level sebel kleyan 👇👇👇👇
Lily menggeleng pelan. “Tidak! Dia tidak tahu.” Kening Arsen berkerut samar. “Kalau begitu besok kita makan malam bersama, Anthony mengajak kita makan malam bersama dan ingin kita mengajak Dini juga.” Lily mengangguk-angguk pelan, setelahnya dia terkejut karena tiba-tiba Arsen mendekatkan bibir ke telinganya. “Kamu akan habis kalau berani berbohong padaku,” bisik Arsen. Lily membulatkan bola mata lalu sedikit mendorong dada Arsen. “Kenapa kamu malah mengancamku?” Arsen tak menjawab, tatapannya begitu dalam pada Lily dengan satu tangan mengusap lembut pipi Lily. Melihat sikap Arsen, Lily hanya bisa mengembuskan napas pelan. “Sekarang makanlah, aku harus segera pulang karena meninggalkan Audrey sendirian bersama Hera.” Dengan nada menggoda Arsen membalas, “Kenapa buru-buru? Kalau ada Hera, berarti Audrey tidak sendirian. Dia aman di rumah.” Melihat sorot mata aneh dari mata Arsen, kening Lily terlipat dalam. “Mau apa? Jangan macam-macam.” “Aku bisa menyuruh Thomas pergi,” balas
Lily meraih tangan Arsen, lantas menggoyangkannya pelan. “Tentu saja tidak, sejak kapan menemui suami sendiri merepotkan?” ucapnya. “Apa mau aku bawakan makan siang? Apa yang ingin kamu makan?" Arsen mengangguk lalu menyentuh pipi Lily. "Apa saja," jawabnya. Arsen mengecup puncak kepala istri kecilnya itu sebelum benar-benar berangkat ke ARS. Pelayan satu per satu pergi mengerjakan tugas masing-masing, sedangkan Lily masih tak beranjak dari teras memandangi mobil Arsen menjauh. Setelah mobil suaminya tak tampak lagi, Lily terlihat membuang napas kasar. Dan meskipun tahu putrinya tidak mengerti dengan apa yang akan dia katakan, tapi Lily memandang Audrey, menyentuh tangan bayi itu lantas bertanya— “Apa keputusan Mama benar untuk jujur ke Papamu sekarang? Sebenarnya Mama masih ingin sedikit mengujinya.” Lily menekuk bibir ragu, tak lama dia dibuat kaget karena Audrey tersenyum. “Apa itu jawaban untuk Mama?” tanya Lily dengan senyuman lebar. "Baiklah, lagipula Papamu tidak
Bibi Jess memilih meninggalkan Ella dan menemui Lily di kamar. Begitu berdiri di hadapan Lily, Bibi Jess sedikit menundukkan kepala sambil berkata, “Terima kasih, Nona.” Lily terkejut. “Aku baru saja mau minta maaf atas keputusan yang aku buat, Bi. Tapi kenapa Bibi malah meminta maaf.” “Tidak Nona! Anda tak perlu meminta maaf. Apa yang Anda lakukan sudah benar,” balas Bibi Jess, “Saya memang tidak bisa mendidik Ella dengan baik karena saat kecil sebenarnya Ella diasuh orang lain.” Lily mengerutkan kening, baru saja akan bertanya, Bibi Jess sudah kembali bicara. “Saya permisi dulu, Nona.” Bibi Jess pergi begitu saja, membuat Liy bingung sambil menatap kepergian Bibi Jess. ** Malam harinya. Arsen baru saja pulang. Dia langsung menghampiri Lily dan menanyakan kabar Lily juga Audrey hari ini. “Akhirnya aku memecat Ella,” kata Lily. Arsen cukup terkejut mendengar keputusan Lily. “Apa ada yang fatal sampai akhirnya kamu memecatnya?” Lily tak membalas pertanyaan Arsen. D
Ella sudah keluar dari rumah sakit. Sekarang dia berada di kamarnya ketika Lily datang sendirian.Ella langsung berdiri dan menatap Lily yang duduk di kursi roda.“Bagaimana kondisimu? Maaf tidak menjengukmu ke rumah sakit karena kondisiku tidak memungkinkan untuk pergi ke rumah sakit,” kata Lily.“Tidak apa-apa, Nona. Saya juga sudah lebih baik,” balas Ella.“Baiklah, aku hanya mau memastikan kondisimu saja,” ucap Lily. Dia hendak memutar roda untuk meninggalkan kamar Ella, tetapi gerakannya terhenti karena Ella memanggilnya lagi.“Hanya itu?” tanya Ella.Lily mengerutkan kening.“Saya sampai hampir keguguran karena Hera, apa tidak ada keadilan untuk saya?” tanyanya kemudian.Kening Lily semakin berkerut samar saat menatap Ella. “Lalu, apa yang kamu inginkan?”Senyum samar terbit di wajah Ella. “Saya mau Hera dipecat.”Lily sangat terkejut. “Permintaanmu sangat keterlaluan. Kesalahan Hera tidak sefatal itu, kenapa kamu memintanya agar dipecat?”“Dia sudah mendorong saya sampai hampir
Sore Hari. Bibi Jess datang menemui Lily di rumah dan meninggalkan Ella sendirian di rumah sakit. “Bagaimana kondisi Ella?” tanya Lily saat Bibi Jess menghadap padanya. “Ella mengalami pendarahan, tapi tak sampai membuatnya keguguran karena ditangani tepat waktu, Nona,” jawab Bibi Jess sedikit menunduk di hadapan Lily. Lily mengembuskan napas kasar. “Aku sudah meminta penjelasan dari Hera, dan apa pun alasannya, bertengkar memang bukan perbuatan baik.” Bibi Jess diam dengan kepala sedikit tertunduk, jadi Lily kembali bicara, “Ella juga salah, Bi. Apalagi kalau Bibi tahu apa yang Ella katakan pada Hera.” Bibi Jess mengangkat pandangan pada Lily, ekspresi wajahnya menunjukkan rasa penasaran. “Memangnya, apa yang Ella katakan?” Lily menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab, “Ella bertanya, apa Hera pernah ditiduri suamiku. Siapa yang tidak marah dituduh seperti itu?” Bibi Jess membulatkan bola mata lebar lalu detik berikutnya kepalanya tertunduk dalam. “Maafkan ucapan El
Lily dan Arsen menghabiskan waktu semalaman bersama, berbagi kehangatan di kamar utama. Hingga paginya saat bangun, Lily tidak mendapati Arsen di sampingnya. Lily tidak membawa ponsel, dia bingung harus melakukan apa. “Haruskah aku turun?” gumam Lily. Dia menjulurkan kakinya ke bawah. Di saat itu pintu kamar terbuka dan Arsen muncul dari baliknya. Lily kaget setengah mati, tapi dia bisa dengan cepat menutupi ekspresi wajahnya. “Dari mana?” rengeknya manja pada Arsen. “Aku ke bawah sebentar,” balas Arsen. Dia mendekat ke Lily kemudian bertanya,” Apa mau pergi ke kamar mandi?” Lily mengangguk, dia tertawa karena Arsen langsung meraih tubuhnya. Pria itu menggendongnya menuju kamar mandi. “Aku merepotkan bukan?” tanya Lily. “Jangan berpikir begitu.” Arsen menatap Lily yang berada di gendongannya, lantas mencium bibir istrinya itu sekilas. "Direpotkanmu seumur hidup pun aku tidak akan pernah keberatan,”imbuhnya. Satu jam kemudian. Lily turun bersama Arsen untuk