapi Keenan baru dia dapatkan saat pernikahannya menginjak usia sepuluh tahun. "Kamu main dulu, nanti kita main lagi," ucap Atmaja ke cucunya. Keenan akhirnya pergi. Dia digandeng Eric meninggalkan ruangan Atmaja. Namun, anak itu sempat menoleh ke belakang lagi untuk melihat Hana. Ibunya, yang tidak benar-benar sayang padanya. Hana memastikan pintu ruangan Atmaja tertutup lantas bicara. "Apa maksud Papa? Aku tahu Papa pasti meminta Eric untuk menyebarkan berita bohong," amuk Hana. Atmaja bersikap santai, dia bahkan masih bisa meminta Hana